Mohon tunggu...
Agie Ginanjar
Agie Ginanjar Mohon Tunggu... Guru - Profil Saya

Pendidik serta pemerhati dunia pendidikan dan psikologi anak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memang Bersekolah Itu untuk Apa?

20 November 2020   12:52 Diperbarui: 20 November 2020   12:59 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://itjen.kemdikbud.go.id/public/img/post/post935.jpg

Tempo hari saya menyimak obrolan publik figur di salah satu acara podcast terkenal, dimana pada salah satu segmen pembicaraan, baik sang host maupun si bintang tamu sepakat bahwa bersekolah itu tidaklah penting, mereka sama-sama mengutarakan bahwa bagi orang-orang seperti mereka yang bukan berprofesi sebagai pegawai ataupun bekerja di instansi white collar, sekolah tidak memberikan apa-apa, karena mereka tidak memerlukan ijazah, rapor atau transkrip nilai. "We've got nothing from that s**t" serta "it's only wasting my years been there actually" cukup menggambarkan betapa mereka merasa tidak memperoleh apapun dari sekolah.

Sebagai seorang pendidik respon pertama saya sudah barang tentu mengernyitkan dahi tanda tidak setuju, merasa profesi saya tidak dihargai,  namun dalam beberapa detik kemudian dipikiran terdalam saya pelan-pelan mengamini pernyataan tersebut, sambil mencoba me-recall pengalaman pribadi, "apa yang saya dapatkan setelah selesai menempuh sekolah menengah atas? Bahkan apa yang saya peroleh setelah lulus kuliah?"

Jawaban spontan yang hadir tentu saja saya dapat ijazah, saya punya gelar sarjana, hingga saya bisa ikut seleksi pegawai negeri dan berhasil jadi pegawai. Namun jawaban yang saya peroleh tidak bisa membantah pernyataan publik figur tersebut. Lantas apalagi? Jawaban-jawaban lainnya yang terlintas terlalu klise untuk bisa dijadikan argumen pembantahan. Lalu saya mulai mencari jawaban dari apa yang sedang saya lakukan saat ini sebagai seorang pendidik, apa yang saya berikan kepada anak didik selama ini? 

Ketika berada di depan kelas memulai kegiatan pembelajaran, saya senantiasa menyampaikan pentingnya siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dalam hal ini mata pelajaran fisika. Namun kepentingan ini sifatnya klise, misalkan saya akan mengajarkan siswa tentang gaya gesek, saya akan mencontohkan motor yang tidak jatuh pada saat melaju kencang ditikungan, kontras dengan anak jatuh terpeleset ketika berlarian dilantai yang basah. Namun apakah memang informasi tersebut benar-benar penting? Sedangkan tukang ojeg yang hanyalah tamatan SD tenyata sangat piawai mengendarai sepeda motor  tanpa harus tahu fakta adanya gaya gesek dan prosedur kerja gaya gesek ketika mereka bermanuver di jalan raya.

Selama ini kita terlalu menekankan pada aspek pentingnya materi diketahui dan dipahami oleh siswa. Saya senang ketika ada siswa yang hafal prinsip kerja transformator, guru kimia bangga ketika siswanya hafal tata letak unsur pada tabel periodik, guru matematika suka dengan siswa yang bisa menyebutkan sudut-sudut istimewa pada materi trigonometri, guru biologi dengan siklus kreb nya, dan pada mata pelajaran lainnya. Pertanyaannya apakah semua siswa akan menggunakan pengetahuan-pengetahuan tersebut ketika mereka terjun ke masyarakat? Saya yakin 10% pun tidak. Lantas harusnya apa yang harus diberikan kepada siswa?

Mari kita lihat apa itu fungsi dan tujuan sekolah serta pendidikan yang ada didalamnya. Sekolah adalah lembaga formal tempat diselenggarakannya proses pendidikan, dimana menurut UU nomor 20 tahun 2003 tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sedangkan M.J Langeveld menjelaskan bahwa pendidikan pada hakekatnya adalah untuk proses mendewasakan agar manusia bisa  melaksanakan tugas hidupnya secara mandiri.

Saya menarik kesimpulan dari tujuan pendidikan diatas, bahwa pada hakekatnya pendidikan adalah proses melatih dan mengembangkan kemampuan afektif, kognitif dan psikomotor melalui materi pelajaran di sekolah, sehingga bukanlah penguasaan materi yang jadi tujuan utama yang harus ditekankan, akan tetapi melalui  permasalahan kontekstual yang kontennya berkaitan dengan materi pelajaran, siswa dapat membangun dan mengembangkan karakter religius, akhlak mulia, berjiwa sosial tinggi, gemar berliterasi, pandai menganalisis informasi, memiliki kemampuan penalaran tinggi, berpikir kritis, dan kreatif sehingga lahirlah manusia yang berani melahirkan ide,  gagasan serta aksi nyata dalam rangka memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi.

Diakhir saya teringat ucapan rekan kuliah yang sekarang jadi HRD disalah satu perusahaan, dimana dia lebih senang merekrut lulusan SMA dibandingkan anak SMK sebagai karyawan kerja kasar, alsannya simpel, karena lulusan SMA kosong sehingga lebih gampang dibentuk, satu detik saya bangga mendengar nya, namun sepersekian detik kemudian saya tersadar maksud kata kosong disana artinya benar-benar kosong, tidak berisi, hanya dibungkus ijazah dan rapor. Kurang ajar memang teman saya ini, padahal dia juga lulusan SMA:)

Lantas memang benarkah tidak ada sama sekali  nilai hidup serta skill yang diperoleh di sekolah (SMA)?. Saya rasa ada, namun entah itu karena memang sudah biasa atau tidak signifkan perbedaannya jika dibandingkan dengan anak yang tidak sekolah.  Mudah-mudahan dengan berbagai usaha perbaikan serta inovasi kreasi dari berbagai pihak, terutama kita sebagai guru, kelak orang tua mengantarkan anak sekolah dengan penuh keyakinan bahwa setelah anaknya lulus sekolah, anak tersebut sudah siap menghadapi berbagai tantangan jaman dengan dipersenjatai berbagai hardskill dan softskill yang sudah dibentuk dan dikembangkan di sekolah. Wallahu alam.

[Sumber Blog Pribadi]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun