Mohon tunggu...
Agheelz Milza
Agheelz Milza Mohon Tunggu... lainnya -

Senang memperhatikan sekitar, merekamnya dalam pikiran lalu menuangkannya dalam tulisan. Kadang-kadang juga senang memotret.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pahlawan Dan Opera Elit Militer untuk Masyarakat

16 April 2013   22:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:05 5269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin ada yang mengalami secara langsung dan berada di lokasi saat kerusuhan 14 Mei 1998 di Jakarta. Atau mungkin ada yang mengalami tidak langsung tetapi terkena imbasnya. Masyarakat Jakarta saat itu dilanda kecurigaan, was-was, ketakutan akan sesuatu yang tidak pasti. Banyak yang mengira akan terjadi kudeta terhadap pemimpin saat itu, Presiden Soeharto meski akhirnya presiden memutuskan untuk berhenti menjadi kepala negara dan memerintah negara.

Saat kerusuhan Mei 1998 itu, masyarakat khususnya mahasiswa berhadapan dengan aparat negara seperti polisi dan TNI AD dalam hal ini kopassus. Moncong senjata api mengarah kepada rakyat dan entah dari mana asalnya tembakan-tembakan yang membungkam para demonstran. Membungkam mahasiswa selama-lamanya. Polisi dan TNI AD melindungi kepentingan penguasa dan pejabat. Suasana benar-benar kacau dan anarkis terjadi dimana-mana.

Setelah kacau melanda Jakarta, lalu muncul TNI AL menebarkan pesona dengan senyum simpatik. Di darat mereka menurunkan marinir sedangkan di laut, kapal perang mereka dari armaritim menunggu. Tank dan panser memasuki Jakarta lengkap dengan persenjataan berat. Para marinir itu tidak mengarahkan moncong senjata apinya ke rakyat tetapi menyelempangnya ke belakang. Dengan senyum simpatik menenangkan demonstran dan warga Jakarta serta senjata yang diselempang ke belakang, mereka membelakangi demonstran dan saling berhadapan muka dengan kopassus yang memegang senjata di depan. Beberapa anggota marinir bahkan tidak membawa senjata. Suatu peristiwa yang langka yang disaksikan demonstran dan warga Jakarta serta disiarkan melalui beberapa media televisi.

Jadi korps marinir bisa menenangkan warga Jakarta dan dengan cepat mendapat tempat di hati masyarakat pada saat itu. Bukan hanya warga Jakarta yang merasa ”dekat” dengan marinir tetapi juga hampir seluruh masyarakat Indonesia sebab kerusuhan terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Apakah ini hanya permainan opera para elit penguasa dan militer? Jika ya, maka mereka sudah berhasil memainkan opera tersebut. Selama beberapa tahun, warga Jakarta selalu mengingat pahlawan mereka yaitu marinir. Banyak pemuda yang ingin menjadi anggota TNI AL, para ibu menginginkan anak lelakinya menjadi marinir, dan para gadis mengharapkan mendapat pacar dari marinir. Tidak berlebihan memang sebab saat itu marinir benar-benar masuk kedalam hati dan pikiran mereka. Lalu kopassus dari TNI AD masuk kotak, selesai. Tidak ada yang menganggapnya lagi. Tidak ada yang sudi membicarakannya. Saat itu, marinir adalah pahlawan.

Bertahun-tahun kemudian masyarakat dikejutkan dengan penyerangan pos polisi yang dilakukan anggota TNI AD pada 7 Maret 2013 di Ogan Komering Ulu, Palembang. Hal itu karena anggota polisi lalu lintas dengan ringannya melepaskan tembakan yang mengenai tubuh korban yang kebetulan anggota TNI AD. Korban tembak seorang anggota TNI AD, Pratu Heru akhirnya meninggal dunia. Teman-teman anggota TNI AD tidak menerima perlakuan polisi tersebut dan menuntut untuk diproses secara hukum dengan cepat. Entah mengapa para anggota TNI AD itu tidak percaya dengan pelaksanaan hukum dan kebetulan polisi juga gagal menghadirkan pelaku. Puluhan anggota TNI AD dengan pakaian loreng mengendarai sepeda motor dan truk mendatangi polres OKU ingin menanyakan kasus teman mereka yang tewas. Merasa tidak mendapatkan jawaban memuaskan akhirnya pos polisi resor tersebut dibakar dan beberapa mobil polisi ikut dihancurkan. Tercatat 4 orang polisi ditusuk dan salah seorang diantaranya adalah Kapolres dalam kondisi kritis.

Belum seutuhnya reda kasus di Ogan Komering Ulu, Palembang Sumatera Selatan, masyarakat dikejutkan lagi dengan kasus dibunuhnya 4 tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman Jogjakarta. Ke-4 tahanan itu diketahui warga Jogja sebagai preman yang kerap meresahkan warga terutama terkait narkoba. Lalu setelah melalui beberapa tudingan bahkan ada yang menyebutkan ulah dari sesama polisi juga, muncullah 11 orang anggota kopassus yang mengakui perbuatan mereka dan mengaku akan mempertanggung jawabkan tindakan mereka. Hal ini dipicu pembalasan dendam terhadap rekan anggota kopassus mereka Serka Heru Santoso yang dikeroyok dan ditikam hingga tewas di Hugo’s Cafe pada 19 Maret 2013.

Reaksi warga Jogja beragam tetapi umumnya mereka menganggap 11 orang anggota kopassus itu sebagai pahlawan. Spanduk dan baliho bertebaran di jalan-jalan mendukung kopassus. Belum lagi status pengguna akun di beberapa situs pertemanan yang jelas menyatakan jika kopassus itu pahlawan. Orang-orang yang merupakan keluarga atau teman dari anggota kopassus merasa bangga. Bahkan orang yang tidak ada hubungan apa pun dengan kopassus ikut menyatakan dukungan dan menganggap mereka sebagai pahlawan. Dan anggapan mereka sebagai pahlawan itu menyebar hampir ke seluruh Indonesia. Kopassus dan TNI AD sekarang sedang diatas angin. Masyarakat sudah lupa dengan kejadian Mei 1998 lalu.

Lalu dengan memanfaatkan beberapa kejadian itu, para pemimpin partai yang kebetulan juga berasal dari TNI AD dan kebetulan sekali juga berasal dari kopassus tiba-tiba saja terlihat sibuk sana sini. Mereka tidak menyatakan apa pun tentang kasus itu. Tidak berpendapat sebab biarlah masyarakat yang menyimpulkan sendiri mungkin demikian pikir mereka. Jangan lupa, jelang tahun 2014 adalah pemilihan presiden. Kini kopassus sedang bangkit menarik simpati masyarakat, lupakan marinir. Masyarakat seolah digiring kepada permainan elit militer. Siapakah nanti yang berhak menjadi presiden atau kepala negara?

Mungkin saat ini masyarakat sedang demam pahlawan, demam kopassus dan tentunya ini harus dijaga dengan baik jangan sampai nanti akan hilang lagi. Jadi, masyarakat sekarang sedang menantikan pertunjukan opera selanjutnya. Dan masyarakat nanti yang akan memilih, opera dari mana yang akan ditonton atau bahkan masyarakat ikut pula menjadi pelakon didalam opera itu. Lupakan marinir. Nanti saja kalau terjadi suatu kerusuhan atau mungkin memang dibuat kerusuhan, keluarkan lagi marinir dan TNI AL. Lagi pula seperti awal pembentukan mereka yang berkiblat kepada USN (United State Navy) mereka hanya tunduk kepada perintah komandannya, KASAL, bukan kepada Panglima TNI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun