Tidak lengkap rasanya apabila merayakan sesuatu tanpa ada hidangan yang menemaninya. Bagi masyarakat keturunan Tionghoa makanan tradisional yang tidak pernah absen ketika Imlek adalah Kue Mangkok Beras. Tentunya kue mangkok tersebut memiliki cerita tersendiri mengapa menjadi makanan manis yang selalu ada ketika perayaan Imlek. Kue mangkok atau Fa Gao merupakan kue khas saat perayaan Imlek yang berasal dari Tiongkok tepatnya Tiongkok Selatan. Kemudian kue ini dibawa oleh pedagang menuju ke Indonesia, sehingga cita rasanya menyesuaikan dengan lidah Indonesia. Fa Gao dipercaya sebagai kue yang melambangkan kemakmuran dan keberuntungan. Kata Fa memiliki arti mengembang sebab menggunakan ragi ketika proses pembuatannya, sedangkan Gao memiliki arti kue atau dapat juga diartikan sebagai kemakmuran.
      Fa Gao memiliki tekstur yang padat dan empuk serta bagian atasnya mekar menyerupai bunga mawar, rekahan kue ini melambangkan harapan dalam kehidupan. Sekilas kue mangkok ini mirip dengan bolu kukus, namun tentunya berbeda karena bahan dasar pembuatan kue mangkok ini adalah beras yang diolah menjadi tepung beras, diberikan ragi tape singkong agar bisa mengembang dan tidak menggunakan santan karena ada kue mangkok beras yang menggunakan santan, sedangkan bolu kukus berbahan dasar dari tepung terigu yang dicampur dengan telur. Dahulu proses pembuatan tepung beras ini masih menggunakan cara yang tradisional yaitu dengan cara beras tersebut di tumbuk atau ditutu, namun seiring berkembangnya zaman, tekniknya berganti menjadi digiling menggunakan mesing sehingga menghasilkan tepung beras dalam kemasan dalam jumlah yang banyak dan tentunya praktis digunakan. Kue mangkok ini memiliki cita rasa yang manis. Yang menjadi pembeda dengan kue bolu yaitu, kue ini memiliki warna yang menunjukkan kebahagiaan, kemakmuran, dan kesejahteraan. Salah satu warnanya adalah merah muda cerah.
      Kue ini biasanya dihidangkan ketika perayaan dan uniknya, kue yang disajikan harus berjumlah ganjil, seperti 3, 5, 7, atau 9. Angka 3 melambangkan dunia dan akhirat, sedangkan angka 5 ke atas menunjukkan mampu atau tidaknya seseorang dalam merayakan upacara. Bagi masyarakat keturunan Tionghoa, jumlah tersebut juga melambangkan keberkahan, kebahagiaan, dan kemakmuran. Jadi, semakin banyak jumlahnya maka semakin bahagia dan makmur orang tersebut.
      Kue ini masih eksis namun cenderung hanya dapat ditemukan di beberapa pembuat jajanan pasar. Salah satu orang yang masih memproduksi dan menjual kue mangkok ini adalah Bapak Aris Artono seorang warga lokal. Setiap tahun ketika perayaan Imlek selalu banjir orderan dari langganannya orang keturunan Tionghoa yang beralamat di Muntilan dan sekitarnya serta wilayah Kabupaten Purworejo. Berdasarkan hasil wawancara, beliau mengatakan bahwa tiap tahun ketika Imlek harus mengirim pesanan Kue Mangkok Beras sebanyak minimal 1000 pcs. Beliau juga mengatakan bahwa biasanya orang yang memesan kue mangkok tersebut adalah masyarakat keturunan Tionghoa yang masih memegang teguh budaya leluhur mereka dari Tiongkok. Bagi mereka yang order kue tersebut, request kalau kue mangkoknya itu menggunakan alas daun pisang atau dalam bahasa Jawa namanya adalah takir, namun ada juga yang sebagian meminta menggunakan cup kertas biasa untuk kue.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H