Menurut hemat saya, selain perlu untuk mengimplementasikan ketiga sikap diatas sosok pemimpin juga harus memiliki orientasi sebagai pemimpin yang dicintai, dipercaya, pembimbing, berkepribadian, dan dikenang sebagai sosok yang luar biasa. Menurut Ary Ginanjar Agustian dalam buku ESQ, sosok pemimpin itu hendaknya menapaki 5 tangga kepemimpinan :
1. Pemimpin yang dicintai
Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk mencintai kita. Begitu pula seorang pemimpin tidak bisa memaksakan kecintaan orang lain terhadap dirinya. Karena kecintaan terhadap sosok pemimpin itu berlaku hukum aksi-reaksi. Ia harus memberikan cintanya sepenuh hati apabila ingin mendapatkan respon serupa. Bersikap secara tulus untuk memberikan bantuan, menebar kebaikan, dan menyebarkan kasih sayang kepada khalayak luas.
Menjadi pemimpin juga berarti harus mampu menjadi sosok pendengar yang baik. Malah seharusnya ia lebih banyak mendengar daripada didengar. Ia harus banyak menyerap aspirasi di setiap saat dan setiap waktu. Bukannya menunggu momen menjelang pemilu.Â
Karena kita semua melihat bahwa kecenderungan untuk mendengarkan aspirasi masyarakat, aspirasi anggota, itu seringkali terjadi hanya pada momen-momen tertentu saja. Momen ketika sosok calon pemimpin membutuhkan dukungan dari anggotanya, dari rakyatnya. Sehingga tidak mengherankan kalau ada begitu banyak sinisme, sikap apatis, yang berujung pada sikap golput ketika peristiwa pemilihan sosok pemimpin dilakukan.
Pemimpin yang memiliki hati tulus tidak akan menunggu momen-momen khusus untuk mendekati masyarakat. Karena ia akan senantiasa ada disetiap saat untuk mereka. Pemimpin yang sesungguhnya tidak menunggu adanya jabatan melekat didirinya baru kemudian beraksi. Ia selalu ada sebagai pribadi yang ing madya mangun karsa.
2. Pemimpin yang dipercaya
Memberikan janji-janji manis merupakan sesuatu yang jamak dilakukan oleh setiap calon pemimpin pada masa-masa menuju pemilihan. Harapannya adalah agar terbangun ketertarikan serta minta untuk memihaknya. Namun sayangnya janji-jani manis ini hanya berperan sebagai magnet penarik masa dan dukungan saja, tetapi seringkali terlupakan begitu ambisi tercapai.
Ada begitu banyak janji yang terucap yang begitu saja dilupakan. Apakah kita tidak menyadari bahwa sebenarnya janji itu adalah hutang yang harus dilunasi pembayarannya? Mungkin dengan beragam dalih janji-janji yang pernah terucap dan terlupakan itu adalah janji-janji yang menurut mereka baru akan dicapai dengan kondisi-kondisi khusus.Â
Hanya saja kondisi-kondisi khusus ini tidak pernah mereka sampaikan diawal mereka melafalkan janji-janjinya. Sehingga tampak semuanya begitu luar biasa. Ibarat iklan televisi yang memberikan promo memikat, namun diberikan tanda bintang dengan keterangan tulisan kecil "syarat dan ketentuan berlaku".
Bagaimana mungkin seorang pemimpin akan dipercaya oleh rakyatnya jikalau janji-janjinya ia ingkari, dan seringkali mengambil langkah senyap yang menyulitkan rakyatnya. Seperti misalnya ketika harga bahan bakar naik tanpa ada woro-woro sebelumnya, tarif listrik dengan jurus serangan mendadak yang seketika naik.Â