Mohon tunggu...
Afzar Harianja
Afzar Harianja Mohon Tunggu... Lainnya - Bhumi

Bumi Pertiwi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Vedanta dan Agama

24 April 2024   16:49 Diperbarui: 24 April 2024   16:52 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

"VEDANTA DAN AGAMA"


Seringkali Vedanta diterjemahkan sebagai "Filsafat Dasar Agama Hindu" -- menurut saya kurang tepat. Tidak salah, tetapi kurang tepat.

Vedanta, sebagaimana saya memahaminya, adalah intisari Veda, dan Veda berarti pengetahuan, atau lebih tepat lagi jika disebut "Kebijakan" yang telah menajdi pedoman bagi perilaku manusia. Jadi, pengetahuan atau kebijakan yang belum atau tidak bisa diterjemahkan dalam keseharian hidup -- bukanlah Veda. Ia mejadi Upa Veda. Pengetahuan yang belum sempurna.

Veda, walau umumnya dikaitkan denga 4 pustaka tertua milik umat manusia, sesuangguhnya melampaui keempat pustakan tersebut. Ia bersifat Sanatana -- langgeng Abadi, Kekal, Tidak pernah Tidak Ada -- selalu ada.


Veda adalah kolam intelegensia (bukan intelektualitas. Pengetahuan berdasarkan informasi atau memori), Dimana jagad raya hanyalah sebuah pulau kecil. Alam semesta hanyalah satu bagian dari kolam itu. Sementara, kolam intelegensia itu sendiri hanyalah bagian kecil dari Hyang Maha Ada, yang biasa disebut Tuhan, Allah, Widhi, Bapa di Surga, dan dengan sederet sebutan-sebutan lainnya.

Otak manusia yang berkembang bersama zaman dan memperluas sekaligus memprdalam kemampuannya untuk berpikir -- hanya dapat mengaksses kolam intelegensia itu sebatas kemampuannya. Ketika kemampuannya berkembang, makai a mengakses lebih banyak.

Ribuan tahun yang lalu, para resi yang berada dalam wilayah peradaban Sindhu, mulai mengakses kolam intelegensia tersebut. Kemudian, kira-kira 5.000 tahun yang lalu, Resi Vyasa atau Abhiyasa mengumpulkan "hasil akses" para rsi tersebut dan dirangkumnya dalam 4 pustaka besar: Rgveda, Samaveda, Yajurveda dan Atharvaveda. Dua Kumpulan pertama mengurusi perkembangan pikiran serta perasaan manusia. Dua Kumpulan  terakhir mengurusi hidupnya di dunia memberi pedoman tentang hubungannya dengan semesta.

Lewat rangkumannya itu, Resi Vyasa mengajak kita untuk menjadi warga yang baik. Bukan saja warga dunia, tetapi warga semesta. Manusia tidak bisa mengurusi planet bumi ini dengan mengabaikan lingkungan, dan tidak dapat menjaga kelestarian lingkungan, jika ia tidak peduli terhadap semesta, Dimana "dunianya" berada.


Ketika ajaran-ajaran, lebih tepatnya, anjuran-anjuran itu dirangkum menjadi PEDOMAN bagi kehidupan manusia, maka hasilnya adalah Vedanta. Jika ini boleh disebut Filsafat, silahkan menyebutnya.


Kadang saya melihat agama dan filsafat, sebagaimana kita memahami keduannya secara umum, sebagai dua tepi dari sungai yang sama. Mereka tidak pernah bertemu. Mereka terpisahkan oleh sungai itu sendiri. Kendati demikian, perpisahan itu pun sesunggunya hanya ilusi mata. Ilusi pandangan. Ilusi penglihatan kita sendiri. Sungai yang sama juga sebenarnya mempertemukan kedua tepi tersebut.

Ketika kita memperhatikan kedua tepi sungai secara terpisah, maka perpisahan lah yang menonjol. Tapi jika kita memperhatikan sungainya sendiri, maka perpisahan pun tidak terlihat lagi. Kedua tepi itu ada, karena adanya sungai.


Agama, khususnya akidah agama, atau ritual-ritual Agama, adalah bekal manusia untuk menyebrangi sungai kehidupan. Bekal ini bisa berupa perahu, smpan, aatau apa saja yang kita butuhkan dalam perjalanan...namun, bisa juga berupa keahlian berenang. Sehingga, tanpa sampan dan perahupun, sungai kehidupan ini dapat dilalui.


Agama dan yang saya maksud lagi-adalah akidah agama, ritual-ritual agama, merupakan kebutuhan awal manusia. Kebutuhan esensial manusia. Ritual-ritual itu dapat melunakkan jiwa manusia. Dapat membersihkannya dari insting-insting hewani. Sehingga, pikirannya menjadi jernih dan emosinya tidak bergejolak. Ketika tujuan ini tidak tercapai maka keagamaan manusia tidak berarti lagi.

 

Ironisnya, saat ini, keagamaan tanpa arti, ini yang kita temukan Dimana-mana. Keagamaan  "kini" manusia, tidak berhasil membersihkan insting-insting hewani di dalam dirinya. Pikiran manusia pun msih kacau balau, dan emosinya bergejolak.

Melihat keadaan ini, tidak aneh, tidak heran, jika beberap diantara kita, menolak agama. Mereka menolak agama yang dianggapnya telah gagal. Sesungguhnya agama tidak gagal. Adalah kegagalan manusia memahami dan melakoni esensi agama yang kemudian memberi kesan seolah agama telah gagal.

Ketika agama diartikan sebagai tujuan, bukan sebagai jalan, maka manusia yang mengartikannya seperti itu berhenti berjalan. Kemudian, setiap orang yang sedang menjalani agama, setiap orang yang sedang berjalan pada jalur agama, dianggapnya meningkalkan agama -- melewati agama.

Ia percaya pada pemberhentiannya. Perjalanan orang lain dianggap sesat. Inilah ciri orang-orang yang kemudian melembagakan agama. Ingat, pelembagaan hanyalah memungkinkan jika sesuatu yang hendak dilembagakan itu berda dalam keadaan berhenti. Sesuatu yang sedang berkembang tidak dapat dilembagakan. Dengan melembagakan agama, sesungguhnya mereka telah memadamkan api agama, mereka telah mematikan semangat keagamaan.

 

Vedanta tidak pernah dilembagakan, makai a berkembang terus. Ia tidak punah bersama kebijakan-kebijakan kuno Mesir, Yunani, Romawi dan Lainnya. Upaya untuk melembagakan Vedanta tidak pernah berhasil. Justru kegagalan Upaya-upaya semacan itu telah menjadi berkah.

Kebijakan Mesir Kuno, Yunani dan Romawi pernah dilembagakan. Ajaran-ajaran luhur tersebut dibakukan, dijadikan dogma dan doktrin. Kemudian dogma dn doktrin tersebut disakralkan. Diharamkan bagi siapa saja untuk menetangnya. Maka, tidak terjadi pembaharuan dan kala doktrin serta dogma tersebut tidak mampu menjawab tantangan dan tuntutan zaman -- maka punahlah semuanya tanpa bekas.

Tidak perlu menoleh  ke belakang terlalu  jauh untuk membuktikan bahwa pada akhirnya segala sesuatu yang bersifat dogmatis akan mendapatkan tantangan :


  • Pancasila dijadikan salah satu dari tujuh bahan indoktrinasi oleh penggalinya sendiri, Bung Karno. Kemudia dibukukan sebagai pedoman oleh pak Harto; maka sesuai pemerintahan mereka terjadilah penolakan terhadap Pancasila. Pancasila mesti diterjemahkan sebagai "Gerakan budaya". Gerakan senantiasa bergerak, tidak statis, tidak berhenti. Gerakan yang senantiasa memperbaharui dirinya, maka tidak pernah usang.

  • Para khailfah yang berani berinteraksi dengan dunia luar dan membuka diri terhadap perkembangan zaman, mengantar Islam pada KejayaanNYa. Sengaja saya menggunakan "Nya" dengan N besar, karena saat itu Islam memang terbukti Besar dengan segala keagunganNya serta kemulianNYa. Namun Ketika sultan seperti Aurangzeb di Hindustan, dan mereka yang mengaku-ngaku sebagai ulama seperti.........di negeri kita sendiri, membakukan interpretasi tertentu dan mengharamkan pemahaman-pemahaman lain maka terjadilah kesalahpahaman terhadap ajaran Islam.

Gereja Katolik mendapatkan tantangan yang luar biasa dari mereka yang memprotes dogma dan doktrinya yang sangat baku dan kaku. Untung saja Gereja Katolik belajar dari pengalaman itu, kemudian membuka diri terhdap perkembangan zaman dan perluasan pikiran serta pemahaman manusia. Agama Ibarat Peta Penunjuk Jalan. Peta itu bagus, baik,  perlu --- tetapi tidak dapat mengantar kita ke mana pun jua. Kita tetap harus berjalan sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh peta itu.


Vednta memahami agama sebagai Peta. Sebab itu, ia pun tidak mengharamkan "perbaikan" pada peta. Setiap kali seorang Siddharta tercerahkan dan bangkit dalam kesadaran Buddha, setiap kali seorang Shankara menjadi chrya, setiap kali seorang Satyanarayan menjadi Sai --- lahirlah pemahamanpemahaman baru sesuai dengan tuntutan zaman... Sesuai dengan keadaan sosial dan budaya di mana para avatra dan para guru itu lahir.


Vednta Memberi Kita Kebebasan untuk melakukan penafsiran yang "menguntungkan" bagi sebanyak mungkin makhluk di setiap zaman. Sebab itu, ia tak akan menolak seorang Ibn Rusyd atau Averosse. la akan menerima Mansur al-Hallaj. la juga tidak akan mempermasalahkan seorang Galileo. Dan, ia pun akan menyapa Socrates dengan mesra.


Vednta tak akan meletakkan kaligrafi Allah di bawah kaligrafi Aum. la akan menempatkannya sejajar. Vednta tak akan menempatkan Muhammad, Buddha atau Kristus di bawah Shankara, Rama dan Krsna.

Kiranya Jelas Sudah --- Bahwa "Filsafat" Seperti Inilah yang Dibutuhkan Dunia Saat Ini. Keagamaan seperti inilah yang menjadi kebutuhan kita semua. Apa pun agamamu, dan apa pun agamaku --- "keagamaan" kita sama. Esensi atau nilainilai luhur yang terdapat daam semua agama sama, yaitu Kasih, Kedamaian, Kebenaran, dan Kebajikan. Ketika kau menerjemahkan nilai-nilai iu daam keseharian hidupmu, dan ketika aku menerjemahkannya daam hidupku --- maka kita beremu!


Vednta adalah harapan bagi pertemuan iu. Untuk merasakan keindahannya, kau tidak perlu "menjadi" orang Hindu. Kau tidak perlu ber-KTP Hindu... Siapa pun kau, Vednta akan menyapamu dengan kemesraan yang sama.


Sumber :

Anand Krishna. Vedanta : Memaknai Kembali Hindu Dharma. Pusat studi Veda dan Dharma. 2016. 271 hal

 

www.booksindonesia.com

Anand Krishna | Buku Meditasi Anand Krishna, Buku Yoga Anand Krishna (booksindonesia.com)

 
Youtube: Anand Krishna

Youtube : Anand Ashram

Panduan Meditasi Inner Journey bersama Anand Krishna (youtube.com)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun