Mahasiswa sastra inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas 17 Agustus 1945 mendapat kesempatan untuk mengikuti program Matching Fund yang dilaksanakan di Desa Plunturan, Kecamatan Pulung, Ponorogo yang berlangsung dari bulan September - Desember 2021. Dengan mengikuti berbagai rangkaian kegiatan yang telah direncanakan oleh tim Matching Fund, salah satunya yaitu penyusunan katalog produk budaya.
Desa Plunturan merupakan desa yang kaya akan keanekaragaman budayanya sehingga berpotensi untuk menjadi desa wisata budaya yang diharapkan tidak hanya dikenal oleh kalangan masyarakat Indonesia saja melainkan bisa sampai kewisatawan mancanegara. Desa ini memiliki wilayah yang cukup luas, terdiri dari 4 dusun diantaranya ialah dusun Suru, dusun Krajan, dusun Cabean, dan dusun Gadungan. Salah satu contoh seni kebudayaan yang bertahan dan lestari hingga saat ini yaitu seni Reyog. Kesenian ini memang sudah tidak asing lagi ditelinga semua orang. Kesenian ini sekaligus menjadi ikon khas Kabupaten Ponorogo bahkan sudah mendunia. Versi Reyog pun sangat beragam ada Reyog modern dan juga Reyog kuno. Menariknya desa Plunturan ini masih melestarikan Reyog kuno. "Sebenarnya kalau reog itu gaada bedanya cuman ada, sekarang ini ada yang melestarikan reog kuno seperti Mbah Ghani, Mbah Ghani ini yang dilestarikan itu reog kuno" Ujar Mbah Ghani (73), selaku pelaku kesenian yang berasal dari dusun Suru, hingga saat ini masih aktif dalam melestarikan seni Reyog Onggopati.
Tak hanya kesenian dan budayanya saja, kuliner juga memiliki peranan penting dalam menarik minat wisatawan yang akan berkunjung. Kuliner desa Plunturan yang bisa dinikmati ketika sedang berkunjung di desa ini seperti Gulai Cuwo. Kuliner yang berasal dari Dusun Gadungan ini memang tidak jauh berbeda dengan bahan utama yang digunakan untuk memasak gulai yaitu daging sapi, kambing, dan ayam. Keunikan yang dimiliki Gulai Cuwo ini terletak pada cara penyajiannya yang masih tradisional. Dihidangkan dalam "Cuwo", sejenis magkok kecil yang terbuat dari tanah liat sehingga membuat gulai memiliki cita rasa khas yang nikmat.
Berkaitan dengan kekayaan budaya yang beraneka ragam dan tersebar di desa Plunturan. Maka melalui program Matching Fund ini, kelompok sadar wisata (POKDARWIS) dalam kegiatan Penyusunan Katalog Seni dapat lebih mudah untuk mempromosikan potensi dan kekayaan budaya yang ada di desa Plunturan dengan cara membuat buku katalog desa yang berisi deskripsi dan fakta-fakta mengenai ragam produk budaya terutama bidang kesenian seperti Reyog, Jathilan, Ganongan, Tledekan, Tarian, Gambyong, Karawitan, Coke'an. Tidak hanya itu katalog ini juga berisi jenis-jenis kuliner yang ada seperti Nasi Angkruk, Gulai Cuwo, Punten, Pepes Ikan Asin, Nasi Bakar, dan Rujak Buah Cinde Raos.
Bentuk upaya agar nilai seni sekaligus nilai-nilai luhur budaya yang ada di desa Plunturan tidak luntur dan hilang ditelan zaman yaitu dengan mewujudkannya melalui kegiatan katalog seni. Selain itu dengan diadakannya Matching Fund ini diharapkan mampu untuk menumbuhkan kepedulian dan kesadaran dalam diri generasi muda Indonesia bahwa pentingnya melestarikan budaya warisan leluhur.
Jika bukan generasi muda yang akan menjadi penerus, lalu siapa lagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H