Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Sistem Birokrasi Kita Penuh Jebakan Korupsi?

21 September 2019   12:07 Diperbarui: 21 September 2019   12:23 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Poin utama dari praktek korupsi itu adalah tindakan melangkahi birokirasi untuk efisiensi ataukah tindakan yang dimaksudkan untuk memperkaya diri sendiri? Sebagian pengamat menilai bahwa sistem birokrasi kita cukup berbelit-belit. Membuat perizinan ribetnya minta ampun dan perngajuan berkas-berkas pun durasi waktunya membuat orang tidak betah. Sehingga tidak mengherankan kalau banyak yang menginginkan adanya reformasi birkorasi, yang sayangnya sampai hari ini hal itu masih belum benar-benar terwujud.

Hal ini sebenarnya tidak hanya menjadi keluhan warga yang mengharapkan pelayanan, barangkali para pejabat yang bertugas juga mengalami kondisi serupa. Sistem birokrasi yang diberlakukan agak rumit dan riskan "menyerang" balik diri mereka. Seperti ketika dahulu Bapak Dahlan Iskan menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Listrik Negara (PLN). Karakternya yang "suka" menentang birokrasi berbelit justru membuatnya berurusan dengan hukum. Tuduhan sebagai pelaku tindak pidana korupsi harus beliau sandang. Meski belakangan beliau divononis tidak bersalah, namun hal ini sudah memberikan cukup gambaran betapa rawannya sistem birokrasi dalam menjebak seseorang terjerat kasus korupsi.

Terbaru, Menteri Pemuda dan Olahraga Bapak Imam Nahrawi juga ikut terbelit kasus korupsi. Meski masih dalam tahap "awal" dan proses hukum masih terus berjalan, selentingan bahwa beliau terjebak sistem birokrasi kembali ikut mengemuka. Memang banyak tertuduh kasus korupsi sering mempersalahkan sistem birokrasi kita saat ini.

Terlepas hal itu juga masih membutuhkan kajian lebih lanjut. Akan tetapi kita patut memberikan atensi terhadap dugaan ini. Bisa jadi sistem birokrasi kita benar-benar tidak efisien, sehingga orang-orang dengan tabiat kepemimpian lincah dan cekatan menjadi tersandera alur birokrasi. Akibatnya, selain pembangunan yang berjalan lambat, kita lebih banyak terfokus pada penyelesaian kasus hukum pejabat. Belum lagi efek "phobia" kebijakan karena takut disisir Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) yang membuat terobosan kebijakan menjadi terhambat.

Bagaimanapun juga korupsi adalah sesuatu yang terlarang. Koruptor harus diberantas. Namun jangan sampai orang-orang yang tidak bersalah justru menjadi pesakitan hanya karena sistem birokrasi yang membuatnya demikian. Kita tidak bisa beranggapan bahwa sistem birokrasi yang kita miliki sudah sempurna sehingga tidak memerlukan perbaikan lagi. Evaluasi perlu dilakukan terhadap sistem birokrasi yang saat ini berlaku. Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) tidak hanya kali ini saja membuat menterinya terjaring KPK, Andi Malarangeng dulu pernah mengalami hal serupa dan bahkan divonis bersalah oleh pengadilan. Apabila dalam satu kementerian yang sama pejabat tertingginya sama-sama terjerat kasus korupsi, maka dikhawatirkan sistem birokrasi disana bermasalah.

Sistem birokrasi memang harus diikuti, akan tetapi sistem yang berpotensi menjadi penghambat kinerja dan menurunkan tingkat produktivitas juga mesti dihilangkan. Selama ini kita terus fokus pada manusia yang mungkin lebih berpeluang melakukan penyimpangan sedangkan kondisi sistem birkorasi sendiri dianggap baik-baik saja. Pemberantasan korupsi sekaligus peningkatan kinerja institusi pemerintah harus mengutamakan sinergi dalam segala hal. Manusianya haruslah para pribadi yang menjunjung tinggi amanah, sekaligus sistem birokrasi menunjang efisiensi kinerja.

Dengan dalih demi meminimalkan terjadinya praktik pelanggaran, sistem birokrasi dibuat dengan alur demikian rumit serta perlu proses panjang. Apakah tidak memungkinkan untuk menghadirkan sebuah tata kelola birokrasi yang sederhana tapi tetap mampu mencegah praktik kotor korupsi? Inilah pekerjaan utama para pemangku kebijakan. Sebagai warga negara biasa pun kita bisa ikut menyumbang saran atau ide-ide kontruktif dalam rangka membangun sistem birokrasi yang aman, efektif, dan efisien.

Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun