Kepala BPH Migas Tubagus Ismail mengungkapkan fakta bahwa 53 persen konsumsi premium bersubsidi diminum oleh kendaraan pelat hitam. Ini diungkapkan Tubagus pada rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin (6/12/2010) sebagaimana dilaporkan Kompas.com.
Memang, fakta bahwa kendaraan pelat hitam merajai pasar konsumsi BBM jalanan nasional dalam satu dekade terakhir memunculkan polemik keterbatasan ruang dan bahan konsumsi melalui subsidi yang tidak tepat guna. Pertumbuhan industri otomotif yang semakin tinggi dari tahun ke tahun memicu peningkatan penjualan kendaraan pribadi yang lebih terjangkau. Pola pembelian kredit yang semakin dipermudah oleh para vendor juga menambah akses kepemilikan bagi masyarakat dengan kemudahan tingkat tinggi dan modal minimum.
Hal ini lantas teranalogikan sebagai monarki distribusi produk kendaraan yang terlanjur membludak. Pemerintah pun mengalami dilema membatasi produksi karena disilang problema oleh target pencapaian GDP dan nilai surplus eskpor tahunan.
Hingga saat ini bola salju lonjakan kendaraan plat hitam terutama di kota-kota besar masih menggelinding. Semakin besar bahkan jika tidak dikaitkan dengan pertumbuhan yang sangat lambat pada kapasitas ruang  transportasi.
Saat ini Jakarta mengembangkan sistem Rapid Mass Transportation (RMT) yang ditujukan sebagai sistem transportasi alternatif dan diharapkan memperbaiki pola pikir masyarakat ibukota untuk beralih dari kendaraan pribadi ke sistem transportasi umum yang terintegrasi. Jika ini terealisasikan dan masyarakat mengikutinya, maka ada kesempatan bagi pemerintah untuk mengatur ulang distribusi kendaraan kota dan mengukur tingkat konsumsi serta kebutuhan BBM premium bagi konsumen dan memperbaiki bentuk penguasaan bensin oleh kendaraan pelat hitam agar tidak disebut 'monark'i.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H