Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pemimpin yang Mendengar dengan Hati

24 Januari 2019   16:17 Diperbarui: 24 Januari 2019   16:25 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar : jimtaitcoach.wordpress.com

Ada sebuah kalimat bijak yang menyatakan bahwa kita ini diciptakan memiliki dua telinga dan hanya satu mulut dengan tujuan agar kita lebih banyak mendengarkan daripada berbicara. Dalam kenyataannya yang sering kita jumpai justru sebaliknya. 

Kelihaian dalam berbicara seakan lebih menjadi pusat perhatian dibandingkan kemampuan untuk menjadi pendengar yang baik. Bahkan saat ini yang lebih banyak ditemukan adalah tentang pelatihan-pelatihan yang mengajarkan public speaking. Bagaimana dengan pelatihan public listening? Hampir tidak pernah terdengar adanya pelatihan tentang hal ini. 

Mungkin kondisi ini didasari oleh anggapan bahwa kemampuan untuk mendengarkan itu tidak memiliki manfaat besar bagi diri seseorang, atau bisa jadi karena menjadi seorang pendengar yang baik itu dianggap tidak mampu mengekspresikan apa yang ada di dalam diri kita. 

Sebagaimana kita ketahui bahwa kita sebagai manusia memiliki kecenderungan untuk dianggap penting, dorongan untuk mengedepankan ego pribadi, dan keinginan untuk terlihat lebih daripada yang lain. 

Kebutuhan untuk melakukan aktualisasi diri ini dirasa hanya bisa diekspresikan melalui luapan kata-kata. Pemahaman seperti inilah yang membuat kita lebih suka mendominasi pembicaraan ketika bersama orang lain.

Sebagai atasan suatu institusi, lembaga, atau organisasi adalah wajar sekiranya mereka memiliki kecenderungan untuk mendominasi pembicaraan. Dalam kesempatan meeting barangkali seorang pemimpin lebih banyak memegang kendali, memberikan instruksi, menyampaikan arahan, atau menuturkan nasihat-nasihat tertentu kepada anggota timnya. 

Sedangkan para bawahan atau anggota tim hanya akan duduk manis dan menjadi pendengar yang baik. Situasi seperti ini sangatlah lumrah terjadi dan dapat dengan mudah kita temukan di berbagai organisasi formal ataupun informal. Dalam situasi ini kemauan untuk mendengar lebih didominasi oleh salah satu pihak.

Menjadi pemimpin adalah perihal bagaimana ia dapat membangkitkan potensi besar tim, menjadi pengayom yang baik bagi anggota tim, dan menjadi pribadi yang menginspirasi. Membangkitkan potensi besar tim hanya akan terjadi apabila seorang pemimpin mengetahui dan memahami kapasitas anggota timnya. 

Pengetahuan hanya akan diperoleh melalui pengamatan, dan pengamatan dilakukan melalui penglihatan dan juga pendengaran. Apa yang dilihat seorang pemimpin dari timnya hanya akan menyibak yang kasatmata saja, sedangkan untuk menggali lebih jauh seorang pemimpin perlu untuk mendengar penuturan langsung dari yang bersangkutan atau mendengar masukan dari pihak ketiga. Disinilah peranan pemimpin yang mampu mendengar itu penting.

Kita sering salah sangka dalam mengartikan peran fungsi mendengar dari seorang pemimpin. Akibat yang terjadi adalah fungsi mendengarkan ini hanya dilakukan ala kadarnya saja. 

Misalnya ketika seorang pemimpin menerima timnya untuk mengutarakan uneg-uneg, pemikiran, atau pendapat mereka hal itu justru dilakukan sembari melakukan aktivitas lain seperti menandatangani berkas atau memfokuskan pandangan pada perangkat elektronik miliknya. Hal ini menjadikan proses mendengarkan dari seorang pemimpin tidak berjalan sebagaimana mestinya. Karena mendengarkan itu haruslah dilakukan dengan penuh perhatian, harus ada fokus, dan yang terpenting harus ada hati disana. Ketulusan seorang pemimpin untuk mendengar keluh kesah, harapan, dan aspirasi dari anggota tim akan memunculkan sikap respek terhadap sang pemimpin. Namun efek positif yang lebih besar lagi adalah bangkitnya perasaan penting dari anggota tim bahwa ia diperhatikan secara layak oleh pimpinannya, bahwa ia dianggap sebagai sesuatu yang berharga. Menciptakan pemahaman didalam diri anggota tim bahwa mereka “penting” adalah cara paling ampuh dalam meningkatkan produktivitas.

Apakah kita sudah menjadi pemimpin yang bersedia menjadi pendengar yang baik?

Salam,

Agil S Habib

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun