Mohon tunggu...
Fandi Sido
Fandi Sido Mohon Tunggu... swasta/hobi -

Humaniora dan Fiksiana mestinya dua hal yang bergumul, bercinta, dan kawin. | @FandiSido

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Mengungkap Jatidiri dan Skema "MMM"

8 Agustus 2014   17:55 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:03 4877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="351" caption="Ilustrasi skema aliran uang di MMM (indonesiaindonesia.com)"][/caption]

[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="Ilustrasi Sergey Mavrodi di web MMM (kids-wb-games.com)"][/caption]

Skema perputaran dana publik Mavrodi Mondial Moneybox atau yang oleh para pemainnya di Indonesia dikenal dengan Manusia Membantu Manusia (MMM), membingungkan Otoritas Jasa Keuangan karena skema aliran dana, produk investasi, bahkan bentuk usahanya pun masih belum jelas. Padahal, jika kita pelajari sejarah panjang aneka penipuan di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia, mudah sekali menggolongkan MMM ke dalam skema arisan piramida Ponzi. Setidak-tidaknya, sebelum dimodifikasi sedemikian rupa agar berbeda dengan produk “investasi” lainnya.

Bagi yang belum tahu, program sedekah berjamaah modern ini pertama kali diperkenalkan oleh Charles Ponzi, seorang kebangsaan Italia yang mencari peruntungan di Amerika Serikat sekitar tahun 1917. Alkisah waktu itu, Ponzi yang membawa uang hanya $2,5 di sakunya dan tidak punya banyak kemampuan terpaksa bekerja serabutan untuk menyambung hidup. Kegigihan kerja lantas membawanya bekerja di sebuah perusahaan di Boston yang memberinya posisi sebagai petugas pembukuan keuangan, dengan gaji $25. Dari sedikit pemahamannya soal angka-angka, serta motivasi untuk kaya dalam waktu dekat, Ponzi mulai berangan-angan menghasilkan $1.000.000 di tahun-tahun pertamanya bekerja.

Singkat cerita, pergulatan pemikiran Charles Ponzi kemudian mendorongnya mencetuskan ide “melipatgandakan uang, sekaligus membantu sesama”, sebuah pola perputaran dana yang pada dasarnya memanfaatkan perekrutan keanggotaan, dan kepercayaan di antara mereka. Guna melegalkan bisnisnya, Ponzi pun mendirikan perusahaan bernama Securities and Exchange Company pada 1919. Perusahaan inilah tempatnya mengumpulkan dana yang dia inginkan, dan tercetuslah pola aliran uang publik yang kemudian dikenal dengan Ponzi Scheme.

Skema Ponzi waktu itu bekerja sebagai berikut. Seseorang yang memutuskan menanamkan modalnya pada perusahaan Ponzi akan mendapat keuntungan 50% dari besaran investasi tersebut dalam tempo 45 hari, terhitung sejak sertifikat kesepakatan diberikan. Berarti, untuk mendapatkan pengembalian dana 100%, investor menunggu hanya dalam tempo 90 hari. Dengan hitung-hitungan sederhana ini, seorang investor Ponzi bisa mendapatkan keuntungan penanaman modal hingga 200% atau dua kali lipat, hanya dalam tiga bulan. Jika saya menanamkan modal ke Ponzi pada tanggal 1 Agustus sebanyak $1.000, maka pada sekitar tanggal 15 September saya mendapatkan $1.500, dan jika menunggu hingga 90 hari, maka pada sekitar 1 November uang saya akan menjadi $2.000 = ($1.500 + (50 x $1.000)).

Nah, Skema Mavrodi Yang berkembang di Indonesia sekarang, ini punya roh yang sama skema perputaran uang Ponzi. Diperkenalkan pertama kali oleh seorang Rusia, MMM lalu jadi fenomena. Di beberapa forum Kaskus yang berusaha mengungkap mekanismenya, tidak satupun anggota MMM yang membantah bahwa skema yang dipakai mereka merupakan Ponzi. Baik cara Mavrodi, maupun Ponzi, sama-sama mencarikan keuntungan untuk anggotanya (dalam hal ini persenan keuntungan yang dijanjikan per bulan) dari anggota lain.

Simak pola berikut.

Anggota A mendaftar dan mendapat akun, kemudian memilih paket investasi yang disediakan, dalam hal ini minimal Rp100.000, dan maksimal Rp12.000.000 (besaran nominal pilihan harus tetap dkelipatan Rp100.000). Karena dia pedagang buah dan masih baru, anggota A memilih nominal Rp1.000.000.

Dua atau tiga hari kemudian, “sistem” memerintahkan Anggota A mentransfer uangnya sebesar Rp1.000.000 tadi ke anggota lain yang dia tidak kenal, kita sandikan sebagai Anggota B. Transfer selesai, dan Anggota A hanya harus menunggu. Proses yang berlangsung sampai saat ini mereka istilahkan sebagai Provide Help (PH).

Sekitar 30 hari kemudian, Anggota A sudah bisa memperoleh bunga 30% yang dijanjikan. Dengan mengklik Get Help pada sistem, maka Anggota A sudah  bisa menikmati uangnya setotal Rp300.000 (30% x Rp1.000.000) di rekeningnya, entah dikirim oleh siapa. Anggota A ini ingin jalan terus, Anggota A harus provide help lagi sebesar Rp1.000.000, sementaranya bunga Rp300.000-nya tadi ia amankan. Jika proses ini berlanjut, Anggota A akan bisa menikmati total bunga di akhir bulan keempat (4 x (30% x Rp1.000.000) = Rp 1.200.000, ditambah modalnya kembali.

Proyeksi keuntungan untuk Anggota A sebagai berikut:

1 Januari --> Provide Help = Rp1.000.000

1 Februari --> Get Help = Rp1.000.000 + (30% x Rp1.000.000) = Rp1.300.000

[Melanjutkan (provide help lagi)]

2 Februari --> Provide Help = Rp1.000.000 (Bunga Rp300.000 masih aman di rekening).

2 Maret --> Get Help = Rp1.300.000

Total uang di rekening = bunga bulan Maret Rp300.000 + GH = Rp1.600.000). Jika Anggota A berinvestasi selama 1 tahun, maka total uangnya pada bulan Desember menjadi: Total bunga 12 x (30% x Rp1.000.000) = Rp3.600.000 + modal awal Rp1.000.000 = Rp4.600.000. Atau dipresentasekan, keuntungan setahun sebesar Anggota A sebesar 360%.

Proses pendapatan sejumlah uang Anggota A di bulan keduanya ini sama seperti yang dialami oleh Anggota B, yang ia kirimi sebelumnya. Seorang anggota setelah melakukan GH, berhak atas GH (get help) pada bulan berikutnya. Begitu seterusnya. Semakin besar provide help, tentu keuntungan juga semakin besar.

[caption id="" align="aligncenter" width="351" caption="Ilustrasi skema aliran uang di MMM (indonesiaindonesia.com)"][/caption]

Sekarang. Ada banyak pertanyaan yang bisa dijawab oleh pola sederhana ini. Tapi biar kita bisa mengungkapnya secara (mudah-mudahan) tuntas dan misteri jatidiri skema MMM bisa terungkap, baiknya pertanyaan kita jawab satu-satu lewat pemaparan di bawah ini.

Dari mana uang  untuk bayar bunga 30%?

Karena baik Ponzi maupun MMM memanfaatkan aliran pendaftaran anggota, maka uang untuk membayarkan bunga anggota terdahulu diambil dari uang pendaftaran anggota belakangan. Jika ada anggota yang mengambil investasi kecil Rp100.000, maka bunga untuknya bisa diambilkan dari anggota selanjutnya yang besaran investasinya lebih dari itu. Besaran uang investasi yang beragam di tiap anggota inilah yang memungkinkan sistem MMM menutupi semua kebutuhan bunga.

Kenapa dibatasi maksimal Rp12.000.000?

Di MMM, sistem sengaja membatasi jumlah investasi maksimal sebesar Rp12.000.000 (sekira $1.000 Amerika), dan di kalangan Anggota disebar dengan semboyan “biar tidak serakah mengambil untung”. Padahal, tujuan utama pembatasan ini adalah melindungi sistem  yang ada, karena besaran investasi berbanding lurus dengan kewajiban membayar bunga. Jika investasi terlalu besar dan kesenjangan angkanya terlalu tinggi, maka penghitungan hak-hak anggota akan sangat rumit. Jika berlangsung terus menerus, maka skema piramida pembayaran ini akan runtuh, dan ada banyak anggota yang tidak terbayarkan haknya. Batasan Rp100.000 hingga Rp12.000.000 juta saja sudah sangat aman bagi sistem, dan profitable bagi anggota. Dalam hitungan kasarnya, jika (katakanlah), janji bunga diturunkan jadi 5% hingga 10% saja, maka besaran nilai investasi maksimal ini bisa diturunkan hingga Rp5 juta atau bahkan Rp3 juta saja. Sistem masih aman.

Siapa yang mengelola perputaran uang?

Dari segelintir persamaan antara skema MMM dengan Ponzi, ada perbedaan mendasar yang selama ini dibanggakan para anggotanya di Indonesia, dan membingungkan otoritas keuangan.

