Mohon tunggu...
Febrian Ahmad Fahrezi
Febrian Ahmad Fahrezi Mohon Tunggu... Lainnya - X

X

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jeritan Keputusasaan di Area Permakaman

7 April 2021   19:11 Diperbarui: 7 April 2021   19:14 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

      Tidak pernah saya sangka sebelumnya, saya akan mengalami kejadian yang begitu menakutkan  serta tidak bisa di terima oleh akal dan diluar nalar. Didalam hati saya berbicara "Kenapa harus saya yang mengalami hal itu, Emang saya siapa sih ?, Maksud dari kejadian itu apa?, Padahal kan saya pendosa, Saya ngerasa gaenak kepada Tuhan dikarenakan saya sudah di dengerkan Suara ajab di dalam kubur, saya masih tetap ngelakuin dosa besar". Hati dan fikiran mulai kacau dan bertanya tanya pada saat itu.

     Ini berdasarkan cerita nyata yang pernah saya alami, Waktu itu saya masih duduk di bangku SMP. Saya hendak pulang seusai beres pengajian di salah satu pondok pesantren di daerah sekitaran rumah saya, Jarak rumah saya ke ponpes sebenernya tidak begitu jauh, namun letak rumah saya dengan ponpes terhalang oleh sungai yang membentang sehingga saya memutar arah ke jembatan penghubung antar kampung. Dibutuh kan waktu sepuluh menit untuk sampai ke tujuan.

     Kulihat Jam yang terpangpang di dinding rumah saya telah menunjukan jam 17:30, yang artinya saya harus bergegas pergi mengaji ke ponpes yang terletak di kampung sebelah. Sebelum berangkat mengaji saya menyempatkan diri untuk mandi dan makan, Setelah itu saya menghampirin ibu untuk meminta uang jajan dan berpamitan " Mamah ....... uken acisss, abis bade ngaos. " ibuuuu... minta uang, saya mau berangkat ngaji. ", ucap saya dengan nada khas anak kecil yang sedang minta uang ke orang tuanya ", lalu ibu saya menyaut dan berkata " Sabaraha ? sarebu ?, Sambil menyodorkan uang lima ribu. Setelah menerima uang jajan saya berpamitan dan menyalami ibu saya "Mahhh abi angkat, Assalamuaikum", ibu saya menjawab salam dan bertanya " Walaikumsalam, Nyandak emam te?, Jalan kamana? ", jawab saya dan bergegas pergi meninggalkan rumah " Moal nyandak da moal modok iyeu, jalan ka karapiak ".

     Berangkat mengaji saya memilih melalui jalan perkampungan, Dikarnakan  jarak tempuh nya lebih dekat. Didalam perjalanan saya tempuh dengan berjalan kaki tanpa di temani seseorang. Di sekeliling ku di penuhi dengan pohon bambu yang begitu lebat serta diantara pohon bambu terdapat sebuah aliran sungai dan hamparan sawah yang membentang, Suasana begitu tenang serta ditambah suara pohon bambu yang tertiup angin. Setelah di hadapkan dengan sebuah jembatan, saya melaluinya untuk sampai di kampung sebelah yang padat penduduk, setelah melalaui perkampungan singkat cerita saya sudah sampai di ponpes yang saya tuju dan melakukan rutinitas seperti Shalat berjamaah, Mengkaji kitab suci Alquran, mengkaji kitab kitab kuning, dan di tes hafalan. 

     Kewajiban saya di ponpes semuanya sudah terlaksanakan, dan berniat untuk pulang ke rumah tanpa ada firasat apapun. Waktu menunjukan pukul setengan dua belas malam, kali ini saya memilih jalan pulang yang berbeda yaitu melewati pemakaman umum serta tempat sampah. Didalam perjalanan pulang seperti  sebelumnya saya tidak juga di temani oleh seseorang. Awal nya saya ragu dan takut untuk pulang ke rumah sendirian dan berniat untuk memilih menginap saja di ponpes, namun di sisilain saya lebih nyaman tidur dirumah. Singkat cerita saya sudah memasuki pemakaman dengan perasaan takut dan gemeta, tidak lupa juga saya membaca surat surat pendek dan mengucap kan salam sembari melewati pemakaman serta tidak lupa juga untuk memberikan doa kepada mereka yang sudah lebih dulu meninggalkan kita. Setelah melalui makam itu saya dihadapkan dengan sebuah tempat yang di gunakan masyarakat untuk membuang sampah, Tidak jauh dari tempat sampah itu saya melewati sebuah jembatan dan menemui lagi sebuah makam, sejauh ini situasi masih baik baik saja tapi setelah saya berjalan melewati pemakaman ini suasana pun jadi berubah derastis, Kenapa saya berkata demikian ?. Posisi saya waktu itu berada di jalan yang sedikit menanjak tanpa ada penerangan sepanjang perjalanan saya hanya mengandalakan pantulan sinar bulan untuk membantu menerangi pandangan saya, kebetulan kan waktu sudah menunjukan tengah malam sinar bulan berada di puncak puncaknya. Disekitaran saya tidak luput juga dengan hamparan pohon bambu yang sangat rindang serta sawah yang membentang menambah suasana menjadi sangat mengcengkam. Ketika saya dihadapkan dengan sebuah makam tiba- tiba di area pemakaman itu saya mendengar suara jeritan banyak orang dan tidak luput dari suara wanita dan laki laki " aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa................... " dan di barengi dengan suara mesin slepan atau gurinda " Ngeeeennnngggggg....... Ngiiiiingggg...... Ngeeeeengggggg...... ", suara terdengar seperti didalam kerumunan orang yang begitu banyak. perasaan takut, sedih, badan tiba tiba lemas, berkeinginan untuk berlari kencang namun seakan akan kaki ini ada yang menghalangi langkah, keringat bercucuran begitu deras, keringat panas dingin pun tercampur, doa pun terus ku panjatkan tanpa henti. Di dalam hati saya berucap " cing ngimpi........ Cing ngpimpi...... yaalooh........., ini cuma khayalan ku..........". Saya berharap semua itu hanya mimpi dan ingin cepat- cepat terjaga, namun suara jeritan itu sangat jelas terdengar di telinga ku. Saya tetap berusaha untuk meyakinkan bahwa semua itu tidak nyata atau cuma iseng isengan orang yang sedang Ngeprank . " Ah iyeumah meren ngan suara di TV lamun hente suara di Mobil anu ngalewat, tapi kalo misalnya suara dari tv masa iya suaranya sekencang itu tengah malem pula sedang kan jarak rumah dan posisi saya sangat jauh, Kalo misalnya ini suara dari mobil yang melintas dari tadi saya tidak melihat kendaraan yang lalu lalang" Gerutuan saya di dalam hati. 

     Saya masih memastikan bahwa semua itu hanyalah ketidak nyataan dan saya tidak mau mengalami hal itu. setelah mendengar suara jeritan yang mengerikan itu, saya tengok kiri kanan memperhatikan sekitar untuk memastikan ada seseorang namun hasil nya nihil, Berjalan dengan susah payah saya tetap berusaha tegar melewati pemakaman tersebut, Usai melewati pemakaman tersebut saya di hadapkan dengan sebuah jalan serta pemukiman warga  dan satu pangkalan ojek. lalu saya masih memperhatikan sekitar, rumah warga juga tidak luput dari perhatian saya kondisi di sekitaran rumah warga juga begitu sepi. Berjalan dengan penuh kesedihan saya harus menerima kenyataan bahwa suara jeritan di area pemakan itu benar benar nyata, Entah lah cuma tuhan yang maha mengetahui serta maha penyayang. Sesampai dirumah saya bergegas untuk pergi tidur dan ingin malam cepat berlalu serta akan ku ceritakan kejadian itu keorang tua saya di keesokan harinya.

BERDASARKAN KISAH NYATA PENGALAMAN PRIBADI !!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun