Mohon tunggu...
Haftar
Haftar Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP Swasta, penikmat logika jernih, visioner

Saya seorang guru yang dilahirkan di pinggir sebuah teluk yang indah yang bernama TAPAKTUAN yang terletak dibibir pantai Samudera Hindia di Kabupaten Aceh Selatan,Aceh. Sejak kecil menekuni dunia seni teater, melukis dan musik. ternyata setelah saya beranjak dewasa hobi tersebut bermanfaat bagi murid-murid. Maka rutinitas saya selain sebagai guru juga berjualan secara kecil-kecilan membantu usaha istri dan melatih anak-anak lomba bercerita, kaligrafi, melukis,pidato dan menyanyi Juga mengembangkan kreativitas seni saya berupa menulis buku, FB dan merangkai bunga dari tempurung kelapa. . Saya juga selama kuliah di IKIP Medan 1990-1996 saya aktif sebagai pengelola penerbitan kampus "Kreatif IKIP Medan" dan diorganisasi HMI Cabang Medan. Menulis opini di SKH WASPADA Medan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jiwa yang Terkekang

16 Juni 2023   18:00 Diperbarui: 16 Juni 2023   18:15 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sewaktu saya sedang melakukan kegiatan Pendampingan Individu ke 6, pada salah seorang guru calon guru penggerak angkatan ke-7, tiba-tiba saya mendapatkan telepon dari seseorang yang tidak saya kenal. Sehingga coaching yang sedang saya laksanakan terganggu. Ternyata telepon itu datang dari seorang rekan guru di sekolah tempat saya bertugas. 

"Ada apa Bu," tanya ku.

"Ini lho Pak, kan,  Bapak yang mengajak Ayu untuk melakukan shooting video, tapi di sini Ayu  nggak dapat melakukan shooting, karena seniornya sudah melarangnya, karena tidak ada izin dari pihak asrama."

Kemudian HP tersebut beralih kepada anak yang bernama Ayu. Dengan suara tersedu-sedan menangis, Ayu menceritakan bahwa dia tak dapat untuk melaksanakan kegiatan shooting tersebut.

Saya yang mendengar jeritan suara di seberang sana, tidak mampu berbuat apa-apa. Saya tidak tahu persis bagaimana kejadiannya. Saya hanya mendengarkan dan berjanji untuk dapat membantu Ayu.

"Baiklah Ayu, nanti bapak sampaikan kepada pimpinan asrama supaya masalah ini.  Tolong disampaikan juga pada pihak-pihak lainnya. Supaya Ayu mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan bakat Ayu."

Saya hanya bisa menjanjikan sebatas itu kepada anak yang penuh talenta ini, tapi Apakah saya dapat meyakinkan pihak asrama untuk membantu  Ayu. Saya pun  tidak bisa memastikannya.

Saya tidak begitu kenal dengan Ayu.  Cuma saja saya adalah gurunya dan dia juga berkawan akrab dengan anak saya. Karena pertemanan ini, Ayu juga menjadi akrab dengan saya. Apalagi saya guru pembina kegiatan ekstra seperti olimpiade seni dan mata pelajaran. Salah satu bidang yang sangat diminati oleh Ayu. 

Saya ingin membantu Ayu dapat berkembang sebagaimana anak-anak yang lainnya. Apalagi Ayu mempunyai talenta yang sangat luar biasa. Dia mempunyai ambisi yang tinggi untuk mengembangkan talentanya. Dia mempunyai hobi berpidato dalam bahasa Inggris maupun dalam bahasa Arab. Dia juga mampu berprestasi di bidang kepramukaan. Saya ingin membantunya. Tapi apa daya. Saya tidak mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi orang-orang di yayasan tempat saya bertugas. Saya hanya bisa berdoa dan menyampaikan kepada pihak-pihak terkait, agar Ayu dapat diberikan kesempatan untuk mengembangkan talentanya. Saya yakin Ayu akan berhasil meraih prestasi tertinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun