Mohon tunggu...
Agatha Ainiyya
Agatha Ainiyya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

currently being a psychology student

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Overthinking Jalan Menuju Jurang

30 September 2021   17:20 Diperbarui: 30 September 2021   18:08 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kata overthinking dewasa ini kerap kali digunakan oleh masyarakat umum, terutama kaum muda yang pada umumnya lebih paham mengenai kondisi emosinya. Arti dari overthinking itu sendiripun adalah penggunaan waktu yang berlbihan untuk memikirkan suatu hal atau permasalahan yang menyebabkan pribadi tersebut rugi secara waktu dan berakibat timbulnya ruminasi dan rasa khawatir (Universitas Gajah Mada, 2021).

Tentu saja memikirkan sebuah hal atau permasalahan dengan teliti dapat membawa dampak lebih baik, seperti contohnya konsekuensi dari tindakan akan telihat lebih jelas, keputusan yang dilakukan lebih matang, dan dapat pula menjadikan individu tersebut lebih memahami konteks masalah yang Ia hadapi. 

Namun tidak dengan overthinking, bukannya akan bertemu dengan solusi yang paling baik, individu yang overthinking malah akan terjelembab kedalam pola pemikiran yang tidak akan membuatnya maju.

Mengapa demikian? Karena konotasi pemikiran yang terjadi pada saat seseorang overthinking cenderung ke arah yang negatif disbanding positif (Fadli, 2021). Berfikir kritis dan teliti dengan overthinking adalah kedua hal yang sangat bertolak belakang. Saat seorang individu berpikir kritis, tentu Ia akan memikirkan kemungkinan buruk yang dapat terjadi, namun orang yang berfikir secara kritis cenderung berfikir dengan lebih komprehensif dan memikirkan bagaimana cara agar Ia dapat lebih maju. 

Berbeda dengan overthinking yang cenderung menghentikan langkah seseorang untuk maju karena dirundung banyak ketakutan yang belum tentu akan terjadi dan memikirkan yang tidak perlu dipikirkan. Berikut adalah ilustrasi perbedaan orang yang berfikir kritis dengan orang yang overthinking.

Seorang mahasiswa berinisial D adalah orang yang sangat ambisius, Ia adalah seorang yang selalu mengerti akan tujuan hidupnya dan berani untuk menghadapi risiko dan rintangan agar Ia bisa mencapai apa yang dia inginkan. Kali ini D ingin mencalonkan diri sebagai anggota BEM di divisi keuangan. 

Sebelum mendaftar D memikirkan kembali keputusannya, contohnya, Ia menimbang-nimbang kesibukan dia selama dua semester kedepan, mencari tahu dan mengira-ngira seberapa sibuk divisi yang dia inginkan, kemudian Ia juga menimbang lagi kemungkinan jadwal hariannya dan apakah Ia akan bisa menangani kesibukannya. Individu seperti mahasiswa D ini juga akan memirkan solusi dan cara Ia agar dapat memitigasi resiko yang mungkin muncul. 

Pola pemikiran ini membantu D untuk membuat keputusan yang lebih baik, jika Ia siap menerima resiko dan tanggungannya, dia akan mendaftar, dan jika Ia rasa Ia tidak akan siap untuk mengimbangi kegiatan organisasi dan kesibukan kuliahnya, Ia tidak akan mendaftar. Sehingga manfaat berfikir kritis akan membantu mahasiswa D untuk membuat keputusan yang tepat.

Contoh kasus dari buruknya overthinking, mislkan; seorang mahasiswa berinisial A sangat ragu dan takut untuk mendaftarkan dirinya sebagai anggota BEM di fakultasnya, dia memikirkan ketakutannya  hingga berhari-hari, Ia terus saja berfikir tentang hal buruk yang mungkin Ia akan hadapi, "Aduh takut kalua ngga keterima gimana ya?", "Aduh nanti kalua ngga keterima malu banget sama temen-temen pasti direndahin", "Aduh, aku kan ngga punya pengalaman, pasti ditolak", "Aduh ntar bisa ngga ya ngimbangin sibuk organisasi sama sibuk kuliah?" dan Ia akan terus memikirkan aduh-aduh yang lainnya, hingga pasa saat Ia diharuskan untuk membuat keputusan, A tidak dapat membuat sebuah keputusan yang baik yang berujung penysesalan, Mungkin A tidak jadi mendaftarkan diri karena takutnya, namun Ia akan menyesal saat melihat teman-temannya yang lain mendaftar, mungkin Ia akan iri saat temannya yang lain membahas betapa menegangkannya wawancara dengan kakak BEM, mungkin juga nanti jika kegiatan BEM sudah mulai berjalan, A akan merasa gabut dan FOMO dengan temannya yang sibuk. Kemudian, baru akan terpikirkan "Tau gitu gue daftar...".

Menjadi remaja di era serba produktif dan hustle and bustle culture ini memang dapat memberi trigger kepada remaja, umumnya mahasiswa untuk overthinking atas segala pencapaiannya. Ketakutan jika tertinggal dan merasa dibelakang langkah teman, atau mungkin takut tidak mencapai apa-apa selama masa kuliah. Namun, yang sering dilakukan adalah inidividu-individu tersebut hanya berfikir namun tidak ada aksi yang mereka jalankan karena terjerat oleh kebiasaan overthinking.

Ada beberapa tips untuk setidaknya mengurangi---jika tidak bisa menghilangkan adalah untuk rileks dan sadar bahwa tidak semua hal buruk akan terjadi. Mahasiswa---kaum yang paling banyak digrandrungi masalah overthinking harus menaruh fokus kepada dirinya sendiri, bukan orang lain. Perasaan iri atas pencapaian orang lain adalah hal yang wajar, namun jangan sampai itu memakan semangat kita. Membandingkan pencapaian orang lain dengan situasi kita tidaklah relevan karena setiap orang memiliki variabel yang berbeda dalam hidupnya. Berusahalah untuk tidak minder saat mengambil langkah kecil. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun