Artinya, kurang lebih seperti ini jika diterjemahkan. Kepala sudah ditempel koyo, kekasih suka selingkuh. Berjalan tidak terlihat jalanan, karena gelap jalanan. Sampai hilang nafsu makan, disakiti kekasih. Hati rasanya kecewa dan sengsara.
Jika kita mencermati dengan baik, pesan moral yang ingin disampaikan oleh lagu tersebut. Semuanya bermula dari hubungan cinta kasih, dua insan manusia, yang berada dalam kelompok masyarakat marjinal di Pesisir Pantai Utara (PANTURA). Sebut saja, Tarsinah (perempuan), dan Kang Endang (laki-laki) yang kebetulan berjualan ikan pindang.
Baca juga :Â Jalur Pantura, Riwayatmu Kini
Kang endang yang cintanya sangat tulus dan besar, mengungkap kan bahwa hidupnya hanya untuk tarsinah. Walau susahnya hidup sekalian, ia rela melakukan apapun hanya untuk Tarsinah, kekasih pujaan hatinya. Ungkapan tersebut diungkapkan pada lirik lagu berikut.
 "Senok Pernah njaluk gelang, sun rela bobok celengan. Rumasa kita wong laka, rela korban jiwa raga. Dilawani dagang pindang, ora isin ora wirang. Tapia pa sing ta terima, lara wirang sing ta rasa."
Kurang lebih artinya demikian, "yang bersangkutan (Tarsinah) pernah meminta gelang, saya rela memecah celengan/ tabungan. Mengingat, saya orang tak berpunya. Saya rela mengorbankan jiwa dan raga. Demi itu, saya rela berjualan ikan pindang/ bandeng, tak peduli malu atau rendah diri. Tetapi apa yang saya dapat, hanya kesakitan akibat cinta yang saya rasakan"
Kesusahan-kesusahan itu, dilantunkan oleh penyanyi , Sultan Trenggono (penyanyi pantura), dengan penghayatan yang luar biasa apik. Expresi yang bagus, dan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat Pantura (Subang- Indramayu- Cirebon- Brebes- Â Tegal- Pemalang).Â
Belum lagi, lagu ini dicover kembali oleh penyanyi dian anic, makin meyakinkan betul bahwa lagu ini adalah ungkapan "kesusahan hidup masyarakat Pantura hari ini". Fenomena ini juga benar-benar berdampak pada kehidupan nyata. Angka perceraian di daerah "Pantura" diatas, akhir --akhir ini meningkat drastis, kurang lebih 30-50% lonjakan angka perceraian dari tahun sebelumnya.Â
Memang, Kesusahan hidup apa saja, yang dirasakan masyarakat Pantura?
Keluhan yang saya dengar, ketika saya jalan jalan, atau berada di lapak yang berasal dari petani dan pelapak di warung bapak. Diantaranya,
Bagi petani dan buruh tani, susahnya menjual hasil panen dengan harga yang layak, terutama untuk komoditas padi beras, kacang-kacangan dan sayuran. Â Ditambah mahalnya biaya pupuk, obat hama atau obat-obat lainnya,yang minim subsidi serta sewa lahan yang cukup mahal ditengah pandemi ini, umumnya menjadi keluhan mereka.
Baca juga : Jalingkut Brebes Pantura