Mohon tunggu...
Agam Imam Pratama
Agam Imam Pratama Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

#Penikmat_Kopi #Kabid_Hukum_dan_HAM_MPBPJS_Jateng-DIY #Petani_Kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

HMI dan Gerakan Kiri

29 Februari 2016   12:59 Diperbarui: 29 Februari 2016   13:06 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

    Sampai hari ini saya masih meyakini HMI sebagai organisasi mahasiswa yang terbesar di Indonesia. Dengan puluhan ribu kader yang tersebar di ratusan cabang di seluruh penjuru tanah air. Saya pun masih meyakini bahwasannya HMI seharusnya masih merupakan “harapan masyarakat Indonesia” sebagaimana yang disampaikan Panglima Besar Soedirman. Ya, seharusnya. Andaikata seluruh sumber daya baik manusia (kader), intelektual, jaringan dan sumber daya lainnya digunakan semata-mata guna kepentingan masyarakat banyak.

    Sebagai sebuah organisasi besar, tak heran bila HMI terus menjadi sorotan banyak pihak. Kesalahan sekecil apapun akan dengan cepat tercium dan menyebar hingga mencoreng nama organisasi. Akhir-akhir ini misalnya, pada kongres beberapa bulan lalu dimana HMI terus menjadi sorotan utama hingga menenggelamkan organisasi mahasiswa lainnya.

Mulai dari pembajakkan kapal, makan tak bayar, kerusuhan di lokasi kongres dan lainnya. Meski bagi saya ini tak berimbang. Jarang ada yang memandang bahwasannya di luar hal-hal tadi, masih banyak hal-hal positif seperti bagaimana adanya ruang-ruang intelektual, forum-forum diskusi, bedah buku, yang dibentuk secara mandiri di lokasi kongres oleh kader-kader HMI yang tak mau terjebak oleh sekedar kepentingan politik praktis para pimpinan dan calon pimpinan PB HMI.

     Belum lagi perihal yang menjadi pembahasan ramai akhir-akhir ini, tentang beberapa oknum yang menamakan dirinya sebagai HMI Cabang Jakarta Raya terkait aksi penolakannya terhadap acara Belok Kiri Festival. Aksi ini menuai berbagai kecaman dari berbagai kalangan. Ada yang mengatakan itu adalah aksi pesanan, ada pula yang mengecam HMI sebagai organisasi yang bermental Orde Baru, sehingga alergi terhadap segala hal yang berbau “kiri”. Salahkah aksi yang dilakukan oleh apa yang menamakan dirinya sebagai HMI Cabang Jakarta Raya ini?.

Bila didasarkan pada konstitusi HMI maka hal ini tidak salah, sebab di HMI tiap-tiap cabang bahkan komisariat memiliki desentralisasi salah satunya terhadap isu-isu yang sedang berkembang dan cara penyikapannya. Aksi ini tidak salah, hanya saja menurut penulis merupakan sebuah langkah yang kurang bijak dan kurang cerdas.

      Ya, kurang bijak dan kurang cerdas. Mengapa demikian?. Pertama, sebagai sebuah organisasi mahasiswa yang salah satu senjata utama adalah intelektualitasnya harus dipahami bahwasanya aksi (demonstrasi) bukanlah langkah yang pertama dan utama. Dialog atau diskusi harus diutamakan, kecuali bila memang yang berkaitan tak membuka ruang dialog ataupun ruang dialog berujung jalan buntu. Dan sepanjang informasi yang penulis terima, panitia Belok Kiri Festival membuka ruang dialog seluas-luasnya bagi siapapun.

Kecuali memang bila benar aksi kawan-kawan yang menamakan dirinya HMI Cabang Jakarta Raya ini merupakan aksi pesanan, jadi yang penting aksi, persetan dengan langkah-langkah lain. Atau bila memang benar kawan-kawan ini tak melakukan diskusi terlebih dahulu atau minimal membaca, sehingga merasa tak memiliki wacana dan tidak siap berdialog dengan panitia Belok Kiri Festival.

     Kedua, seandainya kawan-kawan ini sudah terlanjur mentok anti dengan segala hal yang berbau “kiri”. Apakah itu salah?. Tentu tidak. Itu bentuk kebebasan berpikir mereka. Tapi coba seandainya mereka membaca ulang sejarah HMI, bukan hanya dari sejarah berdirinya, tapi mulai dari sejarah Islam itu sendiri, karena dikonstitusi HMI pun sejarah HMI dimulai dari sejarah Islam. Sedikit banyak diceritakan mengenai bagaimana dinamika muncul dan berkembangnya Islam, salah satunya bagaimana perjuangan Nabi Muhammad SAW. Sadarkah kawan-kawan bahwasannya nabi umat Islam ini sangat “kiri” dan bahkan pantas menyandang gelar buyutnya “orang kiri”.

