Aksi protes mahasiswa diberbagai wilayah lama-kelamaan ternyata mulai "mengusik" pihak istana. Terbukti kemarin (26/09) Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir untuk membahas situasi ini.Â
Selepas menemui presiden, Mohammad Nasir langsung meluncurkan pernyataan keras kepada para mahasiswa sekaligus kampus-kampus berikut dosen dan rektornya yang dianggap mendukung aksi demonstrasi.Â
Sebagaimana dilansir JPNN, pemerintah akan mencari kampus-kampus mana saja yang dianggap mendukung aksi demo serta mengancam memberi sanksi kepada segenap dosen ataupun rektor yang terlibat.Â
Pemerintah beranggapan bahwa aksi demonstrasi ini bukanlah sebuah langkah konstitusional dalam menyampaikan aspirasi rakyat. Menurut Mohamad Nasir, kalau mau protes jalur yang sesuai konstitusi adalah melalui DPR RI.
Berdasarkan apa yang disampaikan oleh Menristekdikti ini kita mendapatkan beberapa kesimpulan. Pertama, pemerintah sekarang tidak suka didemo. Kedua, civitas akademika kampus dilarang mendukung aksi demo. Ketiga, demonstrasi adalah aksi inkonstitusional.
Keempat, pemerintah ingin agar masyarakat dalam melakukan protes harus melalui para wakilnya di DPR RI. Empat poin yang kita tangkap dari pernyataan yang disampaikan oleh Menristekdikti selepas "diceramahi" Presiden Jokowi ini kiranya patut dicermati.
Ada yang menuding aksi itu ditunggangi kepentingan-kepentingan lawan politik, aksi makar, dan lain sebagainya.Â
Sepertinya ada alergi parah dari pemerintah saat rakyat mulai bergerak melalui demonstrasi. Terlebih belakangan ini mahasiswa seperti terbangun kembali sehingga kembali melakukan aksi turun kejalan.Â
Pemerintah wajar khawatir, karena demonstrasilah yang mampu menggulingkan rezim order baru yang berkuasa hingga 32 tahun pada tahun 1998 yang lalu.
Kedua, ketika revisi Undang-Undang KPK (UU KPK) masih belum disahkan dahulu sebenarnya sudah banyak sekali para akademisi yang menolak poin-poin revisi undang-undang KPK yang diajukan.Â