menulis buta itu seperti ini. dimulai dengan tanpa ide, tanpa pikiran apapun, tanpa keinginan, tanpa apapun yang terlintas dalam kepala. pokoknya menulis. jangan hentikan jari yang menari di keyboard leptop. ia harus selalu bergerak. apa yang terfikir saat itu langsung dituangkan dalam tulisan. jangan kesampingkan susunan kalimat harus sesuai dengan EYD dan lain sebagainya. Pokoknya tulisa saja, mengalir seperti air bah yang turun dari gunung. ia menyapu apapun yang ada di depannya dan menghanyutkannya ke bawah. begitu juga menulis buta. ia harus terus mengalir dan mengalir. menghanyutkan apapun yang terlintas dalam pikiran kita saat itu. penting menulis saja. apa hasilnya nanti dilihat setelah kita capek menulis. jadi awal dan akhirnya sama saja. bukan ditentukan oleh ide dan pemikiran satu topik yang kita mau tulis. kita memulia kalau kita punya niat menulis. dan kita mengakhiri kalau kita sudah tidak kuasa lagi. baik karena negantuk, karena lelah, karena bosan, karena apapun alasannya. yang pasti menulis dihentikan bukan karena kehabisan ide, tapi karena kita memang tidak mau lagi menulis. apalagi bagi politisi yang akan mengahdap presiden besoknya. ia harus menghentikan menulis. jangan sampai mengantuk di depan presiden. sebab presiden sendiri memang sudah mengatuk. saya khawatir kalo politisi juga mengantuk di depan presiden, presiden akan mengajaknya berkaroke sambil memainkan gitar, lalu mereka tidur bersama. Sama-sama tidur atau tidur bersama sama saja. yang pasti mereka tidur dan tidak ada yang bisa dilakukannya untuk masyarakat. masyarakat terus susah, pendidikan mahal, bahan bakar mahal, makanan juga mahal, semua jadi mahal. untuk bisa kaya arus korupsi, atau mengambil punya orang, atau menjilat. kalau jujur tidak akan kaya. bahkan kalau jujur malah menderita. ingat kejadian di surabaya kan? seorang ibu yang melaporkan contek masal di sekolah nakanya malah diusir oleh orang kampung dan membuat kehidupannya tidak aman. ini memang negeri yang sangat aneh dan tidak bisa ditebak. presidennya suka curhat di media. wakil rakyatnya tidak peduli pada tugas. nebeng nama beken ajdi anggota dewan. pekerjaannya memperkaya diri, mendukung pengusaha agar ia dapat bagian, memperbanyak istri, suka jalan-jalan dengan menggunakan uang rakyat. lebih menyakitkan lagi, mereka sama sekali tidak suka dengan sidang yang menjadi tugasnya. samabil sidang ada yang ngupil, ada yang bikin forum di belakang ada yang sms-an ada yang tidur mendengkur bahkan ada yang menonton film posno. coba, apakah ini wakil manusia? mungkin hewanpun malu mengakui mereka sebagai wakilnya.
capek ah bicara politik. susah. sakit hati. gemas. marah, kesal, benci. benci benci benci. rasanya kalau saya punya cakar, saya akan mencakar muka politisi, polisi, hakim jaksa. atau kalau saya punya pedang saya akan pancung leher mereka semua. sadis? tidak juga. mereka melakukan hal yang sama buat kita. Coa lihat, bagaimana mereka tidak membangun jalan raya yang membuat banyak orang mati di sana. mereka tidak peduli pada pelayanan kesehatan yang membuat banyak orang merenggang nyawa. mereka menjalan hukum yang berpihak pada yang bayr sehingga banyak orang yang tidak memperoleh keadilan. apakah ini tidak kejam? seandainya seorang hakim yang zalim itu ditusuk bambu runcing dari pantat hingga menembus mulutnya, itu masih lebih baik dari pada ia membela orang yang salah dan menyalahkan orang yang benar. sebab ia telah melukai hukum negara, ia sudah menghida warga yang menggunakan nama Indonesia sebagai negaranya. berapa orang yang ia hina? 240 juta lebih!!! apakah ada sebuah hukuma yang pantass bagi orang yang demikian?
sudah ah. sudah capek
ini menulis buta. tapi penulisnya tidak buta. :-)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H