Salah satu fenomena dalam dunia media dan komunikasi yaitu keberadaan konglomerat multimedia internasional oleh Amerika Serikat. Produk-produk media dan komunikasi yang dihasilkan oleh perusahaan seperti Amerika Serikat seperti film, acara televisi, dan saluran media sangatlah mendominasi industri global di berbagai negara.
Beberapa contoh perusahaan besar global di Amerika Serikat contohnya yaitu Disney, News Corp, Viacom, Comcast, dan Time Warner (McPhail, T., 2014).
Perusahaan-perusahaan multimedia besar AS dalam beberapa dekade terakhir bahkan berhasil melakukan ekspansi ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Ekspansi perusahaan AS tentunya membawa dampak bagi rumah produksi dan karya lokal di negara berkembang yang sulit untuk bersaing dengan kualitas produk AS.
Salah satu dampak yang dialami oleh Bangsa Indonesia akibat konglomerasi perusahaan media AS yaitu tingginya minat kaum muda Indonesia terhadap film asing.
Minat kaum muda terhadap film asing akibat konglomerasi perusahaan AS ditunjukkan dari banyaknya jumlah penonton film Avengers: Endgame oleh Marvel yang dimiliki oleh Disney. Film Avengers: Endgame berhasil memperoleh 9,1 juta penonton dalam kurun waktu 10 hari semenjak ditayangkan di bioskop Indonesia dan berhasil menduduki peringkat sebagai film terlaris sepanjang masa di bioskop Indonesia ("Rekor baru sejarah film Indonesia", 2019).
Menurut data yang diperoleh SMRC (Saiful Mujani Research and Consulting) pada Desember 2019 lalu, ditemukan bahwa 67% anak muda di Indonesia menonton film lokal sedangkan 55% anak muda menonton film asing (SMRC, 2020). Data tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang jauh antara minat terhadap film asing dan lokal. Terlebih lagi pada tahun-tahun sebelumnya, minat kaum muda terhadap film asing masihlah lebih tinggi dibandingkan film lokal.
Dominasi film asing dalam industri perfilman di Indonesia tentunya masih perlu untuk dikhawatirkan.
Terdapat beberapa alasan mengapa film asing cenderung lebih digemari oleh masyarakat Indonesia, yaitu:
- Regulasi perfilman di Indonesia:Â Regulasi distribusi film di Indonesia sangatlah merugikan sineas Indonesia untuk memroduksi karya. Di Indonesia, regulasi yang diterapkan menyatakan bahwa film asing memiliki alokasi tayang yang lebih besar dibandingkan film nasional (Haryadi, D., 2019). Semakin sedikit penjualan tiket, maka semakin cepat film tersebut ditarik dari penayangan bioskop.
- Standar kualitas film yang diciptakan oleh produk AS:Â Besarnya skala perusahaan-perusahaan AS menyebabkan mereka memiliki sumber daya dana dan manusia yang lebih banyak dan berkualitas dibandingkan dengan perusahaan lokal terutama di negara berkembang. Penelitian yang diadakan oleh IDN News menyatakan bahwa beberapa alasan film lokal kurang diminati yaitu jalan cerita yang mudah ditebak, teknis film kurang bagus, membosankan, serta akting pemain yang buruk ("Bersaing dengan film asing", 2020). Â
- Semakin populernya film asing dalam televisi nasional, saluran streaming, dan tv kabel:Â Salah satu saluran televisi nasional yaitu ANTV bahkan telah mengalokasikan lebih dari 10 jam/hari untuk tayangan impor (Nastiti, A., 2016). Masuknya saluran streaming global seperti Netflix, Iflix, dan tv kabel menyebabkan akses terhadap produk asing semakin mudah sehingga masyarakat Indonesia semakin familiar dengan produk asing termasuk AS. Semakin familiar masyarakat Indonesia maka semakin potensial pula selera masyarakat didasarkan pada standar film asing.
Daftar Pustaka
McPhail, T. (2014). Global Communication: Theories, Stakeholders, and Trends. UK: Willey Blackwell
Rekor baru sejarah film Indonesia, Avengers Endgame telah ditonton lebih dari 9 juta orang. (2019, 5 Mei). Warta Kota. Diperoleh dari https://wartakota.tribunnews.com/2019/05/05/rekor-baru-sejarah-film-indonesia-avengers-endgame-telah-ditonton-lebih-9-juta-orang