Unilever adalah salah satu perusahaan multinasional yang bergerak di bidang produksi barang konsumen. Didirikan pada tahun 1929, Unilever memiliki kantor pusat di London, Inggris, dan Rotterdam, Belanda.Â
Perusahaan ini memiliki portofolio produk yang mencakup kategori makanan, minuman, perawatan pribadi dan perawatan rumah tangga. Beberapa merk terkenal yang dimiliki oleh Unilever antara lain Dove, Sunsilk, Lifebuoy, Wall's, dan Rinso.
Di Indonesia, Unilever hadir sejak tahun 1933 dan menjadi salah satu pemain utama dalam industri barang konsumen. Perusahaan ini memiliki sejumlah pabrik produksi serta jaringan distribusi yang luas. Komitmen Unilever terhadap keberlanjutan tercermin dalam strategi bisnisnya, termasuk program pengurangan jejak karbon dan inovasi produk ramah lingkungan.
Namun beberapa bulan ke belakang, Unilever kerap menjadi bahan perbincangan masyarakat, karena di duga bekerjasama dengan Produk Zionisme. Dan pada akhirnya Produk Unilever ini terjadi pemboikotan oleh masyarakat setempat.
Pemboikotan terhadap prodok-produk Unilever menjadi salah satu fenomena menarik untuk dianalisis, mengingat perusahaan ini adalah salah satu pemain besar dalam industri barang konsumsi. Pemboikotan seringkali dipicu oleh isu-isu sensitif, seperti kebijakan perusahaan, pelanggaran etika, atau pandangan politik yang dianggap kontroversial oleh konsumen. Dampaknya dapat berupa penurunan penjualan, rusaknya citra merek, hingga tantangan dalam mempertahankan loyalitas konsumen.
Dalam konteks ini, Unilever sebagai perusahaan global harus mampu menyusun langkah-langkah strategis untuk memitigasi dampak negatif pemboikotan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat.Â
Setelah penulis mewawancarai seorang Supervisor yang bekerja di Perusahaan Unilever, beliau menyampaikan bahwa, "Boikot ini sebenarnya menjadi momen bagi perusahaan untuk lebih baik. Kami berusaha untuk tidak hanya memenuhi harapan konsumen, tetapi juga menjadi perusahaan yang benar-benar bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan"
Tuntutan transparansi dan tanggung jawab menjadi pendorong utama aksi ini. Unilever merespon boikot dengan langkah strategis, seperti meningkatkan dialog dengan konsumen, memperkuat inisiatif keberlanjutan, dan mengedukasi publik tentang komitmen perusahaan.Â
Dampak boikot terasa pada penurunan penjualan beberapa produk, namun Unilever tetap optimis dengan perbaikan yang dilakukan. Konsumen memainkan peran penting dalam mendorong perusahaan untuk lebih bertanggung jawab. Fenomena ini menegaskan bahwa aksi kolektif, seperti boikot, dapat menjadi alat efektif untuk mempengaruhi kebijakan perusahaan.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI