Sebaliknya kita harus memelihara rasa bangga pada hasil akhir yang dilakukan anak-anak otentik, dan memberikan umpan balik tentang bagaimana mereka dapat terus meningkatkan kinerjanya. Mempertahankan kesadaran belajar mandiri, walau hasilnya belum maksimal, tetapi otentik patut kita beri apresiasi. Namun, adakalanya kita memadamkan api kecil hanya karena ingin melihat api unggun yang besar (terlalu menuntut semua sempurna) ini juga perlu pertimbangan.
Bila mereka mampu mempertahankan gairah ingin belajar yang kuat baik dari dalam maupun dari luar dirinya (lingkungan belajarnya), berarti anak telah tumbuh motivasi intrinsik sekaligus motivasi ekstrinsik dalam dirinya.Â
Pada akhirnya, apapun pekerjaan dan tugas yang diembankan selalu tuntas. Tugas diselesaikan level demi level kesulitan (seperti main game). Mereka Ke sekolah pergi mengejar prestasi bukan menjadikan sekolah tempat bermain. Tapi belajar sambil bermain, mencoba dan  melakukan, bekerja meningkatkan kompetensi sesuai jenjang dan umurnya.Â
ANAK PUNYA KEKUATAN
Banyak yang percaya bahwa anak-anak itu pada dasarnya telah dibangun dengan ketahanan fisik yang tidak mudah lelah. Lihatlah ketika dia bermain dan berlarian. Dengan demikian, tidak ada patokan hari belajar buat anak anak harus 90 persen atau 50 persen. Berapapun persentasenya waktu belajar yang diberikan, bila anak itu telah punya motivasi instrinsik sekaligus ekstrinsik akan mampu ia selesaikan. Perlu kita sadari, kinerja setiap anak mungkin berbeda, tergantung kecepatan masing-masing dalam mengolah informasi menjadi pengetahuan. Dan kecepatan itu bisa mereka tingkatkan terus.Â
Sekolah adalah kewajiban. Setiap siswa tapi harus  belajar itu pilihan. Siswa hanya bisa menemukan kesuksesan jika mereka mengerti peran aktif mereka; tidak pasif. Anak-anak tidak mungkin bisa mewujudkan mimpi jika hanya belajar asal-asalan tanpa sebuah motivasi yang kuat. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik dalam dirinya.Â
MOTIVASI INTRINSIK DAN PELAYANAN ANAK
Martin Luther King Jr berkata, "Setiap orang bisa menjadi hebat, karena setiap orang dapat melayani" - sebuah pemikiran yang mengenali dampak dan kekuatan melakukan (melayani) sesuatu bagi orang lain. Namun, pelayanan belajar kurang ditekankan oleh banyak sekolah. Siswa memperoleh kepuasan intrinsik yang kuat ketika membantu orang lain. Siswa yang sedang berjuang jadi pembaca yang baik, Â lebih percaya diri lagi ketika ia kompeten, dan mampu pula mengajari temannya membaca.Â
Siswa harus merasa bahwa sekolah tempatnya menuntut ilmu adalah miliknya. Ia juga harus merasa memiliki sekolah dan sekolah memilikinya. Hubungan rasa memiliki diperlukan peran sekolah, memberi mereka peran dalam menjadikan sekolah sebagai lingkungan yang positif, seperti berpartisipasi dalam patroli keselamatan di jalan raya, usaha kesehatan sekolah, mengurus OSIS, mengenal sampah (organik dan nonorganik dan daur ulang), menjaga kebersihan ruang publik, cara menghadapi intimidasi, bekerja sama dengan komite sekolah untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan kenakalan remaja dan sebagainya. Menjadikan mereka 'kontributor' untuk kebaikan sekolah dan penghuninya dengan cara yang positif membawa kepuasan intrinsik sekaligus ekstrinsik kepada siswa. Lagi-lagi itu akan meningkatkan rasa kompetensinya.
MENGUNCI KEKUATAN YANG DIMILIKI
Kompetensi didorong oleh rasa ingin tahu dan ketertarikan. Guru perlu mengasuh keduanya. Tapi seperti kita ketahui, pendidikan bukan kegiatan tersendiri; Ini adalah kegiatan tim. Jadi pendidik harus bekerja sama untuk mengajukan pertanyaan tentang di mana anak tertentu mengekspresikan minat, menunjukkan keingintahuan, dan pandai memilih kegiatan sesuai minat dan bakat. Di mana Ia akan mampu berprestasi di bidang yang diminatinya.Â