Mohon tunggu...
inal lubis
inal lubis Mohon Tunggu... -

Pegiat lingkungan hidup berbasis kearifan tradisional.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Presiden yang Bangkitkan Indonesia

18 Mei 2014   06:07 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:25 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pesta demokrasi versi partai telah usai, banyak para caleg (calon legislatif) tewas (red: tidak mendapatkan suara rakyat), banyak pula yang lolos meraup ribuan suara rakyat.

Bagaimana nasib petani/pengumpul Rotan di daerah sentra produksi rotan di Indonesia? Pasca pemilu legislatifini apakah ada angin segar?

“Tidak ada caleg yang menyinggung masalah Rotan Pak!” demikian tegas Pak Julius Hoesan anggota APRI (Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia) yang tinggal di Makasar, saat saya konfirmasi beliau (30/04/14).

Mengingat kembali Peraturan Menteri Perdagangan No. 35 tahun 2011 tentang Larangan Ekspor Rotan pada akhir tahun 2011. Bagaimana nasib Rotan Indonesia sekarang?...

Menurut Julius pasca larangan ekspor ini justru mengakibatkan Petani/Pencari/Pengumpul dan pengusaha pengolahan rotan di daerah sentra rotan, kebanyakan sudah beralih profesi mencari penghidupan lain. Industri mebel dan kerajinan rotan banyak yang beralih mennggunakan bahan baku lain (substitusi) seperti rotan imitasi (plastik, aluminium) enceng gondok, kulit pisang, dll.

Sahdan kini negara tetangga penghasil rotan telah menggantikan posisi indonesia sebagai suplier rotan dunia seperti Philipine, Malaysia, Laos, Myanmar, Vietnam dan Kamboja. Merekalah yang bangkit menggantikan posisi indonesia.

"Ini artinya Permendag No.35/2011 tersebut telah menjadi bom bunuh diri yang membunuh kehidupan rakyat sendiri. Sebaliknya Permendag ini sudah menjadi amunisi bagi penguatan usaha rotan negara lain. Kini negara lainlah yang memasok kebutuhan bahan baku rotan dunia" ujar Julius geram.

Padahal menurut Djauhari (Koordintor Nasional KpSHK) dalam dataKpSHK 2012 menunjukkan bahwa potensi produksi rotan Indonesia yang berkelanjutan (sustainable) hingga 10 tahun ke depan sebesar 600.000 ton per tahun dengan daya serap industri kerajinan dan meubel rotan yang tidak beranjak dari 13%, sementara itu daya serap rotan mentah di pasar internasional masih cukup stabil yaitu sebesar rata-rata 300.000 ton per tahun.

Hingar - bingarnya dan mubazirnya pesta demokrasi legislatif dengan jargon eksekutif capres cawapres tahun inipun tidak ada artinya buat membangiktkan Rotan Indonesia, buktinya tak satupun caleg terpilih di daerah sentra penghasil rotan mau menyuarakan nasib petani pemungut dan pengumpul rotan.

Ini juga terbukti saat saya bersama KpSHK (Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan) mengadu ke DPR RI (Thn 2012,) tak ada fraksi yang paham soal rotan, kecuali sekedar basa-basi, apalagi yang tahu soal politik busuk penyetopan eskspor rotan.

Sudah rahasia umum kalau para caleg itu hanya memegang amanat ketua parpolnya bukan amanat rakyat, apalagi amanat masyarakat pinggir hutan.

Jadi siapapun capres dan cawapres yang rajin iklan di TV tidak punya niat membangkitkan kembali indonesia sebagai "Suplier Rotan Dunia".

14003431671445587410
14003431671445587410

(By. Inal)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun