Mohon tunggu...
Agil Muhammad
Agil Muhammad Mohon Tunggu... Santri & Mahasiswa -

Mahasiswa yang masih belajar dan seringkali tidak belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perbedaan itu Rahmat, Benarkah?

2 Desember 2016   07:28 Diperbarui: 2 Desember 2016   07:38 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menanggapi pernyataan Ibn Hazm mengenai perbedaan dan persatuan, menurut penulis, dua kata di atas yakni perbedaan dan persatuan bukanlah kata yang berlawanan atau antonim. Antonim yang pas dari kata perbedaan adalah persamaan, sedangkan antonim dari kata persatuan adalah perpecahan. Jadi, bagi penulis ungkapan “Perbedaan itu rahmat” bukanlah kata-kata yang buruk. Perbedaan dan persamaan salah satu keindahan dari kehidupan karena ada beberapa hal yang memang tidak bisa sama dan akan jadi lebih buruk jika dipaksa sama. Tapi untuk perpecahan memang merupakan hal yang buruk, dan perpecahan memang selalu diawali dengan perbedaan. Karena itu persatuan itu penting meskipun terdapat perbedaan, karena dengan adanya perbedaan akan melengkapi satu sama lain, dan itulah keindahannya.

Permasalahan mengenai persatuan dan perbedaan ini memang harus didudukkan dalam porsi yang proporsional dan sesuai dengan konteksnya. Banyak juga ayat dalam al-Quran yang menyuruh kita bersatu, tetapi hal tidak berarti harus sama dalam segala persoalan. Al-Khattabi mencoba memberikan solusi dalam hal ini. Menurutnya, perbedaan dalam agama itu ada tiga macam. Pertama, dalam hal menetapkan wujud Allah dan ke-esa-anNya. Berbeda pendapat dalam hal ini akan menyebabkan kafir. Kedua, perbedaan dalam hal sifat-sifat Allah. Melawan atau berbeda pendapat dalam hal ini menyebabkan bid’ah. Dan ketiga, perbedaan dalam hal-hal yang tidak prinsip dalam hukum Islam atau yang lazim disebut masalah furu’iyah atau masalah khilafiyah, berbeda pendapat dalam hal ini merupakan rahmat dari Allah.

Menurut Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya Hadis-hadis Bermasalah menanggapi pernyataan al-Khattabi di atas, jadi dalam hal pertama dan kedua, umat Islam dituntut untuk bersatu pendapat. Atau dengan kata lain, dalam masalah-masalah yang prinsip, merrka dituntut untuk bersatu dan tidak berbeda pendapat. Karena dalam hal ini ayat-ayat al-Quran lah yang mengharuskan persatuan itu diterapkan. Sementara dalam hal ketiga, masalah-masalah furu’iyah, perbedaan pendapat itu tetap ditolerir selama hal itu timbul sebagai konsekuensi adanya ijtihad, bukan timbul karena kepentingan sempit dan sesaat. Dan kendati perbedaan yang ketiga ini dibenarkan, hadis di atas tetap tidak dibenarkan untuk dijadikan justifikasi.

Bahkan sebagaimana yang diungkapkan ulama-ulama di atas, dalam persoalan agama perbedaan bisa ditolerir, apalagi bila perbedaan tersebut dalam urusan dunia, seperti politik, hukum, ekonomi, sains, budaya dan lain-lain. Perbedaan akan sangat lumrah terjadi dalam memahami apapun, karena menurut budayawan Emha Ainun Nadjib atau yang akrab dipanggil Cak Nun, bahwa segala sesuatu itu subjektif meskipun biasanya dianggap sebagai objektif.

Tidak adil jika selalu memuji perbedaan, coba kita lihat buruknya perbedaan. Adanya perpecahan, permusuhan, kejahatan, terorisme, pemberontakan, rasisme, perceraian dan hal buruk lainnya semuanya disebabkan oleh perbedaan. Pengaruh negatif dari perbedaan ini akan timbul sangat parah jika kita tidak dapat mengendalikannya. Bahkan hal-hal yang buruk atau musibah bagi kita pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan, yakni perbedaan antara ideal kita dengan realitas yang terjadi. Jadi kita akan menganggap hal itu buruk atau musibah jika tidak sesuai atau berbeda dengan keinginan kita, dan bila sesuatu itu sesuai maka kita tidak menganggap hal itu adalah buruk atau musibah.

Setelah itu, mari kita coba lihat sisi positif dari perbedaan, bukankah persatuan itu juga muncul karena adanya perbedaan. Jika kita semua sama, maka tidaklah perlu perintah untuk bersatu. Dengan adanya perbedaan akan munculnya suatu rasa menghargai, menghormati, toleransi, cinta, kasih sayang, keindahan dan lain sebagainya. Semua itu ada karena adanya perbedaan yang dihadapi dengan cara yang baik.

Oleh karena itu, hargailah perbedaan. Bahkan dalam hal yang prinsip pun kita tetap harus menghargainya. Karena prinsip itu bagi kita dan belum tentu itu merupakan prinsip bagi orang lain. Apalagi jika itu urusan yang memang sewajarnya berbeda. Tidak perlu mensakralkan pendapat kita dan menyalahkan yang lain meskipun kita sangat yakin itu benar. Sebagaimana ungkapan Imam al-Syafi’i, “Menganggap benar dengan dengan hanya satu pandangan merupakan  suatu bentuk ketertipuan”. Dan kehidupan tidak akan seindah ini tanpa adanya dinamika perbedaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun