Dalam pilkada DKI tahun ini, terasa lebih riuh dari biasanya. Karena pilkada DKI dianggap sebagai barometer pemilihan presiden 2019. Maka berbagai macam isu diangkat ke permukaan dengan skenario yang sudah usang dan basi. Mulai dari isu sara, ras, agama, dan suku. Dalam situasi dan kondisi seperti ini banyak orang ingin tampil ke permukaan untuk action dan mencari sumber penghidupan ditengah situasi kalut seperti sekarang ini. Mulai dari aktor intelektual, penyandang dana, pengamat politik, ahli agama, buzzer, dan para follower.
Melihat Jakarta 5 tahun lalu setelah lengsernya Fauzi Bowo, sebenarnya kita diajak untuk menikmati hasil kerja Fauzi Bowo selama 5 tahun berkarya untuk Jakarta. Bagi yang sering piknik keliling Jakarta tentu akan mengetahui dan merasakan atmosfer Jakarta setelah ditinggalkan oleh Fauzi Bowo. Lalu setelah lengsernya Fauzi Bowo dari DKI 1 kita diajak menyelami teori dan praktek yang Jokowi dan Basuki lakukan dalam membangun ibukota Jakarta. Selama 2 tahun Jokowi dan Basuki mengelola dan membangun sumber daya manusia dan infrastruktur di Jakarta, hingga akhirnya Jokowi melenggang ke Istana dan dilanjutkan oleh Basuki sebagai gubernur dan Djarot sebagai wakilnya selama 3 tahun belakangan ini.
Nah, ini sudah hampir 5 tahun masa kepemimpinan Basuki dan Djarot. Kita diajak kembali untuk bernostalgia mengelilingi Jakarta dari berbagai sudut kota. Apakah ada perbedaan yang berdampak positif yang telah Basuki dan Djarot lakukan untuk Jakarta, atau malah berdampak negatif bagi kehidupan Jakarta. Itulah gunanya anda sekalian piknik dan sering jalan-jalan mengelilingi Jakarta dari berbagai sudut kota dan kehidupan. Anda harus sering piknik agar mengetahui hasil kinerja dari seorang "pelayan masyarakat" yang sudah kita pilih 5 tahun lalu.
Dari hasil jalan-jalan ini, sampai detik ini saya belum pernah melihat dan mendengar adanya banjir yang dulu hampir menjadi bagian dari suatu kebudayaan di Jakarta. Sekarang di sepanjang jalan kita juga bisa melihat adanya trotoar yang luas untuk para pejalan kaki, terintregasinya suatu angkutan umum dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Sungai-sungai yang membelah ibukota yang dulu hanya bau dan sampah yang menjadi hiasan kini sudah tidak ditemukan separah dahulu. Taman-taman kota yang untuk tempat leyeh-leyeh juga sudah disediakan begitu banyak di Jakarta ini. Begitu banyak yang bisa diceritakan, cuma alangkah baiknya jika anda piknik sendiri dan merasakan atmosfer Jakarta saat ini.
Untuk pilkada nanti saya akan menuruti apa kata ulama, di kartu tanda penduduk pada kolom agama saya tertulis : Islam. Ya Islam, saya tidak berani menyebut diri saya dan mengaku diri sebagai Islam karena hak tersebut adalah hak preogratif Allah sebagai tuhan yang saya imani. Karena yang memang maha berhak menyebut makhluk ciptaannya Islam atau kafir itu hanya Allah.
Dalam hal memilih pemimpin harus yang seiman, seakidah, amanah, jujur, bekerja keras, dan yang lebih penting tidak korupsi. Dilihat dari ketiga pasang calon pada pilkada DKI tahun ini, saya tidak mau meninggalkan saudara saya yang Islam juga bernama Djarot Saiful Hidayat yang sudah bekerja keras memberikan kontribusi hasil yang nyata dalam bekerja untuk Jakarta.
Maka saya akan pilih Djarot !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H