Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Atas Nama SOP, Naluri Kemanusiaan Diabaikan?

26 Agustus 2019   14:48 Diperbarui: 26 Agustus 2019   14:48 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Supriyadi, Sang Paman Pembopong Jenazah Ponakan | Sumber gambar: www.megapolitan.kompas.com

Ditinggal oleh sanak keluarga tercinta adalah bentuk kesedihan yang mendalam. Sewajarnya, orang-orang yang berada di sekitar lingkungan keluarga yang ditinggal dapat merasakan situasi duka itu dan berempati terhadapnya. Namun hal ini sepertinya sudah semakin tergerus didalam era modern yang bertindak berlandaskan tata aturan baku. Meskipun bisa saja sebenarnya aturan itu dilampaui apabila dihadapkan pada aspek-aspek kemanusiaan yang menggugah hati nurani. Sayangnya, empati itu tidak didapatkan oleh Supriyadi. Paman dari seorang ponakan yang meninggal di salah satu Puskesmas wilayah Cikokol, Tangerang.

Supriyadi baru-baru ini telah membuat gempar publik Tangerang seiring "aksinya" membopong mayat sang ponakan dari Puskesmas menuju rumah duka akibat tidak adanya ambulan yang bersedia mengantarkan jenazah sang ponakan. Pihak Puskesmas mendalihkan bahwa SOP ambulan hanya bisa dipakai untuk antar jemput pasien yang sakit saja, sehingga pasien yang meninggal dunia tidak memenuhi kriteria itu. Padahal para petugas di Puskesmas tersebut sedikit banyak pasti didalam hatinya terbersit nalusi kemnusiaan yang merasa iba terhadap keluarga korban. Namun mereka justru terpasung oleh sebuah aturan yang sebenarnya tidak memiliki nilai keskralan untuk dilanggar. Terlebih "upaya" pelanggaran itu adalah untuk sesuatu yang maslahat, bukan mudarat.

Arief Wismansyah,  selaku Walikota Tangerang menganggap hal ini sebagai suatu hal yang "gila". Beliau beranggapan bahwa semestinya hal-hal seperti ini tidak perlu terjadi jikalau segenap pihak memahami standar tindakan dikala kondisi emergency. Akan tetapi para pelaku di lapangan sebenarnya juga menghadapi dilema akan hal ini. Karena bagaimanapun juga tim lapangan senantiasa harus bertindak sesuai SOP.

Melanggar SOP akan memunculkan konsekuensi lain seperti surat peringatan dari atasan atau sejenisnya. Sehingga menjadi begitu penting kiranya bagi setiap organisasi khususnya instansi layanan publik untuk memasukkan aspek-aspek emergency dalam segala kondisi pada standar operasinya. Realitas yang terjadi di lapangan tidak selalu menunjukkan tren datar atau normal-normal saja.

Terkadang ada satu dua kejadian yang "memaksa" tim pelaksana untuk bertindak diluar kebiasaan. Apabila tim pelaksana tidak "kreatif" maka yang terjadi adalah kekakuan dalam menjalankan SOP sebagaimana kasus pembopongan jezanah di Tangerang ini. Selain SOP harus benar-benar mempertimbangkan berbagai aspek, penyusunan SOP juga mesti dilandasi semangat berempati terhadap sesama.

Empati adalah Standar Operasional Tertinggi

Prosedur standar operasional seringkali dijadikan acuan baku cara kerja. Ketika SOP menemui kebuntuan, maka yang terjadi adalah seperti kasus paman membopong jenazah ponakan. Kaku dan tidak memiliki kelonggaran dalam bersikap. Bagaimanapun juga ini adalah efek apabila SOP dijadikan patokan tertinggi dalam bekerja. Seharusnya naluri kemanusianlah yang dijadikan acuan bekerja setiap lembaga layanan publik, sehingga tim pelaksana bergerak atas dasar keinginan membantu orang lain. Bergerak atas dasar nilai-nilai kemanusiaan yang dijunjung tinggi.

Dalam situasi dan kondisi biasa boleh jadi instansi pelayanan publik bekerja dengan sebagaimana biasa. Mengikuti instruksi SOP seperti biasanya. Akan tetapi dalam situasi yang "tidak normal" instansi pelayanan publik mesti berlaku lebih dari biasanya. Mengambil tindakan lebih dari biasanya yang berbeda dari rutinitas normal yang sehari-hari dilakukan. Tujuan utamanya adalah pelayanan. Seiring situasi yang bisa berubah-ubah, maka tingkat pelayanan yang diberikan pun mungkin bisa berubah pula. Harapannya adalah mereka yang dilayani bisa mendapatkan perhatian dengan sebagaimana semestinya.

Salam hangat,

Agil S Habib

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun