Mohon tunggu...
agatha agnes
agatha agnes Mohon Tunggu... -

Mereka bilang saya beruntung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tetap Mengajar Walau Tanpa Kepastian

17 Maret 2015   20:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:31 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Mendidik adalah kewajiban bagi orang-orang terdidik” Anies Baswedan – pendiri Indonesia Mengajar.

**

Sebuah kota padat disamping ibukota, Depok. Mal Depok Town Square, Margo City square, Gramedia Depok, ITC Depok adalah bukti betapa majunya kota ini. Tetapi ada sebuah sekolah dasar negeri yang tidak memiliki kantin dan lapangan masih berselimut tanah merah.

Upah Minimum Kerja (UMK) Rp 2.705.000,- di tahun 2015 bukan jaminan bagi semua orang yang bekerja disana, bahkan untuk sebuah profesi yang mulia, guru honorer. Seorang sarjana yang bernama Hilda, usianya sudah kepala tiga. Tiga tahun ia telah mengabdi di sekolah dasar negeri yang lapangannya masih berselimut tanah merah.

Walau rupiah yang didapat tak mencukupi tapi ia tak menyerah menggigit jari. Menjual jajanan dirumah ia lakukan untuk menambah rupiah agar bisa memenuhi kebutuhan. Guru PNS dengan hari tua yang mendapat jaminan sangat ia inginkan, tapi apa daya usianya sudah tak memungkinkan.

Kedatangan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dari pemerintah daerah untuk sekolah adalah sumber gaji yang diterimanya setiap bulan. Jika ia terlambat datang, maka terlambat juga gaji yang diterima Hilda. Pernah gajinya terlambat dua bulan, tetapi ia tetap sabar.

Tak ada kontrak kerja untuk profesinya. Jika sekolah kekurangan guru PNS, maka guru honorer bisa menggantikan. Jika sekolah kelebihan guru PNS, maka guru honorer yang diberhentikan.“Saya ketar-ketir karena kalau pemerintah menempatkan guru PNS disini terus kelebihan guru, saya bisa aja dipecat” ungkapnya.

**

Sepuluh tahun dihabiskannya untuk menjadi guru di Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK). Demi rupiah yang lebih tinggi, ia beralih profesi sebagai sekertaris di perusahaan Korea meninggalkan kesempatan untuk ujian sertifikasi guru. Padahal dengan lulus ujian sertifikasi guru, ia dapat memperoleh uang tambahan yang diberikan setiap enam bulan sekali.

Mungkin hidup adalah tentang panggilan. Baru sebulan ia bekerja, sudah tak tahan ingin bercengkrama dengan muridnya. Jalan hidup memang tak melulu se-indah yang diharapkan. Setelah berhenti kerja di perusahaan Korea, sekolah TK tak mau menerimanya.

Panggilan hati ingin tetap mengajar, tapi sekolah tempatnya mengajar tak ada. Semesta mempertemukannya dengan kakak kelasnya semasa kuliah. Akhirnya ia menjadi guru honorer disekolah yang sama dengan kakak kelasnya itu.

Hanya orang terdidiklah yang tetap mau mendidik diantara banyak hal yang tak menyenangkan. Walau gaji tak mencukupi dan ketidakpastian kerja karena dengan mudah bisa tergantikan guru PNS yang ditempatkan di sekolahnya. Mengajar adalah pilihan yang tidak ingin ditinggalkannya. “Kalau diluar ada masalah, pas ngajar ketemu anak-anak jadi lupa sama masalahnya. Jiwa saya ada disini” tuturnya dengan bahagia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun