Mohon tunggu...
AFWIKA ASHARI
AFWIKA ASHARI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya senang dalam bidang sastra dan olahraga.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelayanan Sosial Bina Remaja sebagai Langkah Mengurangi Kenakalan Remaja

25 Maret 2023   20:28 Diperbarui: 26 Maret 2023   10:16 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pin.it/1PdxvmFImage caption

Masa remaja adalah masa tumbuh kembang seseorang yang sudah balig, baik dalam segi fisik, mental, dan intelektualnya. Rasa ingin tahu yang tinggi terkadang membuatnya terjerumus kedalam hal yang kurang baik. Mereka biasanya mampu memikul resiko apa yang diperbuat tanpa memikirkan apa dampak yang hadir. Dengan demikian, pertumbuhan dan perkembangan remaja butuh adanya penyesuaian mental dalam pembentukan moral, nilai, dan kegemaran mereka.

Masa pertumbuhan ini menjadi masa perpindahan dari fase anak-anak ke dewasa. Terkadang mereka dihadapi oleh masalah-masalah remaja di lingkungannya dan sulit untuk diatasi. Ketika muncul masalah-masalah tersebut, maka mereka gunakan caranya sendiri dan berujung penyesalan karena ketidakmampuan dalam menyelesaikan masalah. Fase ini, mereka seolah-olah berperilaku layaknya orang dewasa dan berujung pada tuduhan-tuduhan besar dan umpatan karena bertindak layaknya orang dewasa.

Kebanyakan remaja akan meniru perilaku orang dewasa dalam menghadapi suatu permasalahan di hidupnya, seperti mabuk-mabukan, merokok, narkoba, seks bebas, sampai dengan kekerasan. Permasalahan remaja inilah yang berakhir pada perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang merupakan tingkah laku individu atau kelompok yang melanggar nilai dan norma yang telah disepakati bersama. Proses sosialisasi tidak sempurna menyebabkan seorang remaja bisa menjadi pelaku penyimpangan. Remaja yang menyimpang dikatakan sebagai anak cacat secara sosial.

Pengaruh sosial di lingkungan menjadikan remaja tersebut mengalami cacat mental. Salah satunya, yaitu lingkungan pertemanan yang menjadi aktor dalam tumbuh kembang remaja. Teman yang baik akan membawa temannya ke jalan yang benar dan sesuai norma. Berbeda dengan teman yang mengarahkan kepada perilaku-perilaku yang merugikan, seperti bullying, tawuran, memalak, dan lain-lain. Oleh karena itu, dimasa remaja ini diharapkan mereka mampu memilih lingkup pertemanan yang sehat dan baik.

Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai jumlah kenakalan remaja di Indonesia selalu mengalami kenaikan dalam kurun waktu 2013-2020. Pada tahun 2013, sebanyak 6,325 kasus terjadi. Sementara ditahun 2014, mengalami kenaikan dengan jumlah 7007 kasus. Ditahun 2015 mencapai 7.762 kasus mengenai kenakalan remaja. Pada tahun 2016 diprediksi pada angka 8.597,97 kasus. Tahun 2017 sebanyak 9.523,97 kasus, sedangkan tahun 2018 sudah mencapai 10.549,70 kasus. Pada tahun 2019, sejumlah 11.685,90 kasus dan tembus pada 12.944,47 kasus ditahun 2020. Dari data ini, kita bisa melihat bahwasannya dalam rentan waktu 2013-2020 selalu mengalami kenaikan pertahunnya, sebanyak 10,7%. Kasus kenakalan remaja ini tersebar, mulai dari pergaulan bebas, pencurian, perkelahian, sampai narkoba.

Di Indonesia, kenakalan remaja tersebar secara merata. Dewasa ini, ibu kota menjadi tempat berkumpulnya kenakalan remaja. Salah satu kota administratif di Ibu Kota, yaitu Jakarta Selatan ada sebanyak 323 kasus yang disampaikan oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran. Kasus kenakalan remaja tersebut, meliputi balap liar dan tawuran.

Terkadang, anak jalanan juga menjadi pelaku sekaligus korban dari kenakalan remaja. Mereka melakukan tindakan menyimpang, seperti berkelahi, pencurian, miras, berjudi, dan memalak. Contohnya, yaitu kasus yang terjadi pada tahun 2020, ketika segerombolan anak jalanan melakukan pengeroyokan dengan benda tajam dan menyiram bensin kepada temannya sendiri di Salatiga, Semarang. Turunnya mereka ke jalanan disebabkan oleh beberapa faktor, seperti :

  • Kondisi ekonomi yang mengharuskan mereka bekerja daripada menuntut ilmu.
  • Pendidikan yang dianggap kurang penting bagi mereka sehingga pengetahuan yang dimiliki terbatas.
  • Adanya rasa ingin mencari kebebasan dan jati diri. Karena dimasa-masa inilah, para remaja ingin berada pada kondisi bebas tanpa kekangan dari orang tua dan lingkungan sekitar. Mereka senang dengan kehidupan seperti itu karena bisa melakukan apa saja yang diinginkan.

Dengan demikian, mereka belum mampu merealisasikan dirinya secara emosional, fisik, dan mentalnya yang akhirnya berujung pada kenakalan remaja. Konsep diri pada anak umum berbeda dengan konsep diri pada anak jalanan. Konsep diri yang ada pada anak jalanan terbentuk secara negatif sesuai dengan penelitian yang dilakukan Pardede (2008). Hal ini mendorong mereka untuk melakukan kenakalan remaja sampai dengan kekerasan.

Dari kasus-kasus tersebut, sudah sepatutnya pemerintah melakukan aksinya dalam mencegah dan menanggulangi kenakalan remaja. Para remaja ini, mulai dari anak terlantar, anak jalanan, anak korban kekerasan, sampai dengan pelakunya (anak yang berhadapan dengan hukum), dan lain-lain, dikatakan sebagai Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) sesuai dengan Permensos RI nomor 8 tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial. PMKS ini harus diselesaikan melalui program-program pemerintah yang sebelumnya telah dirancang melalui penyusunan melalui perencanaan sosial. Setidaknya, dampak dari masalah kenakalan remaja ini dapat diminimalisir.

Dalam perencanaan sosial terdapat bidang pelayanan sosial yang gunanya untuk memberikan pelayanan sosial supaya mampu menjalankan aktivitas sosialnya, misalnya aktivitas kontak sosial, interaksi sosial dan pemenuhan atas kebutuhannya. Untuk menanggulangi PMKS, pemerintah mulai dari Kementrian Sosial dan Pemerintah Daerah (Dinas Sosial) membentuk program Pelayanan Sosial Bina Remaja (PSBR). PSBR ini adalah suatu program yang dikhususkan oleh remaja yang putus sekolah terlantar pada usia lima belas tahun sampai dengan dua puluh satu tahun. PSBR ingin mewujudkan kemandirian para remaja dan mencegah munculnya masalah sosial yang akan datang pada dirinya sendiri, seperti kemiskinan, pengangguran, dan lain-lain.

Program ini dilaksanakan agar mereka para remaja yang putus sekolah tidak terjerumus pada kenakalan remaja terutama kekerasan. Terkadang, para remaja yang putus sekolah lebih bebas dalam menikmati hidup sampai tidak ada kontrol di dalam dirinya, baik dari psikis maupun mental. Oleh karena itu, untuk menghindari para remaja melakukan tindakan menyimpang, maka program PSBR ini menjadi wadah yang tepat bagi mereka untuk mengembangkan kemampuan. PSBR ini memiliki misi yaitu, memberikan pelayanan bagi remaja putus sekolah dan membimbing mereka baik secara sosial, mental, spiritual, maupun ketrampilan kerja. Bukan hanya itu saja, PSBR juga ingin meningkatkan fungsi sosial mereka dalam pemenuhan kebutuhan, pemecah masalah, dan pelaksaan peran mereka sebagai remaja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun