Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Budaya Rangkap Jabatan, Bukti Kompetensi atau Indikasi Keserakahan?

2 Juli 2019   07:28 Diperbarui: 2 Juli 2019   07:33 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rangkap jabatan adalah sebuah budaya kerja yang mesti kita tinjau ulang demi optimalisasi pelayanan seorang pemimpin (Ilustrasi gambar : http://jambidaily.com)

Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha dalam waktu dekat tengah menjadwalkan pemaggilan salah satu petinggi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Penerbangan, Garuda Indonesia, karena adanya dugaan terkait rangkap Jabatan.

 Peristiwa ini seakan memancing memori lainnya dimana ada begitu banyak pejabat publik yang memiliki pos jabatan lebih dari satu. 

Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) pernah dipimpin oleh Edy Rahmayadi yang juga menjabat menjadi Gubernur Sumatra Utara (Sumut). Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), Nusron Wahid, juga merangkap menjadi salah satu ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2015 -- 2020.

 Ada juga Airlangga Hartanto, Menteri Perindustrian yang juga memiliki posisi mentereng di Partai Golkar sebagai Ketua Umum. Memiliki jabatan ganda seakan sudah menjadi sesuatu yang biasa, seolah-olah hal ini adalah suatu budaya yang sudah wajar terjadi.

Apakah memiliki jabatan ganda itu tidak diperbolehkan? Dalam beberapa kondisi tertentu rangkap jabatan secara tegas dilarang oleh aturan tertulis. Sedangkan dalam beberapa kondisi yang lain budaya rangkap jabatan hanyalah sebatas pada tataran etika moral saja. 

Motivasi apapun yang mendasari seseorang untuk menerima tugas ganda dari jabatan yang ia emban tentunya tetap memiliki konsekuensi tugas dan tanggung jawab yang besar, sehingga seseorang yang merangkap jabatan tidak boleh lengah terhadap salah satupun dari tugas-tugasnya tersebut.

Mungkin ada banyak sekali pertimbangan yang menjadi dasar dipilihnya seseorang untuk mengisi jabatan tertentu sedangkan khalayak mengetahui dengan jelas bahwa ia tengah mengemban amanah yang lainnya. 

Bisa jadi sosok tersebut memang benar-benar dibutuhkan kemampuannya serta pengaruhnya begitu luar biasa sehingga kecil kemungkinan bagi orang lain untuk menempati posisi serupa. Hal ini yang dulu pernah dijadikan alasan oleh Partai Demokrat yang menunjuk Pak SBY menjadi ketua umum partai sedangkan beliau waktu itu masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. 

Pada saat itu Partai Demokrat tengah berada dalam ambang krisis terkait banyaknya kader partai yang terjerat kasus korupsi, dan elektabilitas partai pun merosot sangat tajam.

 Pada saat itu kader partai menyebut-nyebut bahwa hanyak Pak SBY sajalah yang mampu menyelamatkan nasib partai, sehingga rangkap jabatan pun tidak terhindarkan. 

Meskipun sebelumnya juga Pak SBY juga sudah merangkap sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, akan tetapi menjadi ketua umum parti tentu lebih membutuhkan effort lebih dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun