Mohon tunggu...
Agatha Anita
Agatha Anita Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

seorang pelajar kelas XI yang mengambil program IPA.. Seorang anak perempuan yang suka dengan dunia menulis, menggambar dan bermusik. Apalagi yang namanya bikin puisi, seneng banget...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

PHP+Sayang=?

10 Agustus 2012   12:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:59 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kulangkahkan kakiku, keluar dari area parkir sekolah. Susana masih sepi dan nyaman sekali. Udara dinginnya pagi pun masih menusuk tulangku karena aku memang tidak memakai jaket. Aku hanya memakai baju batik sekolahku, SMA TunasBangsa.  Entah ada apa, aku merasa mengawali hari ini dengan suatu pencerahan dari Romo saat di Gereja tadi. Dan aku berharap supaya awal yang baik ini bisa  tetap terus berjalan sampai matahari berada tepat dia tas kepalaku atau bahkan sampai matahari berpamitan denganku.
Kulangkahkan kakiku melewati tengah lapangan basket yang masih tercium aroma cat barunya. He..he.. Ya, lapangan basket yang sangat luas itu memang menjadi satu-satunya akses untuk semua murid menuju ke kelas setelah mereka memarkirkan motor atau sepeda mereka. Belum juga sampai pada garis tepi lapangan basket, tanganku ditarik oleh seseorang dan aku pun merasa kaget dan sontak aku membalikkan tubuhku ke belakang. Ya, tentunya untuk melihat siapa yang pagi-pagi begini  berani mengagetkanku dengan menarik tangan kananku. Moodku yang awalnya enak dan baik tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat. Kubalikkan tubuhku dengan cepat dan tak lain tak bukan dia adalah orang spesial dalam hidupku, “untuk saat ini” ada di depanku. Pagi-pagi begini lagi. Seperti dapet energi tambahan.


“Eh, bang, kenapa? Kok pagi – pagi begini dah di sekolah? Tumben amat! Anak – anak kelas tiga juga pada berangkat?,” kataku


“He.. He..Enggak kok, aku emang sengaja kesini sama ni, cecunguk satu , ada yang aku mau omongin nih, ke kantin dulu yuk!,” katanya


“Tapi, enggak takut ketahuan anak – anak?,”


“Tenang aja, biasalah, ada Genta. Mereka enggak bakalan curiga kok. Lagian mereka, kan juga masih belum pada dateng atau bahkan masih ada yang masih ngebo di rumah, Ha.. Ha.. Ha.,”


“Wah, Kayak biasa nih.Jadi obat nyamuknya orang pacaran, nasib-nasib,” celetuk Kak Genta


“Ha..Ha.. Ha.. sabar Sob, makanya cepetan cari pacar lagi. Jangan ngejomblo melulu,” kata Bang Dennis


“iya, iya, Besok!  Aku kan, enggak mau kayak kamu. Pacarannya sama yang satu sekolah. Adik kelas lagi! He.. he.. bercanda loo Sob, Ayo cepetan! Keburu anak – anak pada dateng tu” kata Kak Genta sambil mulai melangkahkan kaiki ke kantin.


“Ha.. Ha.. Ha.. lagak luu,Gen!, Yuk Neng”


“Yuk,” jawabku sambil mengangguk dan segera  sambil berpindah posisi di sebelahnya Bang Dennis, lalu kami mengikuti di sebelah belakang Kak Genta.


Sesampainya di kantin, kami duduk di salah satu bangku.  Bang Dennis sengaja memilih tempat yang berada di sebelah timur, supaya enggak ada anak – anak yang pada tahu atau ya, seenggak-enggaknya mereka enggak liat lah. Karena memang kantin sebelah barat lebih sering untuk dilewati anak – anak dari area parkir. Karena secara, kantin berada di dekat area parkir dan  lapangan basket.


Baru saja aku duduk dan menaruh tasku di meja kantin, Bang Dennis sudah mengeluarkan tempat minum dan makan. Aku kaget dan sedikit penasaran.


Aku pun dengan spontan nyeletuk,” Belum sarapan?,”


Dia hanya menjawab,” Enggak kok, ini buat kamu, Aku sengaja buatin tadi pagi, Aku relain bangun pagi pagi loo buat kamu, Cobain deh”


Dengan sedikit kaget , aku bilang,” Hah? Kamu yang bikin? Makasih yaa Abangku,”


Bang Dennis segera  mendorong tempat minum dan kotak makan itu ke depanku. Aku segera menerimanya dan membuka salah satu sudut kotak makan itu, dan ternyata isinya puding cokelat dengan beberapa campuran puding lainnya, mix gitulah.  Aku hanya berkomentar,” wah, puding! Aku suka banget! Tapi aku makannya nanti aja ya Bang, aku masih kenyang makan sarapan tadi nih.” Dia hanya menjawab,” iya, Gak papa, nanti agak siangan juga malah enak, kan bisa ngelegain tenggrorokan.”


“Tadi mau ngomong apaan sih bang? Kalo dari muka kamu, kayaknya penting ya,”


“ooh, iya, kamu masih inget,kan sama Mikha? Anak kelas XII-3,”


“iya, taulah, yang famous itu kan? Emang kenapa?,”


“Dia salah paham sama semua perhatianku sama dia,”


“oh...” jawabku singkat


“loo, kok cuman oh?,” Kasih saran dong, biar aku enggak terjebak sikon ini,”


“Aku harus kasih saran apa Bang? Kamu sendiri belon bisa ngrubah sifatmu yang PHP,”


“Kamu marah?,”


‘‘Enggak, aku bukannya marah, tapi aku juga pengen kamu hargain aku sebagai cewekmu. Dan ngerubah sifat PHP kamu itu”


Pembicaraan pagi itu benar – benar membuat hatiku merasa kecewa. Bak disiram air panas. Secara ,kita liat aja masa iya pagi-pagi dah ngomongin masalah ini? Pembicaraan itu berakhir saat aku tiba-tiba memundurkan kursi, segera bangkit berdiri dan meninggalkan Bang Dennis dan Kak Genta. Dengan perasan yang masih panas, dan dengan tampang enggak terima aku berjalan menuju ke kelas.
Teringat pula saat Bang Dennis mulai mendekatiku dengan cara menyukai dan mengomentari beberapa statusku di facebook, dan kami mulai chatting. Dan Itu semua berawal dari keisenganku dan teman- teman nyeletuk di koperasi saat Bang Dennis sedang membeli makanan di kopsis.
Dan yang masih aku bingungkan saat ini, kenapa satu bulan yang lalu aku  bisa menerima tembakan dari cowok PHP itu! Padahal aku sudah tahu bahwa Bang Dennis orangnya easy going dan perhatian sama siapa pun serta tentunya ke-famousan dia di salah salah satu band bentukan sekolah.
Itu sangat resiko untukku sehingga pada saat aku menerima tembakannya, aku meminta agar saat di sekolah setidaknya kita kayak teman dan kakak – adek kelas tapi di belakang boleh sayang-sayangan. Jadi, bisa dibilang bahwa di depan cuek-cuekan di belakang sayang-sayangan. Tentunya tidak susah untuk melakukan itu semua, karena aku dan dia memang beda angkatan, dia kelas XII dan aku kelas X. Jaraknya 2 tahun bray, beda kepercayaan pula...Ketemu di sekolah pun mungkin saat aku sedang jaga kopsis dan saat dia ke sekolah karena kelas XII setelah UN langsung bebas mau masuk apa enggak.
Tapi inti dari aku menerima tembakannya dia, karena aku ingin mencoba membuat dia menghargai perasaan cewek. Aku ingin ngerubah sifat PHP-nya itu. Sifat PHP itu yang membuat dia dicap sebagai seseorang yang enggak mau serius ngejalin hubungan atau anak-anak jaman sekarang manyebutnya HTS
Sesampainya di anak tangga paling atas dari  tangga sebelah kelasku, aku segera menarik nafas dan merubah raut mukaku agar anak-anak tidak menanyakan ada masalah apa. Aku masuki kelas dan aku ikuti pelajaran sampai saatnya pelajaran Bahasa Indonesia yang kosong. Selesai mengerjakan tugas dari LKS, aku segera menghampiri Berryl dan Willa  untuk menceritakan peristiwa tadi pagi. Merekalah teman baikku, dan merekalah anak di kelas ini yang baru tahu bahwa aku dan Bang Dennis menjalin hubungan. Mereka berusaha untuk menenangankanku. Kurasa, lama sekali aku cerita, sampai saatnya bel istirahat berbunyi.


“Say, kamu jaga Kopsis?,” tany Berryl padaku


“Enggak kayaknya,”jawabku


“Lo? Kenapa? Dia masih disekolah emangnya?,”


“Mungkin,” jawabku singkat


“Ya udah say, kalo kamu emang baru enggak mau ketemu sama dia, Aku yang gantiin aja gimana?”


“Willa! Kamu ikut aku ke Kopsis ya, Gantiin Alena tugas!,” katanya mengajak Willa


“Oke.. Oke.. Aku ikut,” jawabnya dengan kegirangan dan dengan nada manja seperti biasanya


Jam istirahat itu hanya aku pergunakan untuk membaca novel  di perpusatakaan. Aku bahkan sudah menyiapkan reaksi apabila aku bertemu Bang Dennis di perpustakaan.  Tiba-tiba, bel masuk setelah istirahat berbunyi dan dengan ragu  kututup novel itu, karena ceritanya nanggung. ^^
Sesampainya di depan kelas, aku, Berryl dan Willa hampir bersamaan. Dan aku lihat Willa membawa sebuah kotak makan yang sama persis dengan kotak makan Bang Dennis tadi pagi, Aku lihat pula Berryl juga membawa tempat minum yang sama persis seperti tadi pagi.


“Itu,kan tempat makan sama tempat minumnya....,” kataku


“Siapa,Len?,” kata Willa menggoda


“Ciyee tau nih! Kalo ini tempat makan sama tempat minumnya Bang Dennis, hahahaha,” kata Berryl


“Apaan sih! Ya,kan tadi pagi . Ehh, Enggak jadi deh,” jawabku


“Kenapa enggak jadi? Hayoo,” kata Willa


“Udah enggak papa kok, masih ada kaitannya masalah yang tadi pagi,” kataku


“Ini lo, Tadi Bang Dennis dateng ke kopsis sama Kak Genta sama Kak Themmy, Biasalah gerombolan itu, Bang Dennis beli jajan dan saat mau bayar ke meja kopsis, Dia ngomong kalo dia titip  ini buat kamu,” kata Berryl menerangkan dan memberikan tempat minum yang dipegangnya dan Willa mengikuti memberikan tempat makan yang dia pegang.


“Dia ngomong apa lagi?,” tanyaku


“Udah enggak ngomong apa-apa, Iya,kan Wil?,”


“Iya, Sedengerku tadi dia enggak ngomong apa, dia cuman bilang titip itu aja, “ sambil menunjuk ke


arah tempat makan dan tempat minum yang telah berada di pangkuan tanganku


“Dia enggak titip pesen atau salam gitu?,” Kataku


“Ciyee, tu kan, makanya jangan marahan to, gini kan akhirnya bikin galau,” kata Willa


“Apaan? Aku galau? Enggak ah, wekk,” jawabku sambil melet


“Halah, ngaku aja,” kata Berryl


“Kalian kan tau, maksud aku terima dia? Aku pengen setidaknya dia itu bisa ngertiin cewek enggak jadi PHP melulu,” kataku


“Iya,iya. Gitu aja marah . Masuk yuk” kata Berryl sambil menarik tangaku dan tangan Willa untuk segera masuk ke kelas.


***
Sudah hampir seminggu aku dan Bang Dennis lost contact, apa coba maksudnya? Yang marah seharusnya aku,  tapi kenapa malah dia yang diemin aku? Seminggu ini benar-benar sepi, enggak ada sms, telfon atau chat FB dari dia. Oke, akhirnya aku putuskan untuk memulai. Aku kirim sms ke dia dengan format:“Bang, kamu marah gara” yang kmrn? Ya udah deh, aku mnta maaf soal yg kmren, aku emg harsnya bisa ngasih kmu saran, ReASAP yaa, Gbu”. Aku tungggu dari 15 menit, 1 jam, 2 jam dan tauk ah, dah berapa jam yang lalu aku ngirim sms itu.
Pikiranku benar-benar hanya tertuju sama Bang Dennis, pikiran-pikiran buruk pun mulai menghampiriku. Sampai suatu ide muncul saat aku disuruh mamaku untuk mengantarkan roti ke rumah eyangku yang berada di dekat SMP-ku. Aku berfikiran, kenapa aku enggak yang kerumahnya aja? Kebetulan rumahnya dia katanya dekat-dekat SMP-ku. Tapi aku juga sempat berfikir, “tapi masa iya cewek ke rumah cowok?,” tapi ya udah deh di saat kayak gini enggak mungkin menangin gengsi atau egoku, aku harus balik ke tujuan awal yaitu untuk “menyembuhkan” kebiasaan Bang Dennis dengan berusaha menunjukkan bahwa aku bener-bener sayang sama dia. Entah apa yang aku perbuat ini terlalu lebay atau enggak, seterah ah, Eh terserah maksudnya.
Toh, dia pernah mengajakku ke rumahnya untuk mengikuti salah satu acara keluarga besarnya dia, sekalian dikenalin sama mamanya. Tapi aku kebetulan bener-bener enggak bisa saat itu. Saat itu aku juga berikiran,”kok udah dikenalin ke keluarga segala jadinya? Emangnya udah pasti?” Tapi pikiran itu segera aku tepis dan aku berusaha meyakinkan diriku bahwa dia mengajakku ke acara itu agar mamanya tau, siapa pacar dari anak laki-lakinya itu. Aku masih inget saat itu dia bilang,” Ya udah, besok tapi kapan-kapan kamu maen deh ke rumahku, ketemu sama mamaku. Entah aku yang ngajak, atau kamu maen sendiri.”
Berbekal beberapa informasi mengenai letak rumah Bang Dennis yang aku ingat, dari penjelasan Bang Dennis sendiri tentunya. Aku tancapkan gas motorku dan kepalaku dari tadi celingukan ke arah pinggir jalan, mencoba menguraikankan informasi yang aku ingat. Dan setelah celingukan enggak jelas itu, aku menemukan salah satu rumah yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil dan terdapat taman kecil yang rimbun serta teduh di depannya. Aku beranikan untuk memencet bel di pagar beberapa kali. Tapi setelah aku menunggu sekitar lima belas menitan, tidak ada jawaban.
Seseorang tiba-tiba mengagetkanku.


“Lo, Nak Alen? Kok Ada disini,”


“Eh, ibu,” jawabku dengan sedikit kaget karena ternyata yang menyapaku adalah ibu penjual makanan di kantin SMP-ku dulu , dan aku sebagai pelanggan setia tentu tidak dilupakan, hehehehe


“Mau cari temen,nih, Bu. Ibu baik?,” kataku


“Ibu baik-baik kok,Nak. Nyari siapa? Kalo di rumah ini, setahu ibu yang seumuran sama Nak Alen hanya ada Mas Dennis, Nak Alen cari Mas Dennis?,”


“Emm, iya bu. Kira-kira pergi kemana ya,bu. Kok dari tadi saya pencet bel tidak ada yang keluar,”


“Lo, Nak Alen temennya Bang Dennis?,”


“Iya,Bu. Kebetulan kita satu sekolah tapi beda angatan,”


“Oo, tapi Nak Alen belum tau,kah? Kalau Mas Dennis itu sekarang baru opname di rumah sakit gara-gara kanker darah yang udah stadium atas? Udah seminggun ini kayaknya,”


“Hah? Ibu serius?,”


“Iya, Nak. Ibu serius,”


Pikiranku langsung amburadul, kenapa bisa gini dan kenapa dia enggak pernah cerita. Dan kata Bu tanti, seminggu yang lalu dia mulai opname, seminggu yang lalu berarti sekitar aku marahan sama dia kemaren.Tapi aku tetap berusaha menutupi kekagetanku dari Ibu Tanti dan mencoba untuk meminta beberapa informasi mulai dari kapan, bagaimana kronologisnya dan dirawat dimana serta di ruangan apa juga, aku tanyakan. Setelah cukup puas mendengarkan informasi dari Bu Tanti, aku segera berpamitan dan segera mengendari motorku menuju ke rumah eyangku.
Sesampainya di rumah eyangku, aku ucapkan salam dan langsung masuk ke dalam. Aku panggil eyangku dan terdengar suara jawabn eyangku dari dapur. Aku segera menuju ke dapur dan meletakkan tas serta roti bawaan dari mama di meja makan. Sesampainya di dapur, aku langsung memeluk eyang dari belakang yang ternyata eyang sedang memasukkakan makanan ke dalam toples yang biasa diletakkan di meja tamu, untuk berjaga-jaga apabila ada tamu datang. Di pelukan itu aku langsung menangis. Karena eyangku kaget, eyangku segera menutup toples itu dan segera membimbingku ke meja makan dan eyang mencoba menyruhku untuk menceritakan apa yang terjadi.
Aku pun menceritakan semuanya dari awal, dari sejak aku pedekate sampai aku mendengar kabar dari Bu Tanti tadi. Aku menceritakan itu semua ke eyangku, karena eyangku adalah my second mom. Di saat aku tidak bisa cerita dengan mamaku, aku pasti cerita kepada eyangku. Eyangku memberikan nasehat supaya aku segera datang ke rumah sakit dan  meminta maaf untuk semua yang terjadi. “Setidaknya kamu memberikan suatu moment terbaik kepadanya, Len,” begitu kata eyangku.
Dengan beberapa saran dan dan nasehat dari eyangku, aku merasa lebih tenang. Setelah itu, eyang segera menyuruhku untuk makan siang. Karena aku cerita bahwa dari pulang sekolah tadi, aku langsung ke rumah bang Dennis dan langsung ke rumah ini. Setelah selesai makan, sambil menemani eyangku nonton televiai, aku pun segera menghubungi Kak Genta dan menanyakan kabar Bang Dennis. Karena aku tau Kak Genta adalah sahabatnya yang mungkin tau tentang ini semua dan bersekongkol dengan Bang Dennis untuk merahasiakan ini dariku.
Dari pembicaraan yang aku lakukan dengan Kak Genta, Kak Genta menjelaskan bahwa Bang Dennis memang benar mengidap kanker darah dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit. Tapi malam ini Bang Dennis akan check out, karena menurut dokter yang menangani; Bang Dennis sudah agak kuat untuk melakukan kegiatan. Kak Genta mengajakku untuk menjenguk Bang Dennis bersamaan dengan jam – jam dia akan check out saja, sekalian jemut terus nemenin pulang. Kebetulan Kak Genta dan Kak Themmy memang malam ini berencana untuk ikut ikut menjemput sahabatnya itu. “Nanti aku minta Themmy deh buat ngajak Della, Supaya kamu ada temen cewek,” begitulah kata Kak Genta. Aku bersyukur karena Kak Themmy akan mengajak Della. Della adalah teman dekatku di organisasi pelajar dan Kak Themmy yang sebenarnya kakak kelasku itu, juga sekaligus sebagai pacar dari Della.
Karena ingin memberikan sesuatu yang spesial saat menjenguk nanti, aku tanyakan pada eyangku apa yang sebaiknya aku berikanbuat bang Dennis.


“Gimana kalo puding aja? Tadi kan kata kamu, dia suka itu,” kata eyangku


“Iya,yah. Itu ja deh eyang. Eyang bantuin mau enggak?,” tanyaku


“Wani piro, hahahaha. Enggak-enggak, ya udah yuk!,”


“Yukkk!!,”


Kami segera bangkit berdiri dan membuat puding yang akan aku berikan kepada Bang Dennis. Sekitar dua jam-an lah aku dan eyangku berjibaku membuat makanan dan minuman itu. Aku pun segera mandi dan siap-siap untuk pergi ke rumah sakit. Eyangku pun membantuku untuk menyisir rambut. Seperti anak-anak ya aku ini, menyisir saja dibantuin eyang,hehehe... Sambil menunggu Kak Genta, Kak Themmy dan Della, aku memberi kabar kepada mamaku bahwa malam ini aku akan tidur di rumah eyang, dengan alibi karena kebetulan besok adalah hari minggu.
Bunyi klakson mobil Kak Themmy tiba-tiba terdengar dan aku segera berpamitan dengan eyangku. “Kamu urusin Dennis dulu aja, pulang malem juga enggak papa. Yang penting kamu jaga diri,” pesan eyangku. “Iya eyang, Pasti kalo soal itu,” jawabku.
Sesampainya di depan ruangan Bang Dennis, kak Themmy dan Kak Genta masuk duluan. Dan, mereka akan memberi kode kepadaku dengan menepukan tangan dua kali yang menandakan aku dan Della boleh segera masuk. Saat Kak Genta dan Kak Themmy masuk, aku dekatkan telingaku di pintu dan terdenagar pembicaraan mereka.


“Hay Sob, gimana? Dah kuat kan?,” terdengar itu suara Kak Themmy


“Udah dong,” jawab Bang Dennis dengan nada lemas


“Eh, kita punya kejutan buat kamu lo,” kata Kak Genta


“Apaan? . Perhatian juga kalian sama aku. Hahahaha,” jawab bang Dennis


Tiba-tiba terdengarlah suara tepukan tangan Kak Themmy, aku dan Della segera masuk. Saat aku memasuki pintu ruangan Bang Dennis, terlihat Bang dennis yang sedang duduk di atas tempat tidur dengan muka yang masih pucat dan kaget.


“Lo, Alen? Kamu kok?,” katanya


“Kok kenapa?,” kataku


“Jahat banget ya kamu, Kamu sakit kayak gini, aku enggak kamu kasih tau?,” kataku lagi


“ya.. ehhmm.. ya.. aku enggak mau kamu tau sakitku ini. Aku enggak mau kamu kepikiran,”


“Ya, udah deh. Tapi aku egggak suka ya kalo yang kayak gini diulangin lagi,”


Kata-kata pembicaraan awal itu benar-benar membuatku senang. Yang selama seminggu ini membuatku sedih dan kesepian tiba-tiba menghilang semua. Aku berusaha untuk tertawa dan gembira di depan bang Dennis, tapi jujur saja aku enggak tahan melihat kondisi Bang Dennis yang sekarang dan apakah besok aku masih bersamanya atau tidak. Aku memang sengaja tidak membahas tentang masalah dia yang tidak memberitahuku tentang sakitnya ini dan tentang masalah di kantin seminggu yang lalu.
Aku keluarkan bawaanku tadi, yaitu puding.


“Ini bang, aku yang bikin sendiri loo,” kataku memberikannya kepada Bang Dennis sambil duduk di tepian tempat tidur ya, lebih tepatnya di sebelah Bang Dennis.


“Aku buka ya,”


“Buka aja,”


“Wah puding, enak nih kayaknya,”


“Iya dong, Siapa dulu yang bikin. Aku! Eh, enggak dibantuin eyang,”


“Aku makan ya,”


“Silakan,”


Saat bang Dennis akan mengambil sendok untuk memakan puding itu, Kak Genta yang usil segera merebut kotak makan itu dan berkata, “ Suapin dong,Len. Kan, Masih sakit tu.” Sambil memberikan kotak makan itu kepadaku. Aku lihat Kak Themmy dan Della ikut tersenyum karena melihat tingkah Kak Genta. Dan akhirnya aku pun menyuapi Bang Dennis, seperti yang diminta Kak Genta. “Aduh so sweetnya,” kata Della. Aku hanya membalas dengan senyuman. Entah, apa yang aku rasakan saat ini, benar-benar seperti mendapatkan sesuatu yang beda.^^.
Tiba-tiba kami semua dikagetkan dengan suara pintu yang terbuka dan seorang ibu-ibu paru baya yang masih cantik masuk.


“Oh, dah pada dateng ya tenyata,” kata ibu itu


“Iya tante,” jawab Kak Themmy sambil mencium tangan Ibu itu dilanjutkan dengan Kak Genta dan Della.


Saat mereka sedang mencium tangan ibu itu, Bang Dennis memberikan kode kepadaku bahwa itu mamanya. Aku segera bangkit berdiri dan mengikuti mereka untuk mencium tangan ibu itu. Pada saat aku mencium tangan ibu itu, Bang Dennis bicara,” Mah, itu Alen.” Dengan sedikit kaget yang tertutupi senyuman, ibu itu langsung mencium pipi kiri dan kananku (cipika-cipiki) dan memelukku dengan erat. Agak lama pelukan itu, tapi saat berpelukan dengan Mama Bang Dennis seperti ada sesuatu berbeda yang aku rasakan. Ada seperti sebuah naluri keibuan seorang ibu yang benar-benar terasa. Sama persis saat aku dipeluk mamamu atau eyangku.  Setelah beberapa saat memelukku, Mama Bang Dennis menceritakan tentang Bang Dennis yang sering cerita tentang aku. Mama Bang Dennis pun meminta aku agar memanggil Beliau dengan sebatan “mama” dan aku pun menyanggupinya
Mama Bang Dennis segera mengajak kami semua untuk pulang, karena setelah menemui dokter tadi, Dokter mengataka bahwa Bang Dennis boleh untuk pulang sekarang. Kami pulang dengan dua mobil. Aku, Mama (mama Bang Dennis) dan Bang Dennis naik mobil mama. Sedangkan Kak Themmy Kak Genta dan Della ada di mobil belakang.
Sesampainya di rumah, ada beberapa tetangga dan anggota keluarga Bang Dennis yang menyambut. Salah satunya aku lihat Bu Tanti. Aku pun sempat berbicara sebentar dengan Bu Tanti. Aku pun diperkenalkan dengan anggota keluarga Bang Dennis. Tapi tiba-tiba Bang Dennid nyeletuk,” Om, Tante, Besok yang bakalan ngegantiin aku Alen, jadi jaga Alen baik-baik ya.” Mendengar itu, aku sepertinya ingin menangis, tetapi tetap aku tahan. Setelah ngobrol – ngobrol, Bang Dennis memutuskan untuk istirahat dulu. Aku pun mengantarkannya sampai ke dalam kamar.


“Neng, Aku minta maaf ya buat semua sifatku yang enggak kamu suka, sebenarnya aku enggak bermaksud untuk menjadi seorang PHP (Pemberi Harapan Palsu) seperti yang dibilang anak-anak. Aku hanya memanfaakan waktuku di dunia ini untuk menjalin banyak pertemanan dan mencoba memberikan momen-momen berharga bagi teman-temanku. Tapi justru itu yang mereka anggap sebagai bentuk perhatian khususku pada mereka. Yang membuat mereka salah paham,” katanya menerangkan


“Iya, Bang. Aku ngerti kok. Tapi kamu juga jangan bilang gitu, hidup kamu masih lama kok! Kamu mau ninggalin aku sendirian aja? Enggak mau,kan?,”jawabku


“Tapi, aku merasakan udah tinggal sebentar lagi,Neng”


“Enggak! Masi panjang bang. Abang nggak boleh ngomong kayak gitu. Semangat dong buat sembuh!,”


“Iya, Demi kamu apa yang enggak? Hehehehe,” katanya dengan sedikit tertawa kecil.


“Tapi, jujur, aku milih kamu buat jadi pacarku itu bukan karena aku ingin PHP-in kamu ato apa, tapi aku ngerasa ada yang beda dari kamu. Dulu aku memang aku cuman nganggep kamu adek kelasku, tapi saat kita pedekate kemaren, bener-bener aku ngeras kamu itu beda. Makanya aku berniat buat seriusan pacaran sama kamu. Tapi maaf kalo aku cuman bisa bentar sama kamunya, sebenarnya aku masih pengen lama. Tapi Tuhan sudah berkehendak kalo sekarang aku sakit kayak gini,” cerita Bang Dennis mengutarakn isi hatinya.


“Tapi kamu janji ke aku ya. Kalo kamu bakalan nemenin aku sampai saatnya nanti,” katanya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun