Di era tahun 1990 an siapa yang tidak kenal Sri Bintang Pamungkas, Politisi Partai Persatuan Pembangunan ( PPP) ini dikenal sebagai oposan no 1 pemerintahan Soeharto.Â
Dipecat Partai nya sendiri, hingga akhirnya mendirikan Partai Sendiri Partai Uni Demokrasi Indonesia ( PUDI) . Sri Bintang Pamungkas menantang Soeharto dengan mendeklarasikan diri sebagai Calon Presiden.Â
Dalam Tabloid Adil edisi Maret 1996,kisah perlawanan Sri Bintang Pamungkas terhadap rezim Orde Baru dikupas. Di sini saya kutip kembali pemberitaan Tabloid paling populer di era 1999 an itu.Â
" Â Sri Bintang Pamungkas rupanya tak mau kepalang tanggung. Begitu muncul isyarat Pak Harto mengenai kemungkinan terjadinya suksesi kepemimpinan nasional pada 1998, segera saja dia mengibarkan namanya sendiri. "Saya akan mencalonkan diri sebagai presiden dalam Sidang Umum MPR 1998,"katanya. Sebuah kelakar politik di tengah kerikuhan ke- kuatan sospol menggelindingkan isu suksesi?
Tampaknya tidak. Bintang justru mengaku sedang serius betul. Berbicara di hadapan peserta seminar Demokrasi dalam Menghadapi Suksesi Na- sional di Universitas Nasional Jakarta, Kamis (7/3/96), Bintang menyatakan, dia merasa tak perlu berbasa-basi untuk merebut kursi kepresidenan dalam Sidang Umum MPR 1998. "Insya Allah, saya akan maju terus. Saya tak akan berhenti di tengah jalan."katanya.
Untuk apa? Jangan silap. Inilah rekayasa poli- tik Bintang untuk terus menggelindingkan isu suksesi. Bidikannya, jelas. Antara lain, menge- bor konsep mekanisme pemilihan presiden yang seolah-olah tak boleh memunculkan lebih dari satu calon. "Ini jelas budaya sakralisme suksesi yang tidak sehat," katanya.
Tak hanya dirinya menjadi presiden berkaitan pula dengan niat. untuk mengubah anggap- an bahwa seolah-olah ma- sa jabatan presiden tidak terbatas. Padahal, interpre- tasi logis pasal 7 UUD 45, justru menyiratkan bahwa masa jabatan presiden maksimum sebanyak dua kali. "Karena itu, jika nanti sudah muncul nama-nama calon presiden seperti Try Sutrisno, B.J Habibie, Soe- dharmono atau Sri Bintang Pamungkas, komitmennya terhadap masa jabatan ke- presidenan harus diuji dulu."
Apa pun, ini memang bukan gagasan baru. Ketika berkampanye dalam Pe- milu 1992, Ketua Umum PDI (saat itu) Soerjadi juga menggelindingkan gugat- an terhadap pembatasan masa jabatan kepresidenan.Â
Gugatan ini digulirkan pula oleh Kelompok 9 dari UGM. Mereka, antara lain, adalah pakar politik Dr Ichlasul Amal, Dr Amien Rais, ekonom Prof Mubyarto, pakar ilmu pemerintahan Dr Sofyan Effendi dan pakar politik Dr Loek- man Soetrisno, Dr Masdar Mas'udi. Tak lama b kemudian, digelindingkan lagi oleh Sema UGM. Pencalonan presiden lebih dari satu dalam Sidang Umum MPR, juga sebelumnya pernah digulirkan oleh sejumlah kader orsospol. Sebut saja misalnya, kader PDI Yahya Nasution yang mencalonkan Rudini dalam Sidang Umum MPR 1992. Lalu Dipo Alam (kini staf ahli Bappenas) mencalonkan Ali Sadikin dalam Sidang Umum MPR 1978. Cuma memang, gaungnya tak meriah. Maka, tak heran, Bintang tiba-tiba mencoba kembali mengungkitnya. Caranya? Ya, itu tadi, menca- lonkan diri menjadi calon presiden. "Niat ini se- betulnya sudah lama saya pendam," katanya.
Uniknya, Bintang ternyata tak langsung me- nohok. Langkah ke arah jalan menuju kursi ke- presidenan, akan diawali dulu dengan merebut kursi ketua umum partainya. Dalam Muktamar Agustus nanti, dia berniat akan tampil all out untuk menggeser kedudukan Buya Ismail Meta- reum SH." Sehingga saya bisa membuktikan diri bahwa PPP merupakan partai penuh se- mangat dan bisa meraih kemenangan."