Mohon tunggu...
Afwan Maksum
Afwan Maksum Mohon Tunggu... -

Usaha yang luar biasa akan membuat kita lebih unggul dibandingkan orang yang memiliki hak keistimewaan sejak lahir...

Selanjutnya

Tutup

Money

Indonesia Membutuhkan Road Map Energi

23 Februari 2011   12:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:20 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Beberapa waktu yang lalu, lembaga AIPI ( Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia ) – yang mewadahi para begawan ilmuan terkemuka Indonesia - melantik Prof. Dr. Satryo Soemantri Brodjonegoro sebagai anggota di bidang Ilmu Rekayasa. Pidato Inaugurasi sang Profesor mengambil judul “Eco-Technology masa depan Indonesia” yang memaparkan dengan ringkas, lugas dan ter arah mengenai tantangan pemilihan energi berbasiskan ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan energi yang sejalan dengan meningkatnya pemanasan global. Memang benar, hal ini bukan suatu hal baru, tapi menjadi amat sangat menarik, tema ini disampaikan didalam lembaga AIPI –lembaga yangdibentuk melalui UU no 8/1990 – dengan tujuan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan bangsa dan negara. Satu-satunya Lembaga yang memilki seluruh anggotanya bergelar Profesor, gelar akedemis tertinggi dan memiliki kreteria yang sangat ketat dalam mengangkat anggota baru.

Dapat kita lihat, Pemerintah tidak pernah memiliki kejelasan didalam membuat kebijakan untukpemenuhan energi terutama dibidang kelistrikan yang sangat dibutuhkan rakyat. Seperti yang kita ketahui, pada awal oil boom, pemerintah pada saat itu memilih energi mahal dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Diesel ( PLTD )hampir diseluruh Indonesia, walaupun memang ada juga dibangun beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Air ( PLTA )yang memanfaatkan energi air terjun atau dengan membuat bendungan, namun skala persentase yang masih sangat kecil didalam menyumbang kebutuhan listrik nasional. Dikala produksi minyak Indonesia semakin menurun ditambah harga minyak dunia yang semakin meroket sementara kebutuhan bahan baku untuk Pembangkit Listrik Tenaga Diesel masih disubsidi, dan bersamaan kapasitas listrik terpasang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan listrik nasional, ditandai dengan seringnya listrik byar pet, pemerintah ( baru ) mencanangkan 10.000 Mw dengan memilih mengadakan listrik melalui energi kotor, yaitu merencanakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap ( PLTU ) yang membutuhkan jutaan ton batubara yang tidak hanya akan menghancurkan ekosistem dikarenakan eksploitasiyang tidak memenuhi kaidah lingkungan hidup, namun juga dipastikan akan semakin meningkatkan temperatur atmosfir dikarenakan semakin bertambahnya CO2 akibat pembakaran jutaan ton batubara tersebut. Kemudian terdengar wacana pemerintah yang mulai melirik energi bahaya yaitu energi yg dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir ( PLTN ), bahkan pemerintah telah merencanakan pembangunan reaktor nuklir secara bertahap di Jepara, Semarang, Yogyakarta, Madura dan bangka Belitung.Apakah sudah sangat terbatas sumber daya alam kita sehingga pemerintah memilih mengadakan energi dari bahan baku yang sangat berbahaya? Kesan diatas dapat ditangkap, bahwa sejak era pembangunan dijaman Presiden Soeharto hingga era pemerintahan reformasi Presiden SBY, pemerintah seperti tidak mengetahui apa yang harus dilakukan untuk menangani kebutuhan rakyat akan penerangan.

Tidak dapat dimengerti, mengapa pemerintah enggan melirik potensi sumber energi berbasiskan ramah lingkungan. Seperti pemanfaatan energi Panas bumi ( geothermal ), menurut data yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Minerba Pabum, Indonesia memiliki potensi 27.189 Mw yang tersebar diseluruh Indonesia, namun ternyata Pemerintah barumemanfaatkan energi Panas bumi tersebut hanyai 4% dari seluruh potensi dan hanya 5% sebagai penyumbang kebutuhan listrik nasional, coba bandingkan dengan negara tetangga Philipina yang sudah memanfaatkan energi geothermal nya sebesar 44.5% dari seluruh potensi panas buminya. Menariknya lagi mengenai energi geothermal tersebut, ternyata biaya produksi instalasi geothermal adalah separuh biaya produksi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel ( PLTD ), walaupun biaya investasi instalasi geothermal cukup tinggi, akan tetapi selanjutnya bebas biaya perawatan. Contoh lain, masih banyak saudara kita yang berada di pedesaan yang belum menikmati listrik, padahaldidaerah pedesaan tersebut banyak tersimpan potensi energi air terjun atau sungai yang dapat dibuat menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro ( PLTMh ) yang cukup memenuhi kebutuhan 1 desa, belum lagi berbicara mengenai energi matahari ( Solar cell ) yang sangat melimpah hampir sepanjang tahun sehingga bisa dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya ( PLTS ), kemudian kebutuhan energi listrik untuk masyarakat perkotaan dapat juga dipenuhi dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah ( PLTSa ), energi yang dihasilkan dari sampah masyarakat perkotaan, sehingga 2 kebutuhan langsung bisa diatasi, mengatasi masalah sampah sekaligus menghasilkan listrik. Selain itu masih ada alternatif energi lain yang masih bisa dikembangkan, seperti energi listrik yang dihasilkan dari tenaga angin dan listrik yang berasal dari gelombang laut.Kalaulah Pemerintah dapat meng optimalkan sumber daya alam yang kita miliki sehingga dapat menghasilkan energi listrik melalui energi terbarukan, bukan saja listrik yang didapat, tapi pemerintah dapat meningkatka devisa negara dengan menjual batubara untuk memenuhi kebutuhan luar negeri, meningkatkan kontrak penjualan gas, dan akan semakin berkurangnya subsidi untuk membeli solar sebagai bahan baku PLTD. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir bukan tidak mungkin dibuat, asalkan seluruh sumber daya alam kita sudah habis terpakai, sehingga harusnya PLTN digunakan sebagai pilihan alternatif terkahir.

Disinilah seharusnya peran para begawan AIPI, membuat dan mengusulkan kepada pemerintah sebuah ROAD MAP ENERGY berbasiskan energi ramah lingkungan yang dapat menjadi acuan pemerintah didalam memenuhi kebutuhan listrik nasional berbasiskan energi terbarukan, membuat proyeksi kebutuhan listrik nasional, meletakkan dasar kebijakan pemerintah yang dapat mendorong datangnya investasi swasta dalam negeri dibidang energi ramah lingkungan, berbagai insentif menarik agar investasi tidak menjadi mahal, dan berbagai kebijakan lainnya,dan jikalau memang diperlukan, atas nama rakyat Indonesia, AIPI dengan ngotot dan keukeuh untuk mendesak pemerintah dan DPR RI agar Road Map Energy tersebut dijadikan undang-undang energi sehingga pemerintah siapapun yang berkuasa tetap berpedoman terhadap undang-undang energi tersebut. Besar harapan bangsa Indonesia terhadap peran para begawan ilmu pengetahuan yang bernaung di lembaga AIPI agar dapat bertindak aktif untuk menyelamatkan pemenuhan kebutuhan energi rakyat Indonesia.

Afwan Maksum

DPP Banteng Muda Indonesia ( DPP BMI )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun