Tempat ini...
Tempat kau berpikir dapat pergi,
tempat kau tak ingin ditemukan oleh segala yang membuntuti, mengintai,
tempat kau berharap ada dinding yang tinggi dan pintu yang rapat terkunci
atau masa yang jauh sekali.
Tempat kau rasa dapat sendiri,
hanya bersama apapun yang dapat melindungi, merintangi,
hanya bersama siapapun yang iba dan berbisik paling dini
bahwa tak ada lagi penyebab kau berada di sini.
Tempat kau berharap tidak datang suatu saat nanti
di mana kau lebih ingin terbawa angin ke tempat lain yang tak kauketahui,
lebih ingin tenggelam dalam gelap, dingin, dan sesaknya bumi
atau berakhir tanpa eksistensi karena api.
Tempat kau tak ingin mengingati bahwa tempat untuk lari yang sejati
tidak pernah berupa alam mimpi atau sunyi kamar pribadi
tidak pernah berupa ramai dengan pemerhati yang tak peduli atau relasi
tidak pernah berupa adiksi atau mati.
Tempat kau tak ingin kelak di dalamnya sekuat-kuatnya menangisi:
kemenanganmu dapat diakhiri dengan cara seperti ini.
Ketika kau tak mampu bercerai dengan dirimu yang berpikir, merasa, dan mengingini,
ke mana lagi tempat untuk lari?
Ketika kau mulai dengan sekuat tenaga mencegah dirimu dari memandangi
mereka yang berhenti bersembunyi, memutuskan keluar untuk menghadapi,
tempat ini mulai dipenuhi dengan begitu banyak anak kunci,
tempat ini mulai menjadi tempat untuk kembali.
Tempat ini bukan tempat untuk lari.
15.02.12
Ketika manusia tak dilepaskan, sungguh ia diharapkan kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H