Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cium Tangan Gurumu

4 Oktober 2015   06:26 Diperbarui: 4 Oktober 2015   08:04 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menuntut ilmu, belajar memahami materi, atau menguasai suatu bidang tertentu adalah harapan yang wajar dimiliki oleh setiap orang yang tengah menjalani suatu program pembelajaran di suatu lembaga atau institusi formal maupun informal. Belajar menjadi seorang siswa di sekolah umum atau swasta, maupun sebagai santri di suatu pondok pesantren tidak akan bisa dipisahkan dari peranan seorang guru di dalamnya.

Bapak atau ibu guru memegang peranan penting dalam dunia pendidikan, diantaranya sebagai pengarah, fasilitator, dan tentunya sebagai panutan bagi murid-muridnya dalam memahami suatu bidang ilmu tertentu. Seorang guru adalah sosok yang membukakan cakrawala murid-muridnya melalui arahan-arahan, masukan, atau penambahan pengetahuan baru terkait disiplin ilmu tertentu. Sehingga guru menjadi sosok yang krusial dalam suatu proses belajar mengajar. Guru adalah instrumen penting dalam dunia pendidikan, baik dalam pendidikan formal seperti sekolah-sekolah mulai dari tingkat SD sampai SMA atau dari tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga tingkat Madrasah Aliyah (MA) maupun lembaga informal seperti pondok pesantren, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA/TPQ) dan lembaga pendidikan informal lain. Semua lembaga pendidikan tersebut membutuhkan keberadaan seorang guru.

Guru seperti yang diungkapkan sebelumnya adalah salah satu instrumen penting dalam dunia pendidikan. Meskipun peranannya seiring waktu ada yang dikurangi dengan menitik beratkan kegiatan belajar pada keaktifan para siswa atau santri untuk belajar dan menggali informasi-informasi penting perihal suatu disiplin ilmu, tetap tidak bisa dipungkiri bahwa guru masih menjadi elemen kunci dalam kesuksesan proses belajar dari seorang murid. Guru dianggap sebagai sosok yang paling kompeten untuk memahami disiplin ilmu bagi para muridnya. Guru adalah panutan bagi para murid dalam menjalani kegiatan belajar mereka.

Itulah mengapa guru dalam falsafah Jawa memiliki arti “digugu lan ditiru”, yaitu setiap kata-katanya bisa dijadikan sebagai panutan dan perilakunya bisa dicontoh (ditiru) oleh setiap muridnya. Guru memiliki peranan tidak hanya sebagai “penyampai” materi pelajaran dari suatu bidang tertentu saja seperti guru Matematika yang menyampaikan pelajaran Matematika, Guru Fisika yang menyampaikan pelajaran Fisika, Guru Biologi untuk pelajaran Biologi, dan lain sebagainya. Lebih dari itu, guru juga memberikan petuah atau nasihat kepada murid-muridnya dan menanamkan nilai-nilai positif kepada para muridnya. Itulah peranan dari seorang guru yang sebenarnya. Mereka lebih dari sekedar seorang pengajar, tapi mereka juga mendidik. Mendidik murid-muridnya untuk menjadi pribadi yang berkualitas, memahami materi pelajaran dari suatu disiplin ilmu, pun juga memiliki attitude yang baik kepada orang lain.

Berkaitan dengan peranan dari para guru dalam memberikan pendidikan kepada para muridnya, menjadi layak kiranya bagi mereka untuk mendapatkan penghormatan dari anak didiknya. Guru adalah sosok yang harus dihargai dan diberikan respek lebih oleh siapapun murid yang mengharapkan keberkahan dan manfaat dari ilmu yang mereka pelajari. Seorang Imam Besar Islam, Imam Syafi’i memaknai betul penghormatan terhadap guru ini. Bahkan dalam salah satu kisahnya Beliau rela memeluk orang yang berpakaian lusuh, kumal, dan kotor di hadapan murid-muridnya karena Beliau menganggap bahwa orang tersebut adalah orang yang berjasa memberikan Beliau pengetahuan tentang mana anjing yang masih kecil dan mana yang sudah dewasa sehingga akhirnya Beliau bisa menuliskan buku-buku fiqih. Penghormatan yang luar biasa bukan? Bahkan untuk pengetahuan yang mungkin bagi sebagian orang sangat sederhana atau mungkin ada yang menganggapnya tidak berguna. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita memberikan penghormatan kepada guru kita ?

Mungkin kita belum mampu untuk menjadi pribadi yang seluar biasa Imam Syafi’i dalam meresapi prinsip-prinsip menuntut ilmu. Namun setidaknya kita bisa berbuat lebih dalam memberikan penghormatan kepada guru-guru kita. Hal ini terutama bagi para murid yang saat ini tengah menuntut ilmu dalam suatu lembaga pendidikan agar mereka mendapatkan kemudahan dalam pemahaman pelajaran yang diikuti serta menjadikan ilmu yang mereka pelajari bermanfaat. Menghormati guru bisa dilakukan dengan berperilaku sopan dan santun terhadap guru, mendengarkan nasihatnya, dan yang sering diabaikan adalah mencium tangan dari guru kita. Ketika masih menjadi anak TK mungkin kita terbiasa untuk mencium tangan guru kita, seiring waktu dengan bertambah tingginya tingkat pendidikan kita semakin mengabaikan hal ini dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak penting untuk dilakukan.

Padahal mencium tangan guru adalah bentuk respek dan penghormatan kepada guru kita. Guru yang mendapatkan penghormatan lebih dari muridnya akan memiliki keridhoan bagi muridnya tersebut, sehingga sang murid akan lebih mudah menguasai materi pelajaran. Jangan sekali-kali membicarakan “kejelekan” dari guru kita. Karena terkadang seorang murid yang “sakit hati” karena mendapatkan teguran dari guru ketika proses belajar mengajar dengan seenaknya ketika berada “di belakang” sang guru malah membicarakan kejelekan-kejelekan dari guru tersebut, terlepas kejelekan tersebut benar atau salah. Namun bisa dikatakan bahwa itu merupakan bentuk ketidakhormatan kita kepada guru.

Menjunjung tinggi rasa hormat kepada guru dengan mencium tangan Beliau ketika selesainya proses belajar mengajar di kelas, atau ketika bertemu di tempat-tempat di luar sekolah adalah bentuk penghormatan yang pada dasarnya justru memberikan manfaat kepada diri kita sendiri. Kita akan mendapatkan kemanfaatan, kemudahan pemahaman, dan doa dari sang guru. Bukankah ini merupakan suatu keberuntungan? Mulai saat ini, siapapun diantara kita yang tengah menempuh pendidikan dimanapun berada ciumlah tangan guru kita. Minimal kepada mereka guru-guru yang akrab dengan kita. Atau bagi kita yang mungkin sudah menempuh masa-masa pendidikan sekolah, penghormatan itu bisa terus kita berikan tatkala bertemu Beliau dan mencium tangannya. Penghormatan itulah yang akan senantiasa menjadi “tambahan” doa bagi hidup kita.    

Ditulis oleh : Agil S Habib

Sumber gambar : http://www.suryaonline.co

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun