Jodoh Untuk Kartolo
Bajunya sederhana tapi rapi dan harum. Di perutnya yang buncit agak melorot ke bawah melingkar tas pinggang berisi sebuah buku notes, pulpendanplastik hitam yang bisa berisi uang sampai jutaan rupiah dan tak pernah ketinggalan sebuah sisir kecil yang setia menata rambut kelimisnya setiap kali dia merasa harus merapikannya. Badannya bertambah waktu bertambah subur. Dulu ia berjalan kaki lalu beberapa waktu kemudian dia bersepeda. Sekarang ia menaiki sepeda motor terbaru yang sering tayang iklan di televisi.Rumahnyapun semakin bagus semua kusennya dari kayu jati. Seorang tetangganya bertanggung jawab merawat rumah beserta seluruh isinya kecuali dia.
Semua berubah, hampir semua jika saja ia mempunyai seorang atau beberapa orang anak. Bukan dia tak mau punya anak, dia bahkan merasa harus ada genersi penerus yang meneruskan usahanya dan merawatnya jika sudah uzur nanti. Seorang anak yang bisa ia bangga-banggakan pada orang lain tapi ia tak punya itu karena ia belum beristri. Kartolo masih bujangan seperti dulu. Meski ia seorang perayu ulungyang bisa setiap kali meruntuhkan pertahanan Mbak Jumi untuk membeli kutang baruatau meyakinkan Firah yang sudah beranak tiga dan umurnya sudah kepala empat untuk membeli kebaya darinya “Bukan main Mbak Firah, Mbak jadi kelihatan jauh lebih muda, yah… dua puluh enam tahunanlah” Katanya sambil geleng-geleng kepala solah-olah ia benar-benar takjub, jugamembujuk Pakde Parman yang menurutnya sudah seharusnya ia mengganti kopiahsupaya lebih kelihatan berwibawa apalagi ia seorang ketua RT sekarang.
Paling kuat orang hanya akan bertahan dua kali dan bujukan ketiga adalah kepastian bahwa nama mereka sudah tertulis dalam buku notes Kartolo dan esok….
Ya, esok Kartolo akan jadi tamu tetap mereka untuk beberapa bulan ke depan.
Hanya saja ia selalu kelu di depan wanita apalagi jika membicarakan cinta. Sebab itulah ia belum beristri. Mungkin, atau memang jodohnya belum tiba. Pernah suatu kali Mak Tirah memperkenalkannya dengan Surti anaknya yang sudah cukup umur. Mereka mengatur pertemuan di sabtu sore. Kartolo merelakan sedikit waktunya dengan perhitungan yang alot dan njlimet. Hampir sejam Kartolo dan surti duduk berdua. Keduanya diam memandangi jalan tanpa sepatah katapun hingga Mak Tirah merasa harus turun tangan mencairkan kebekuan. Iakeluar dengan membawa teh hangat dan beberapa makanan kecil. Ia coba memancing dengan membuka percakapan. Suasana yang tadinya hening kini memang lebih ramai tapi apa yang diharapkan malah berantakan, jadi Kartolo dan Mak Tirah yang asik ngobrol sana-sini tentang dagangan, sedang Surti pergi entah ke mana tak ketahuan juntrungnya. Mereka baru menyadari ketidakberadaan Surti satu jam kemudian saat azan Magrib.
******
Kartolo merasa, ia telah mencapai semuanya kecuali seorang istri. Pikirnya dulu waktu itu akan datang dengan sendirinya. Setelah sukses dan mapan wanita akan datang sendiri katanya pada Poniran teman sebayanya, seorang kuli panggul yang belum lama ini baru ngredit seragam putih merah untuk anaknya yang baru masuk SD dan sebuah kereta jalan untuk adiknya yang sudah mulai belajar berjalan. Sebuah keadaan yang membantah pendapatnya, menjungkirbalikkan teorinya, meski Poniran tak pernah mengatakannya. Bukan takut ia bakal dipersulit untuk kredit ini itu tapi tulus ia tak mau Kartolo tertekan. Jodoh sudah ada yang mengatur.
Setiap kali mengganti kalender setiap kali pula Kartolo resah. Meski setiap kali mengganti kalender ia tahu tabungannya bertambah. Ia berkaca dan mendapati dirinya sudah berumur. Ia bertambah tua.
*******
Hari itu sengaja Kartolo tak langsung pulang ke rumah setelah berkeliling menunjungi para pelanggan. Ia jengah dirumah hanya ada televisi dengan acaraitu-itu saja yang menemaninya. Ia ingin seorang teman yang dapat diajak bertukar pikiran yang dapat dijadikan tempat mengadu, menumpahkan segala kepenatannya setelah seharian bekerja.
Di warung jamu pojok pasar Kartolo duduk tepekur di bawahnya berserakanberbatang-batang putung rokok. Sudah banyak yang dibakarnya tapi tak juga memberinya ketenteraman atau ilham bagaimana ia bisa mendapat istri. Beberapa perempuan malam berebut mendekatinya mereka tahu siapa Kartolo tapi Kartolo tak acuh, ia tahu yang mereka kejar hanya uang.Kartolo memesan segelas anggur lalu ditenggaknya seketika hingga habis. Ia merasakan sedikit ketenangan dalam hatinya. Ditenggaknya segelas lagi ia merasakan dadanya hangat dan segala kegundahannya mulai reda. Ia mulai ketagihan bukan lagi segelas tapi sebotol di tenggaknya sekaligus, ia mersa lebih baik sekarang. Ia senang, entah mengapa ia senang. Otaknya yang limbung menggapai-gapai alasan sekenanya,mungkin calon jodohnya tenggelam di dasar botol anggur ini. Ditenggaknya lgi sebotol anggur itu hingga habis. Tak ada. Mungkin di botol satunya. Kartolo terhuyung-huyung. Menerawang matanya memandang jauh entah ke alam lain sebelah mana. Kartolo, tukang kredit yang tidak pernah jelas asal-usulnya dan tahu-tahu terdampar di cadas karang ibu kota yang bisa meremukkan siapa saja yang lemah dan tak pandai memahami seluk-beluk kota yang penghuninya terus membengkak berlipat-lipat.
*******
Hari masih gelap, sayup terdengar kokok jago. Kartolo terkejut menemukan dirinya bersama seorang perempuan gemuk pelayan wrung jamu yang sedari tadi menemaninya dalam pening subuh itu.
Ketika ia mulai sadar, pak hansip bilang bahwa ia musti bertanggung jawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H