"Dunia tidak pernah berhenti berputar" Itu yang ia percayai. Namun ada kalanya dunia seolah berhenti berputar, dunia seolah berjalan sangat lambat, dunia seolah berhenti untuk ia seorang. Berdiri di ujung jurang dan tinggal menunggu waktunya untuk jatuh. Si Sahabat Kegagalan berpikir demikian, tetapi apakah betul seperti itu?
Si Sahabat Kegagalan merasa hidupnya sudah cukup baik, hingga kini ia duduk di bangku sekolah menengah atas. Namun bukan berarti selama masa pendidikannya ia tidak pernah mengalami kegagalan. Selama duduk di bangku sekolah menengah atas tercatat telah lima kali ia menerima kegagalan.
Kegagalan pertama saat ia baru duduk di bangku sekolah menengah atas, kegagalan kedua dan ketiga saat ia sudah menjalani setengah masa pendidikan sekolah menengah atasnya. Â Kegagalan keempat tepat sebelum kegagalan kelima dan sekarang tepat hari ini kegagalan kelimanya.
Perlahan tapi pasti ia mulai paham perasaan si kegagalan. Ia paham dan ia sungguh ingin berteman dengan kegagalan. Maka dituliskannyalah secarik surat untuk kegagalan.
"Halo Kegagalan, apa kabarmu? Terima kasih karena telah hadir kelima kalinya dalam hidupku. Melaluimu aku paham akan nilai sebuah kegagalan, perlahan aku mulai menerimamu dalam kehidupanku. Terima kasih kegagalan, melaluimu aku paham nilai sebenarnya dari kesuksesan. Memandang rendah orang yang mendapat kesuksesan memang mudah tapi melaluimu saya paham akan nilai dari sebuah kesuksesan. Besar terima kasihku kepadamu, dari sahabatmu"
Dunia kembali berputar. ia, Sahabat kegagalan sudah menerima nilai sejati dari kegagalan. Ia yakin dengan menerima hal tersebut maka ia dapat berteman dengan sahabat barunya, Kesuksesan!!
Penuh Penerimaan
Sahabat Kegagalan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H