Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara "Soulset", "Mindset", dan "Bodyset"

16 Juli 2019   17:11 Diperbarui: 16 Juli 2019   17:24 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang menjadi kebiasaan diri kita pada dasarnya tidak hadir begitu saja, melainkan terbentuk melalui beberapa mekanisme proses tertentu. Sikap dan kebiasaan kita yang ada saat ini tidak timbul seketika dalam satu malam, namun dari akumulasi proses panjang yang entah kita sadari atau tidak hal itu sedikit demi sedikit membangun kerangka berfikir kita. 

Selama ini, konsep tentang gagasan berfikir hampir selalu terfokus pada pola pikir (mindset) saja. Padahal didalam diri setiap orang itu memiliki tiga aspek utama, yaitu tubuh (body), pikiran (mind), dan jiwa (soul). Apabila kita hanya memperhatikan aspek pola pikir saja, itu artinya dua aspek lain terabaikan. Sedangkan ketiga aspek tadi pada dasarnya memiliki keterkaitan satu sama lain. 

Dengan kata lain, akan terjadi missing link yang berakibat pada tidak optimalnya sebuah proses pembangunan pola pikir beserta penciptaan kebiasaan dan sikap dari pribadi seseorang.

Langkah pertama dalam upaya memperbaiki diri seseorang seringkali mengacu pada tindakan atau kebiasaan yang saat ini "berlaku". Aktivitas atau tindakan nyata yang saat ini kita lakukan adalah acuan awal untuk menilai sejauh mana kondisi diri kita. Apakah sikap dan tindakan kita sudah merupakan sesuatu yang tepat dan benar untuk dilakukan ataukah merupakan sesuatu yang salah. Sebagai contoh, mengantarkan anak ke sekolah dengan mengendarai helikopter sebenarnya sah-sah saja. 

Namun jika melihat karakteristik kondisi sosial lingkungan masyarakat kita hal itu mungkin akan dipandang tidak tepat. Mengapa? Selain secara tempat  cukup menyulitkan, hal ini juga akan dipandang sebagai sesuatu yang berlebihan oleh masyarakat. Mengantar anak ke sekolah adalah bagian dari tindakan, sedangkan menggunakan transportasi berupa helikopter adalah bagian dari pola kerja (bodyset). Orang-orang yang mengantarkan anaknya ke sekolah menggunakan sepeda motor atau mobil juga merupakan bagian dari bodyset. 

Perwujudan sikap atau tindakan seseorang sangat dipengaruhi oleh pola pikirnya (mindset). Mungkin seseorang merasa dengan menggunakan helikopter untuk mengantar anak sekolah akan lebih cepat dan efisien karena terhindar dari kemacetan lalu lintas darat. Demikian halnya dengan mereka yang memilih menggunakan mobil atau sepeda motor juga memiliki pertimbangan tertentu yang menurut mereka baik. Pertimbangan itu mempengaruhi cara mereka bertindak. Atau bisa dikatakan bahwa pola kerja (bodyset) mereka dipengaruhi oleh pola pikir (mindset) yang ada di benak mereka.

Apakah pikiran kita menjadi dasar dari segala tindakan atau langkah kita sepanjang waktu? Sepintas terlihat demikian. Padahal selain pikiran ternyata ada bagian lain yang lebih "halus" yang bahkan bisa mempengaruhi proses berpikir itu sendiri. Inilah hati atau jiwa (soul). Jiwa menjadi ruh atas segala cara berfikir kita, dan akhirnya cara kita bertindak. Jiwa memiliki keunikan yang membuat keseluruhan diri kita ini baik atau buruk. Ketika terjadi pertentangan antara pikiran dengan hati, maka hati akan menjadi pemenang. 

Oleh karena itu, terkadang berpikir positif saja tidak cukup mampu untuk menjadikan diri seseorang positif. Pernahkah kita mencoba untuk tetap berpikir positif tapi masih terasa ada sesuatu yang tidak nyaman didalam perasaan kita? Rasa tidak nyaman itu dibentuk oleh jiwa kita. Sehingga menjadi tidak cukup kiranya apabila kita hanya terbatas pada berpikir positif (positive thinking), tetapi kita harus mendahuluinya dengan merasa positif (positive feeling). Didalam buku Quantum Ikhlas, Erbe Sentanu menuliskan tentang betapa pentingnya peranan hati untuk menciptakan realitas pada diri seseorang.

Kita mungkin memiliki harapan untuk mencapai sukses pada suatu bidang tertentu. Beberapa motivator menyarankan agar kita memulainya untuk berpikir positif. Namun sebenarnya kita harus memulainya jauh lebih "dalam" dari itu, yaitu dari rasa atau hati kita. Kaya bukan dimulai dari pikiran, tetapi dimulai dari hati. 

Anthony Robbin seringkali bercerita di dalam seminarnya bahwa berbagi atau memberi kepada orang lain itu bukan semata untuk mencukupi kebutuhan orang lain yang kekurangan, melainkan juga sebagai cara untuk melatih diri kita agar "merasa" kaya atau berkecukupan. Ketika rasa kecukupan atau kaya itu sudah meluas didalam hati, maka ia akan "menularkan" kepada pikiran. Pikiran-pikiran positif akan lebih mudah terbentuk seiring "atmosfer" kaya yang dihadirkan oleh hati. 

Dengan demikian tindakan-tindakan kita akan ter-drive selaras dengan pikiran kita. Apa yang terbangun didalam hati kita menjadi sebuah pola rasa (soulset) yang kemudian mendesain pola pikir (mindset) dan pada akhirnya menjadi pola kerja (bodyset). Sehingga mengapa begitu penting bagi kita untuk memiliki rasa yang positif guna memastikan segala tindakan kita juga positif yang pada akhirnya berujung pada hasil yang positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun