Sebelum drama “Papa Minta Saham” mencapai akhirnya dengan pengunduran diri Ketua DPR, Setyo Novanto, begitu terlihat jelas kegaduhan di gedung para wakil rakyat sana dimana pada salah satu pihak ada yang begitu mati-matian dan terkesan tidak tahu malu dalam membela “sang ketua” agar terhindar dari jerat pelanggaran kode etik. Pembelaan membabi buta yang tanpa tedeng aling-aling itu seolah merenggut kepercayaan sebagain masyarakat yang sempat menaruh respek besar terhadap para elit yang berasal dari Koalisi Merah Putih (KMP). Berbicara mengenai KMP, tentu semua tahu bahwa pada masa awal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) koalisi ini mampu mendominasi posisi-posisi strategis di parlemen. Jabatan ketua dan wakil ketua DPR pun dikuasi oleh orang-orang dari KMP. Sedangkan rivalnya, Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang tidak lain merupakan penyokong utama dalam terpilihnya Presiden Jokowi “hanya” kebagian jabatan-jabatan kecil saja. Dengan dominasi partai-partai dari KMP, seolah DPR periode sekarang lebih identik dengan mereka. DPR adalah KMP. Berlebihan? Bisa iya, bisa tidak. Namun saya pribadi menganggap bahwa kepongahan beberapa elit partai yang begitu menggebu-gebu dalam membela pelanggaran kode etik parah dari Ketua DPR menunjukkan betapa meragukannya kredibilitas para wakil rakyat kita saat ini.
Pemerintah, beberapa waktu terakhir mungkin tenggelam pemberitaannya oleh hingar bingarnya kasus pencatutan nama presiden dalam kasus Freport. Namun kita tidak akan lupa bahwa kondisi ekonomi kita yang tengah terpuruk saat ini adalah buah ketidaksigapan pemerintah dalam mengendalikan situasi yang terjadi di Indonesia. Nilai rupiah yang belum juga turun signifikan masih saja menghantui para pelaku ekonomi dalam negeri, sehingga ujung-ujunganya masyarakat juga yang mendapatkan konsekuensi buruknya. Kita semua tahu bahwa kinerja dari pemerintah saat ini masih jauh dari kata baik. Beberapa kebijakan seringkali tidak menciptakan kenyamanan di masyarakat. Tengok saja kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), apakah masyarakat aspirasinya diperdengarkan? Pemberitaan oleh media sudah terlalu sibuk dengan ratingnya masing-masing juga kepentingan para pemiliknya. Sehingga sulit kiranya kita menemukan media yang benar-benar independen dan memperjuangkan harapan masyarakat. Jika dulu pada masa pemerintahan Bapak Susilo Bambang Yudhotono (SBY) akan diterapkan kebijakan seperti menaikkan TDL, saya sangat yakin bahwa media masa akan menjadi publikator terdepan untuk “mencuci” otak semua orang agar supaya beramai-ramai menolak kebijakan tersebut. Kini? Adem ayem. Sulit memahami apa sebenarnya prestasi pemerintahan saat ini. Sesulit memahami prestasi apa yang dicapai oleh para wakil rakyat kita di gedung DPR sana. Dua pilar penting negara ini ibarat dua saudara yang identik dalam “ketidakbisaan” mereka menciptakan senyuman pada masyarakat.
Sudah beberapa hari lagi kita akan berjumpa dengan tahun 2016, dan itu berarti bahwa kesepakatan terkait Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan mulai berlaku. Ada diantara kita yang menyambut MEA dengan sikap optimis bahwa kita mampu bersaing dalam pasar bebas ASEAN tersebut. Akan tetapi tidak sedikit juga yang ragu-ragu dalam menghadapi persaingan yang lebih luas antar masyarakat di wilayah Asia Tenggara. Pada dasarnya, tantangan besar yang menanti bangsa kita di depan hanya akan mampu dimenangi dengan adanya dukungan besar dari pemerintah dan para dewan wakil rakyat. Mereka memiliki peranan penting bagi seluruh rakyat Indonesia laksana orang tua kepada anak-anaknya. Jangan sampai pada masa-masa transisi menuju kehidupan “bebas” masyarakat Asia Tenggara ini kita sebagai anggota masyarakat dibiarkan begitu saja dan dilepaskan untuk berjuang sendiri. Ibarat anak kecil yang baru belajar berjalan, jika orang tuanya membiarkannya berjalan-jalan sendiri melintasi jalan raya sangat ramai maka bahaya apa yang menanti? Proteksi perlu dilakukan terus-menerus kepada setiap pelaku bisnis dan juga para konsumen di dalam negeri. Jangan sampai dengan dalih keterbukaan dan persaingan yang semakin bebas nantinya justru menjadikan sudara sebangsa kita sendiri merana. Perlu adanya sinergi dan juga kesepahaman antara pemerintah dengan parlemen, antara eksekutif dengan legislatif. Kini bukan lagi saatnya untuk terus bertikai untuk hal-hal yang semestinya tidak perlu diperdebatkan. Kasus “Papa Minta Saham” sudah selesai. Kini saatnya untuk menatap masa depan baru Bangsa Indonesia untuk menjadi lebih baik, lebih sejahtera, dan lebih damai. Kami sebagai bagian dari Bangsa Indonesia sangat berharap bahwa Pemerintah dan DPR bisa 11/12 dalam memberikan daya dukung terhadap masyarakat sehingga bisa terlepas dari jerat kesulitan yang melanda. Harapan kami adalah setiap anggota masyarakat mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam kehidupannya.
Rekam jejak Bangsa Indonesia selama tahun 2015 ini tidak bisa dikatakan baik. Begitu banyak konflik dan permasalahan yang mengemuka ke hadapan publik sehingga menyita banyak waktu produktif dari sekian banyak orang yang seharusnya memberikan sumbangsih penting terhadap kemajuan bangsa. Menuju akhir tahun 2015 dimana semakin banyak yang melakukan review terhadap seluruh perjalanan sepanjang tahun 2015 dan melakukan evaluasi-evaluasi guna menemukan celah-celah untuk diperbaiki, maka saatnya kita menatap periode selanjutnya dengan lebih optimis. Setiap individu harus optimis, setiap institusi harus optimis, etiap lembaga, setiap komunitas, dan semua masyarakat Indonesia pun harus optimis bahwa kita bersama-sama mampu memenangi setiap tantangan yang ada di masa depan.
Namun sekali lagi patut diingat bahwa dua pilar penting Bangsa Kita, yaitu kekuasaan eksekutif atau pemerintah dan legislatif atau DPR, harus bertindak sebagaimana seharusnya fungsi mereka yang utama. Meski memiliki deskripsi tugas yang berbeda, akan tetapi tujuan mereka tetaplah sama. Orientasi yang mereka miliki juga seharusnya sama, yaitu masyarakat Indonesia. Kepentingan rakyat adalah yang utama. Titik. Seharusnya pemerintah dan juga para wakil rakyat senantiasa memiliki sikap dan pemahaman yang sama jika menyangkut kesejahteraan rakyat. Kalaupun ada silang pendapat, sebisa mungkin harus diselesaikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Rakyat kita tidak bisa menunggu terlalu lama, karena perut dan nasib masyarakat kita bukanlah sesuatu yang bisa menunggu terlalu lama. Itulah mengapa dulu ketika negara kita memproklamasikan kemerdekaannya kalimat “dalam tempo yang sesingkat-singkatnya” disampaikan. Karena pada dasarnya segala sesuatu yang baik harus disegerakan. Kami berharap bahwa ada keindentikan antara pemerintah dengan parlemen dalam bersinergi memajukan Bangsa Indonesia. Inilah saatnya. Kami masih percaya bahwa orang-orang yang kami pilih untuk menjadi pemimpin dan jug wakil kami adalah orang yang bisa dipercaya. Manusia yang cerdas dan hebat. Semoga Sang Mahakuasa senantiasa memberikan kekuatan kepada mereka agar selalu mampu menunjukkan kinerja terbaik. Aaminn.
Ditulis oleh : Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H