Tidak semua persepsi berobat di Indonesia menyebalkan. Sentuhan humanis dokter bisa membantah image negatif berobat di Indonesia.
Saya pernah mengantarkan isteri dan anak berobar ke seorang dokter di Banda Aceh. Pertama saya sempat  berpikir bakal dongkol dan kesal karena pelayanan yang  kami dapatkan selama ini selalu tidak menyenangkan. Dokter selalu bertanya, pasien sakitnya apa?
Namun, ketika itu kesannya malah berbeda. Sang dokter  menyambutnya dengan senyum dan ramah. Kesan pertama memang mengesankan. Secara sentuhan humanis sang dokter mulai memeriksa kondisi anak dan isteri saya. " Ngak apa-apa, cuma kecapekan, sebantar lagi sembuh", ujar sang dokter. Saya pun senang, karena dokter sudah memberikan motivasi.  Dokternya hanya menyarankan, jika  berkenan minum obat atau tidak. Semangat dan motivasi dokter langsung membawa dampak optimis bagi pasien dan keluarganya.
Ternyata memang benar, kondisi isteri dan anak saya Alhamdulillah berangsur baik. Kami membeli obat ringan untuk lebih yakin pada upaya berobat.
Kami hanya sekali mengunjungi dokter tersebut. Sekali lagi motivasi dan sentuhan humanis sangat mengena untuk kesembuhan pasien. Maka, hospitality dan humanis ini yang agak jarang ditemukan jika rumah sakit, dan paramedis sudah membelokkan misi sosial kepa bisnis. Jika sentuhan ini dikedepankan, tak perlu jauh berobat, cukup di negeri sendiri. Insyaallah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H