Parangtritis sebagai salah satu lokasi masuk wilayah Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY sudah dikenal sejak lama. Terutama para wisatawan yang hendak/berkunjung ke Yogyakarta seringkali mengagendakan kunjungannya ke Pantai Parangtritis yang eksotis, dengan kekhasannya yaitu menikmati sunset dan gumuk pasir yang ada di sana.
Kawasan pantai yang berjarak sekitar 27 kilometer dari Kota Yogyakarta ini menawarkan keindahan alam yang memang tidak sama dengan wisata-wisata pantai lainnya. Di sisi timur nampak dataran tinggi/alam pegunungan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Gunungkidul, selebihnya terdiri daratan rendah.
Sedangkan di sisi utara pantai berjajar kearah barat memanjang pemandangan gumuk pasir (sand dune) dengan hamparan pasirnya yang halus bergelombang. Terbentuknya gumuk pasir yang berproses secara alamiah ini tidak pernah ditemui di lokasi-lokasi wisata pantai di Indonesia.
Bagi anda yang pernah ke pantai Parangtritis, untuk berwisata atau menikmati lingkungan/alam sekitar -- bahkan telah beberapa kali berkunjung tentunya memiliki kesan tersendiri. Namun yang jelas, dilihat dari tahun ke tahun menampakkan ada perkembangan pengunjung disamping pantai-pantai wisata lain di wilayah selatan DIY.
Terutama di hari-hari liburan sekolah, hari besar seperti Lebaran, Natal, dan Tahun Baru, sepanjang jalanan menuju Parangtritis selalu nampak hilir mudik kendaraan bermotor padat merayap. Hal ini mengindikasikan bahwa Pantai Parangtritis masih menjadi idaman sebagai tujuan/obyek wisata yang tidak bisa dilupakan.
Dalam catatan perjalanan, Parangtritis sebagai obyek wisata telah memberikan pemasukan daerah dilihat dari perolehan retribusinya. Dari pendapatan asli daerah (PAD) tahun 2017 yang mencapai Rp16,68 milyar - Pantai Parangtritis menyumbang PAD terbesar Rp14 miliar lebih. Disusul Pantai Samas sebesar Rp1,4 miliar, Pantai Gua Cemara sebesar Rp 286 juta, Pantai Pandansimo Rp 601 juta, Pantai Kwaru Rp 177 juta, Gua Selarong Rp132 juta dan Gua Cerme menyumbang pendapatan hanya Rp 35 juta, pendapatan sah lainnya Rp 9,1 juta. Lengkapnya di sini.Â
Dilihat dari jumlah kunjungan dan pendapatan retribusinya menunjukkan bahwa Parangtritis masih menjadi magnit wisata yang belum tersaingi hingga kini. Namun demikian, kawasan eksotis ini perlu terus berbenah diri, apalagi tidak lama lagi jalan lintas selatan akan segera selesai, ditambah bandara baru di Kulonprogo 2019 akan diresmikan -- pastinya kunjuungan wisata diprediksi meningkat seiring dengan infrastruktur transportasi yang memadai.
Untuk mencegah kejenuhan dan agar Pantai Parangtritis tidak stagnan, maka sentuhan-sentuhan dalam rangka pengembangan perlu dilakukan. Menata kawasan pantai tanpa menghilangkan kearifan lokalnya menjadikan pilihan yang bijak sehingga pantai ini tetap menarik para wisatawan. Langkah sinergis secara lintas sektoral tentunya akan membuahkan keputusan yang komprehensif dan memenuhi berbagai kepentingan.
Banyak faktor ataupun kepentingan yang layak dicermati. Di seputaran Parangtritis  terdiri atas kawasan yang perlu diketahui, ada kawasan lindung hutan wisata, kawasan lindung budaya dan religius, kawasan lindung gumuk pasir, sempadan pantai, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perikanan darat, perikanan laut, kawasan pemukiman, dan kawasan pengembangan wisata.
Dengan mengetahui dan memahami kawasan-kawasan tersebut, siapapun (termasuk bilamana mungkin masuknya investor) tidak asal-asalan memanfaatkan lahan yang ada disana. Fungsi-fungsi beberapa kawasan yang sudah memenuhi ekosistem  dan budaya setempat perlu dipertegas melalui sistem zonasi, ditata dan dikembangkan sesuai nilai yang terkandung didalamnya.
Menata dan mengembangkan kawasan Parangtritis juga tidak mungkin terlepas dari peran Kraton Yogyakarta, terlebih sebagian besar lahan pesisir selatan ini sebagai Sultan Ground (SG) yang sekaligus mempunyai nilai filosofis (Gunung Merapi, Kraton, dan Pantai Selatan). Â Karenanya, penataan dan pengembangan kawasan pantai ini perlu mengacu/tidak bisa terlepas dari kepentingan Kraton Yogyakarta.