Kau datang padaku sama persis dengan liriknya lagu "Slank - Maafkan". Memang itu bukan lagu era kita. Tak sengaja mendengar kemarin. Mirip memang, atau itu kumirip-miripkan dengan kisahku. Malah sering kudendangkan setelahnya. Benar, jika cinta menjajah diriku. Lagu-lagu yang kudengar hampir sama persis dengan kisah cintaku nantinya. Apakah aku tersugesti? Atau memang kisah cinta yang kualami bersifat biasa-biasa saja. Seperti orang Indonesia lainnya.
Kau gadis yang kucintai kemarin. Matamu elok. Tumbuhmu tak segempal orang katakan. Tapi benar, kau gadis yang kucintai kemarin.
Bernyanyi kembali bersama Slankers ujung gang. Ku meminta mereka untuk menggitarkan " Maafkan". Menunggumu, yang menjanjikan bisa datang, malam itu, atas permintaanku. Kenapa tak boleh datang menjemput langsung kerumahmu? Aku tak takut kakak dan bapakmu! Benar, aku mengalah diawal. Belum menjadi apa-apa dirimu kini. Ikuti saja permainanmu dulu.
Kau datang bersamaan lagu itu berakhir. Setelah berjabat tangan sahabat dengan pemuda ujung gang, kemudian kita jalan. Katamu kau ingin pergi ke Pasar Malam tetangga desa. Mari kesana dengan motor bututku! Melajulah kita. Kau bersandar terlalu dekat. Dadamu menyentak sehabis tikungan, rem kusengaja, dan pelukan eratmu entah karena apa.
" Kau sudah makan?" tanyaku.
" Sudah, mas'e?"
" Aku sudah"
Hanya itu percakapan di perjalanan. Perjalanan malam tak seindah terbayangkan. Hanya ujung sawah tak terlihat, kebun-kebun mangga dan rumah tanpa PLN. Hampir sama suasananya. Sepi menghitam. Suara kerontang knalpot menandakan keberadaan kita dijalan. Rambutmuu tergerai terpaan angin. Aku ingin sekali memandangnya.
Di pasar malam, kita hanya melihat berputar. Tanpa perlu menaiki wahana anak-anak. Sebungkus kacang dan menunggumu lama memilih sandal. Adalah cerita selanjutnya. Dangdut itu semakin ramai saja, namun kau bilang ingin pulang. Oke, secepat itu, meninggalkan dangdut kesukaan semua orang. Padahal disana akan bertemu dengan banyak orang desa, bisa pamer, bisa jalan denganmu.
Kita pulang dengan jalan yang sama dan pelukan eratmu yang sama pula. Walau tanganmu yang satu memegang tas kresek sandal baru. Eratnya masih sama. Hanya itu yang kusuka, darimu sejak itu.