Beberapa hari terakhir ini dunia internasional dibuat "kisruh" oleh keputusan yang disampaikan oleh Sultan Brunei Darussalam perihal pemberlakuan hukuman cambuk dan hukuman rajam hingga mati kepada para pelaku LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender).Â
Yang paling menjadi perhatian sebenarnya bukanlah pada vonis hukuman matinya, namun lebih kepada proses dari pelaksanaan hukuman tersebut yang mana para tervonis akan dihukum rajam sampai ia meninggal dunia.Â
Lain halnya dengan hukuman mati dengan tembak mati atau pancung misalnya, hukuman rajam ini dikesankan lebih "menyiksa" tubuh tervonis sebelum mereka akhirnya meninggal. Hukuman rajam sendiri adalah sebuah hukuman yang dilakukan dengan cara melempari batu kepada mereka yang tervonis mendapatkan hukuman ini.Â
Dalam beberapa penjelasan lain disampaikan juga bahwa hukuman rajam dilakukan dengan mengubur sebagian anggota tubuh tervonis hingga bagian kepalanya saja yang terlihat, kemudian ia dilempari baru secara terus-menerus hingga meninggal dunia.Â
Mengutip dari situs eramuslim.com, hukuman ini tidak dilakukan kecuali dalam kasus yang sangat tercela dan tentunya apabila si penerima hukuman benar-benar terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pelanggaran berat secara syariah.
Pro kontra menyeruak hampir di semua kalangan. Bagi mereka yang pro dengan pemberlakuan hukuman ini menganggap bahwa hukuman rajam sampai mati memang sudah sepantasnya diberikan kepada pelaku LGBT yang dianggap telah menyalahi kodrati manusia serta mempertunjukkan tindakan atau perilaku terkutuk sebagaimana di masa lalu pernah terjadi pada umat Nabi Luth yaitu kaum sodom.Â
Di masa itu mereka mempertontonkan hubungan tak lazim dimana perzinaan sesama jenis terjadi. Lelaki berzina dengan lelaki dan wanita berzina dengan wanita. Sebuah perilaku yang dianggap lebih rendah dari binatang, karena binatang saja tidak mau berhubungan dengan sesama jenisnya.Â
Fenomena serupa itulah yang sepertinya mulai bangkit kembali di era modern ini, sehingga banyak di antara kita yang terusik melihat realitas ini. Kekhawatiran mereka melihat fenomena tak lazim ini mendorong mereka untuk memberlakukan sebuah hukuman yang dianggap mampu memberikan efek jera, dan hukuman rajam sampai mati adalah sebuah cara yang diharapkan mampu memberikan efek jera tersebut.
Kalangan yang tidak menghendaki keberadaan LGBT bisa dibilang sangat mendukung pemberlakuan hukuman ini, meski mungkin tidak semuanya bersepakat. Para penentang LGBT bisa jadi di antaranya menentang pemberlakuan hukuman rajam sampai mati ini karena menganggap hal itu begitu kejam dan tidak berempati terhadap kemanusiaan.Â