     Coba kawan-kawan tengok kembali, bila pemikir-pemikir seperti Marx yang dikenal sebagai mbah nya pemikiran kiri berbicara mengenai buruh, petani, dan serba-serbi ketertindasan masyarakat lainnya, yang notabene merupakan kaum yang masih memiliki penghasilan meski tidak seberapa, Nabi Muhammad SAW penulis pikir lebih berani dan lebih “kiri”, beliau berbicara dan berjuang untuk pembebasan budak. Ya, budak. Manusia yang pada jaman itu sama sekali tidak ada harganya. Jangankan gaji atau penghasilan, bahkan dirinya sendiri pun tidak mereka miliki.

Nabi Muhammad SAW dicintai pengikutnya bukan karena beliau memaksa mereka untuk sholat, untuk mengaji, namun beliau dicintai karena usahanya membebaskan mereka dari perbudakkan. Beliau dikagumi sahabat-sahabatnya bukan semata-mata karena dirinya adalah nabi, tapi terlebih karena keberaniannya melawan arus menentang sistem perbudakkan yang pada masa itu dianggap sebagai hal yang wajar. Beliau dibenci musuhnya pada masa itu bukan semata-mata karena usahanya mengajak orang-orang untuk menyembah Allah, tapi lebih karena usahanya menghapus sistem perbudakkan yang jelas-jelas hanya menguntungkan segelintir orang saja yang berkuasa pada masa itu.

     Poin ketiga, sadarkah kawan-kawan yang menamakan dirinya HMI Cabang Jakarta Raya ini bila yang kawan-kawan lakukan ini sedikit banyak mencoreng nama baik organisasi di kalangan gerakan. Memang mereka tidak bisa menggeneralisir apa yang dilakukan oleh satu cabang merupakan cerminan dari HMI secara keseluruhan. Tapi itu bukan salah mereka. Bukan mereka yang bertanggungjawab atas nama baik HMI, tapi kita sebagai kader yang mesti bertanggungjawab penuh atas hal tersebut. Inilah mengapa setiap langkah dan tindakan harus melalui pembahasan yang matang dan dibahaskan pula dampaknya. Kecuali memang jika sekali lagi aksi kawan-kawan ini adalah aksi pesanan yang persetan nama baik organisasi, yang penting aksi.

      Keempat, sadarkah kawan-kawan yang menamakan dirinya sebagai HMI Cabang Jakarta Raya bahwa apa yang kawan-kawan lakukan sedikit banyak menciderai perjuangan kawan-kawan se-Himpunan di daerah-daerah. Coba kawan-kawan tengok di daerah-daerah, banyak kader-kader HMI yang dalam perjuangannya berinteraksi dengan kalangan buruh, petani, dan lainnya yang notabene identik dengan apa yang disebut dengan gerakan kiri. Sedikit banyak kawan-kawan telah menambah jumlah kerikil di jalan yang sedang dicoba dibangun kawan-kawan HMI di daerah-daerah guna memperluas gerakan.

Apa kawan-kawan tahu betapa sulitnya membawa nama HMI yang notabene terlanjur terkenal karena dosa sejarah kedekatannya dengan Orba dan permusuhannya dengan kelompok kiri pada era 60’an untuk hari ini lebih dekat kawan-kawan buruh, kawan-kawan tani, kawan-kawan nelayan, dan kawan-kawan gerakan lain?. Dan saat jaringan gerakan tersebut sedikit demi sedikit sudah mulai terbangun, kawan-kawan ingin menciderainya?.

     Itu sedikit poin utama dari banyak poin penting yang ingin penulis jabarkan. Saran penulis, coba mainlah ke HMI di daerah-daerah, Purwokerto misalnya. Agar kawan-kawan turut merasakan bagaimana untuk sekedar demonstrasi saja harus patungan dan mengurangi uang jajan. Untuk turun ke lapangan dan berinteraksi dengan kawan buruh dan kawan tani saja harus menabung sejak jauh-jauh hari dan mengurangi porsi makan. Namun ada kebanggaan dan kepuasan tersendiri dibalik itu.

Sehingga sayang rasanya bila harus menodainya dengan aksi-aksi pesanan senior atau instansi tertentu misalnya. Penulis pikir kawan-kawan yang menamakan dirinya HMI Cabang Jakarta Raya ini mengerti dengan apa yang dimaksud di atas. Seandainya memang pemahaman kita akan makna “kiri” kurang lebih sama. Kecuali jika kawan-kawan ini memahami “kiri” hanya sebatas komunis, tidak sholat, membakar Al-Qur’an, atau atheis maka saya sarankan kawan-kawan untuk memperbanyak referensi, membaca kembali dan perbanyak diskusi. Yakin Usaha Sampai !!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun