Mohon tunggu...
Vox Pop Pilihan

Membincang debat dalam amatan

14 Januari 2017   11:59 Diperbarui: 14 Januari 2017   12:05 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumat malam (13/1) tadi debat resmi Pilkada DKI Jakarta 2017 yang diselenggarakan KPUD, yang bekerjasama dengan beberapa stasiun televisi swasta, sudah dimulai. Hotel Bidakara dipilih sebagai tempat perhelatan perdana debat kali dari keseluruhan tiga rangkaian debat yang menyusul kemudian. Maka semakin semarak pula pesta demokrasi rakyat Jakarta di awal 2017 ini. Tak ada alasan bagi masing-masing pasangan calon (paslon) untuk menolak hadir. Sebab pada acara debat terbuka sebelumnya yang diselenggarakan oleh beberapa stasiun televisi swasta, paslon nomor urut 1 (Agus-Sylvi) hanya datang sekali dan selanjutnya tidak pernah lagi. Alasannya ialah karena debat-debat yang diadakan oleh televisi swasta bukanlah debat resmi Pilkada yang diselenggarakan oleh KPUD DKI Jakarta. Baiklah, saya pikir tidak ada yang salah dengan alasan ini. Sedangkan dua paslon lainnya selalu hadir, sepanjang saya bisa mengingatnya.

Menurut saya, dua paslon yang bernomor urut 2 (Basuki-Djarot) dan 3 (Anies-Sandi) ini menganggap penting dan strategis ruang media yang disediakan oleh stasiun televisi swasta untuk memenuhi kebutuhan kampanye yang sedang dilakukan melalui semua lini. Kapan lagi dapat kesempatan berkampanye di media massa berskala nasional. Namun jangan abaikan kalau di satu sisi hal ini menjadi masalah yang problematis: kita tidak lagi melihat TV nasional, namun TV Jakarta yang disiarkan secara nasional. Perdebatan tentang hal ini juga tak kalah sengit. Saya pun tidak akan membahasnya pada artikel ini.

Oke, mari kembali pada momen kampanye, maka tak heran kalau kedua paslon (#2 dan #3) ini lebih populer di media massa arus utama, tentunya sejauh pengamatan saya. Akan tetapi di media sosial, ketiganya hadir dan ‘berperang’ sama kuat. Bahkan tak heran terjadi saling serang di antara masing-masing pendukung fanatiknya. Para bigot (orang yang tidak toleran terhadap pendapat orang lain) mendadak bermunculan. Hal inilah yang kerap membuat setiap momen pilkada makin ‘panas’. Di saat-saat seperti ini yang membuat saya percaya bahwa kita harus tetap berkepala dingin: boleh saja untuk setuju dan mendukung salah satu paslon, namun mendukung dalam politik tidak harus 100%. Akan selalu ada celah kritik terhadap masing-masing paslon selama kita menjaga jarak dengan objektif.

Malam tadi ketiga paslon datang dengan segenap persiapan perang. Ballroom di Hotel Bidakara langsung dipenuhi sesak oleh para pendukungnya. Wow, seketika ada sosok menarik muncul di depan mata saya – tentunya lewat layar televisi – yaitu moderator debat yang cantik dan mempesona yang tak berpengaruh terhadap kecerdasannya. Ia adalah Ira Koesno, seorang jurnalis senior yang juga mantan presenter berita di Liputan 6 SCTV yang kini menjadi konsultan media dan komunikasi. Ira tercatat pernah menjadi presenter dalam debat terbuka Pilpres 2004. Pada malam tadi, pick up line yang ia ambil juga menarik, “Tangan Mas Agus dingin”, untuk mulai memancing tawa sambil memecah ketegangan para paslon. Nah, setelah disalami satu per satu ternyata (tangannya) ada yang dingin dan ada yang hangat.

Oh iya, ada yang juga menarik dari penyebutan Ira kepada para hadirin. Mereka, atau para hadirin, tidak hanya ditujukan kepada mereka yang hadir di Hotel Bidakara atau khalayak yang nonton lewat televisi di mana saja, tetapi juga kepada para netizen. Netizen merupakan gabungan dari kata internet dan citizen (warga). Netizen seringkali diartikan sebagai warga internet. Netizen ini pula ialah orang-orang yang secara aktif terlibat di komunitas online, atau internet secara umumnya. Jadi, kedudukan netizen setara dengan hadirin yang menyaksikan langsung maupun penonton dari layar televisi.

Oleh karena itu, saya berasumsi bahwa dukungan akses internet di kota Jakarta sudah cukup bagus sehingga memungkinkan netizen menonton lewat gadget yang pastinya terhubung dengan akses internet. Ini merupakan satu hal penting yang menurut saya harus dicatat. Saya teringat konsep global village-nya Marshall McLuhan (1964) di mana netizen hadir sebagai warganya, melampaui yang terjadi di dunia nyata atau offline. Artinya, dunia maya telah menjadi kehidupan itu sendiri selain dunia nyata. Netizen kemudian bersama-sama merepresentasikan gambaran tentang fenomena menyusutnya budaya dunia dan pada saat yang bersamaan memperluasnya karena didukung oleh kemajuan teknologi yang memungkinkan untuk saling berbagi budaya dunia – atau informasi, dalam ungkapan lain.

Oke, acara debat telah dimulai. Masing-masing paslon diminta menyampaikan visi dan misinya. Tak ada ucapan yang kurang menarik. Semuanya dengan gaya retorika khas masing-masing menunjukkan dirinya. Tapi satu hal yang saya tangkap dengan jelas adalah kuatnya ke-saya-an di paslon nomor 1, sedangkan ke-kami-an ditonjolkan oleh paslon nomor 2 dan 3. Ya, ini sudah menunjukkan satu hal yang jelas dan tegas. Paslon no. 1 masih menjunjung tinggi kediriannya sebagai seorang tokoh politik dan bukannya kebersamaan sebagai sebuah tim politik yang mana ditunjukkan oleh kedua paslon lainnya. Walaupun belakangan keduanya menggunakan “saya” maupun “kami” sesuai pada porsinya. Oh ya, sepanjang yang saya amati debat kali ini tak lebih dari adu retorika dan data seperlunya. Upaya saling sindir sudah pasti tidak dapat terhindar.

Sayangnya, artikel ini tidak akan mengulas detil yang diperdebatkan malam tadi. Kita dapat memikirkan ulang substansi maupun gaya berbicara dari masing-masing calon dengan melihatnya secara langsung. Kalau perlu kita bisa menonton ulang di YouTube maupun situs internet lainnya. Jangan lupa, perhatikan ulasan para pengamat tersohor yang diundang pada masing-masing stasiun televisi penyiarannya. Banyak nama beken bertebaran yang mampu merecoki keteguhan pilihan kita pada pilkada 15 Februari 2017 mendatang. Namun, jangan lupa, masih akan dua acara debat paslon yang diselenggarakan oleh KPUD DKI Jakarta yang menurut prediksi saya pasti akan lebih ramai. Selamat berdemokrasi!

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun