Pada kehidupan sehari-hari, kita sebagai makhluk sosial pasti melaksanakan kegiatan komunikasi untuk menunjang segala hal yang akan kita lakukan. Sejak bangun tidur dan berkegiatan di pagi hari hingga tertidur kembali di malam hari, kegiatan komunikasi akan selalu melekat dalam diri kita. Jadi, apa komunikasi itu? Komunikasi merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih dengan berisi pesan tertentu serta berharap adanya feedback di dalam komunikasi tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari, pastinya manusia akan bertemu dan berinteraksi dengan manusia dari berbagai strata sosial serta bermacam karakter dan usia. Acap kali kita bingung, komunikasi seperti apa yang harus diterapkan dalam melaksanakan kegiatan interaksi sosial terutama dengan manusia yang notabenenya berbeda strata, usia, serta karakter? Karena dalam kegiatan komunikasi, hambatan bisa saja terjadi akibat kurangnya kesadaran kita dalam menerapkan komunikasi yang baik, benar, dan sesuai dengan lawan bicara. Namun, ketika kita sadar betapa pentingnya menerapkan sebuah strategi dalam berkomunikasi, maka kita akan menyusun sebuah strategi komunikasi dan tidak akan salah langkah serta dapat terminimalisir adanya hambatan ketika melakukan kegiatan komunikasi.Â
Kadang kala, komunikasi juga harus memiliki strategi tertentu dalam pengimplementasiannya. Strategi ini bertujuan agar pesan yang kita sampaikan dalam kegiatan komunikasi dapat diterima oleh lawan bicara dan tidak menimbulkan hambatan komunikasi. Dalam menyusun strategi komunikasi, kita dapat menentukannya dengan mengetahui dan mempelajari lebih dalam apa itu komunikasi serta menjadikan ilmu komunikasi sebagai acuan kita untuk berstrategi dalam kegiatan komunikasi, salah satunya adalah dengan teori komunikasi. Mengapa teori komunikasi? Seperti yang telah kita ketahui, sebuah teori terbentuk merupakan hasil jerih payah dari proses yang tidak singkat. Tak diherankan apabila teori menjadi sebuah acuan para manusia untuk membantu dalam menopang pendapat, fakta, asumsi, dan lain sebagainya. Teori komunikasi memanglah banyak jenisnya, namun terdapat satu teori yang dapat membantu kita dalam menyusun strategi dalam mengantisipasi sebuah hambatan komunikasi yang disebabkan oleh adanya perbedaan strata sosial dan usia serta karakter yang beragam. Teori ini adalah Communication Accommodation Theory, di mana teori ini merupakan sebuah teori komunikasi yang berbicara tentang perubahan perilaku seseorang untuk menyelaraskan komunikasi dengan lawan bicaranya dan sejauh mana seseorang menganggap lawan bicaranya selaras dengan mereka.
Dalam Communication Accommodation Theory, terbagi menjadi dua aspek proses komunikasi yaitu konvergensi dan divergensi. Pada artikel kali ini, kita akan membahas dua aspek tersebut. Konvergensi merupakan proses di mana seseorang ketika berkomunikasi akan menyesuaikan diri dengan lawan bicaranya. Hal ini dilakukan karena persepsi mereka tentang ucapan atau perilaku dari orang lain atau lawan bicaranya tersebut. Seperti halnya ketika kita berbicara dengan seseorang yang lebih muda dari kita secara tak sadar di dalam otak akan muncul banyak pertanyaan, seperti bagaimana dan apa yang harus diterapkan ketika kita berbicara dengan lawan bicara yang memiliki usia lebih dini dari kita. Dan secara spontan kita akan menurunkan intonasi suara dan mengeluarkan kalimat-kalimat yang lebih mudah dipahami oleh lawan bicara. Konvergensi ini juga biasa dilakukan ketika seseorang tertarik dengan lawan bicaranya. Ketika hal ini sudah terjadi di dalam diri seseorang terutama pada komunikator, maka kegiatan interaksi kedua perilaku komunikasi tersebut akan selaras dan merasa lebih 'nyambung'. Jika dilihat dari penjelasan sebelumnya, konvergensi adalah suatu hal yang positif dalam proses komunikasi, namun pada kenyataannya konvergensi juga memiliki sisi negatif tersendiri. Contoh saja ketika kita bertemu dengan seseorang yang memiliki keterbatasan dalam berbicara, bisa saja kita akan spontan menyelaraskan diri dengan lawan bicara yang memiliki keterbatasan tersebut karena munculnya stereotip dalam benak kita, yaitu kita harus menyelaraskan diri dengan lawan bicara yang memiliki keterbatasan tersebut agar komunikasi kita diterima. Namun, hal tersebut dapat membuat lawan bicara dalam keterbatasan ini merasa direndahkan dan kasus tersebut dinamakan overaccommodation di mana seseorang akan menyelaraskan diri secara berlebihan terhadap lawan bicara yang memiliki keterbatasan tersebut walaupun sebenarnya kita tidak bermaksud melakukan hal seperti itu.
Pembahasan kedua adalah divergensi. Divergensi sangatlah berbeda dengan proses konvergensi, di mana divergence ini terjadi ketika pelaku komunikasi yang terkait tidak menunjukkan adanya kesamaan, dalam artian mereka melakukan kegiatan komunikasi dengan tidak memedulikan satu sama lain dan tidak adanya upaya untuk mencapai keselarasan dalam berkomunikasi. Namun dari pernyataan divergensi tersebut, tidak menjadikan pelaku komunikasi yang lain menjadi acuh terhadap pelaku komunikasi lainnya dan divergensi tidak sama dengan inattentiveness (tidak memberi perhatian), melainkan penerapan divergensi oleh sebagian orang karena ingin memisahkan diri dari lawan bicara dan percakapan yang berkelanjutan. Hal tersebut terjadi atas dasar tak adanya ketertarikan satu sama lain, atau salah satu pihak dari pelaku komunikasi tersebut untuk mencapai komunikasi yang selaras. Selain alasan itu, sebagian orang menerapkan divergensi untuk menjaga identitas sosial. Seperti halnya salah satu contoh, ketika Presiden Soeharto menyampaikan sebuah pidato menggunakan bahasa Indonesia meskipun di hadapan para Diplomat. Usut punya usut, apa yang Presiden Soeharto lakukan adalah untuk mempertahankan identitasnya sebagai penduduk negara Indonesia. Divergensi juga tak selamanya dipandang buruk, kadang kala divergensi perlu untuk diterapkan oleh sebagian orang untuk menunjang kegiatan komunikasinya. Seperti contoh dalam kegiatan interaksi dosen dan mahasiswa, dipastikan dosen akan lebih dominan dan lebih tidak memerhatikan keselarasan dalam berbicara karena untuk menunjukkan pengalaman dosen yang lebih banyak ketimbang mahasiswanya.
Jadi, dapat disimpulkan dari penjelasan di atas terkait teori komunikasi akomodasi bahwa strategi dalam kita melakukan sebuah kegiatan komunikasi sangatlah diperlukan. Hal ini tentunya untuk mengantisipasi timbulnya hambatan-hambatan yang dapat terjadi dalam kegiatan komunikasi yang akan diimplementasikan. Namun dalam menerapkan strategi komunikasi, tentunya kita harus mengidentifikasi terlebih dahulu proses mana yang paling tepat untuk diterapkan dalam kita berkomunikasi dengan orang lain. Terkhusus ketika kita akan menjadikan teori komunikasi akomodasi sebagai acuan untuk melakukan interaksi, jangan sampai salah langkah dalam menerapkan strategi terhadap lawan bicara kita. Selain kita mengacu dalam berstrategi komunikasi menggunakan teori komunikasi, kita juga dapat menganalisis strategi maupun gaya seseorang dalam berkomunikasi dengan kita. Ketika kita telah berhasil menganalisis cara seseorang dalam berkomunikasi dan terindikasi bahwa strategi atau penyampaian pesan oleh lawan bicara keliru dan tidak mengenakkan hati, maka kita lebih tau apa yang harus dilakukan ketika menghadapi sebuah problematika interaksi atau ketika terjadinya hambatan-hambatan dalam kegiatan komunikasi. Semoga artikel ini bermanfaat dan dapat kita terapkan dalam kegiatan komunikasi sehari-hari kita untuk meminimalisir adanya hambatan-hambatan komunikasi yang dapat terjadi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H