Sudah begitu banyak pernyataan yang mengungkapkan bahwa kunci utama dari sebuah capaian sukses adalah dari pola pikir (mindset) atau paradigma. Pola pikir mempengaruhi cara kita bergerak, menentukan kecenderungan kita dalam bersikap, dan mengarahkan kita melalui jalan yang diyakini benar. Pangkal tindakan kita, sebab musebab dari perbuatan kita adalah dari paradigma berfikir yang kita miliki.
Untuk dapat menghasilkan sebuah tindakan baru, seseorang juga membutuhkan paradigma berfikir yang baru didalam pikirannya. Tanpa adanya perubahan pola pikir maka tindakan kita akan sulit dirubah. Pertanyaannya sekrang, dengan berubahnya pola pikir atau paradigma kita maka apakah itu secara otomastis akan menjamin munculnya jenis tindakan baru sebagaimana yang diharapkan?Â
Ternyata tidak serta merta demikian. Akan tetapi, pola pikir baru yang lebih positif itu setidaknya sudah mengikis satu aspek pengganjal perilaku sukses seseorang. Paradigma berfikir baru dengan muatan lebih berkualitas merupakan bentuk langkah besar terkait apa yang ingin kita capai pada masa-masa mendatang.
Pada akhirnya, paradigma berfikir hanya akan menjadi keyakinan yang dimiliki seseorang atau sebagai sebuah pengetahuan semata. Percuma saja memiliki tumpukan buku-buku best seller dunia jika ternyata buku-buku itu hanya sekadar menjadi pajangan rak-rak buku semata tanpa pernah digali atau diimplementasikan isinya.Â
Sama halnya dengan pemahaman berfikir, ia perlu diterjemahkan dalam suatu tindakan supaya tidak hanya menjadi aset pikiran saja (brain memory). Ia harus bisa diterjemahkan sebagai suatu tindakan oleh setiap anggota tubuh kita melalui upaya intensif dari waktu ke waktu.Â
Dengan kata lain, kita perlu melatih diri kita terhadap konsep berfikir yang ada itu secara lebih mendalam (deep practise) secara terus-menerus hingga terbangun muscle memory yang kuat.Â
Pola pikir yang baik itu tidak cukup apabila hanya dimiliki oleh pikiran saja, tetapi ia juga harus dipahami oleh segenap anggota tubuh, merasuk dalam setiap gerakan-gerakan otot tubuh kita. Dengan demikian kita akan memiliki kemampuan bertindak secara otomatis dalam rangka melakukan aksi-aksi yang positif.
Menurut Profesor Rhenald Kasali, muscle memory memiliki peranan sangat penting dalam membangun intangible asset pada diri seseorang atau sebuah tim. Muscle memory ini hanya akan terbentuk dengan baik apabila kita membiasakan diri mengasahkan terus-menerus. Inilah kunci kedua yang sangat penting untuk dilakukan, deep practise atau berlatih keras.Â
Terkait dengan kebutuhan untuk melakukan latihan secara intensif atau konsistensi dalam berlatih, ada dua hal penting yang harus kita perhatikan agar supaya upaya mengasah diri yang kita lakukan itu tidak berakhir dengan kesia-siaan. Jangan sampai ketika kita sudah letih menguras tenaga, tapi justru tidak mendapatkan hasil apa-apa. Berikut adalah dua hal yang harus kita perhatikan itu :
Kuantitas Waktu Latihan. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk menguasai suatu kemampuan tertentu. Seorang pesepakbola handal tidak cukup berlatih satu malam saja untuk kemudian bisa sehebat Cristiano Ronaldo atau Lionel Messi. Kita membutuhkan waktu panjang untuk menguasai sebuah skill.Â
Josh Kaufman melalui bukunya, The First 20 Hours, berpendapat bahwa untuk menguasai suatu skill tertentu dibutuhkan waktu setidaknya 20 jam. Apabila sebuah keahlian telah berhasil dikuasai, apakah itu artinya latihan tidak perlu dilanjutkan lagi?Â
Tentu tidak demikian. Latihan harus dilakukan terus-menerus dengan senantiasa melakukan penyempurnaan pada setiap hal yang menyangkut keahlian tersebut. Hal inilah yang pernah dilakukan oleh grup band legendaris The Beatles, musisi Mozart, Bill Gates, serta masih banyak lagi yang lain. Mereka terus berlatih dengan durasi waktu yang luar biasa lama, 10.000 jam.  Â
Kualitas Proses Berlatih. Dalam buku Focus karya Daniel Goleman, intensitas latihan yang luar biasa panjang seperti kaidah 10.000 jam ini hanya akan menjadi mitos saja apabila tidak disertai dengan prinsip fokus dalam menjalaninya.
 Berlatih dengan hanya berorientasi pada aspek kuantitas tanpa memperdulikan aspek kualitas akan menjadikan hilangnya efektivitas dari suatu latihan. Durasi waktu yang berjam-jam terasa sia-sia saja apabila dalam menjalani prosesi pelatihan itu kita tidak menghadirkan fokus.
Seseorang yang sekadar melatih sesuatu tetapi pikirannya melayang kemana-mana akan menghambat terbentuknya jaringan syaraf baru yang meningkatkan kualitas penguasaan dari sebuah skill.
 Dalam istilah lain, latihan mendalam (deep practise) yang secara rutin dilakukan akan mempertebal lapisan myelin pada sistem syaraf kita. Dengan semakin kuatnya lapisan ini maka muscle memory pun akan semakin baik, yang pada akhirnya akan meningkatkan proporsi intangible asset diri kita.
Apa yang membedakan kita dengan orang lain adalah mindset yang kita miliki dalam menatap realitas hidup, dan seberapa besar kerja keras kita untuk terus mengasah diri menjadi pribadi yang lebih baik dari waktu ke waktu. Dua hal inilah yang menjadi pondasi dasar menuju diri kita yang hebat, menjadi diri Anda yang luar biasa. The Amazing You! Â
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H