Jika Charles Ponzi pada masa itu memanfaatkan kantornya sebagai tempat penampungan uang “nasabah”, skema MMM tidak menggunakan penampungan ini. MMM murni mengalirkan uang dari nasabah ke nasabah lainnya, tanpa membuka akun penampungan uang sebagaimana bentuk-bentuk penipuan investasi sebelumnya. “Sistem” asli MMM yang berasal dari Rusia hanya berupa algoritma komputer yang dirancang sendiri oleh Sergey Mavrodi, dan bekerja sedemikian rupa secara global berdasarkan perintah yang dikirimkan ke para penggunanya.

Di Indonesia, MMM digembar-gemborkan sebagai pengganti sistem perbankan konvensional yang mereka anggap “mengambil untung terlalu banyak dari publik” (walaupun dalam praktiknya mereka tetap pakai produk transfer transfer bank umum). Kita ketahui bersama, bunga bank untuk tabungan dan deposito hanya sekitar 3% hingga maksimal 7% (yang sangat jarang terjadi).

MMM, yang sepertinya dibuat untuk menandingi sistem bank, rupanya juga menggunakan metode aliran dana yang sama, yakni fractional reserve. Pola ini pada dasarnya mencadangkan uang sejumlah tertentu, yang dipakai untuk membayarkan kewajiban kepada penyimpan lainnya. Di bank, uang FR ini dipakai untuk berbagai pelayanan, kebutuhan kredit, sampai operasional dan pemasaran. Karena itulah besaran bunga tabungan relatif sangat kecil, karena mengamankan “modal” ini. Besaran reserve untuk bank umum di Indonesia sudah diatur oleh Bank Indonesia sebagai otoritas sentral.

Lalu, dari mana keuntungan bagi pengelolanya?

Skema yang dibuat Charles Ponzi akhirnya dibukukan otoritas keuangan Amerika pada 1920, hanya setahun setelah resmi beroperasi, karena anggota mulai tidak mendapatkan haknya dari pengelola yang menampung dana. Saat pembayaran bunga terhambat, kepercayaan anggotanya runtuh dan tidak ada pendaftaran baru, sehingga bunga pun tidak terbayar dan modal hangus. Charles Ponzi dijatuhi hukuman penjara sebelum akhirnya diekstradisi ke Italia pada 1934, dan meninggal di Brasil dalam keadaan sangat miskin.

Di MMM, pola keuntungan pengelola agaknya sulit dilacak. Ini karena perputaran uang hanya sesama anggota lewat saling transfer, dan sistem hanya mencatat akun dan memerintahkan transaksi, pengelolanya sekilas hampir tidak mengambil dana apapun.

Akan tetapi, lain halnya jika pengelola mengaburkan keanggotaan, keuntungan mereka bisa raup. Bagaimana caranya?

Dalam buku Praktik Multilevel Marketing dan Money Game di Indonesia, pakar keuangan Singgih Santoso dari Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta mencatat suatu ciri khas yang sering digunakan oleh kategori bank gelap seperti Ponzi dan sejenisnya, dan bisa dijiplak bertahun-tahun kemudian.

Singgih menggambarkan kasus penggelapan dana New Era 21 yang dijalankan oleh PT. Era Catur Wicaksana di Medan, tahun 1999. Di sistem New Era 21, keanggotaan dibagi menjadi dua golongan: kelas umum, dan anggota kelas eksekutif.

Anggota kelas eksekutif adalah mereka yang menanamkan modalnya relatif sangat besar, atau mengambil margin mendekati maksimal dari sistem yang ada. Dan jumlah eksekutif ini biasanya tidak lebih dari sepertiga jumlah nasabah umum. Nah, dengan permodalan yang cukup besar, maka total reserve yang diperoleh New Era 21 sangat besar, sehingga jaminan pembayaran kewajiban bunga kepada nasabah umum, tertutupi. Waktu itu, nasabah eksekutif ini disinyalir terlibat dalam mengeruk uang-uang kecil dari nasabah kelas umum, sebelum akhirnya New Era 21 kolaps.

Sekarang. Jika saja ini dipakai di MMM. Bagaimana keadaan yang memungkinkan pola runtuh?

Anggota-anggota eksekutif dari MMM dikendalikan oleh orang sekeliling Mavrodi sendiri. Setelah bertahun-tahun dan tidak ada kecurigaan, mulailah bekerja para eksekutif ini dengan membuat akun-akun baru, dan mengambil margin investasi terbesar, yakni berkisar $1.000. Dengan demikian, mereka akan bisa mengeruk bunga paling besar di antara anggota-anggota lainnya. Setelah para anggota ini mengamankan keuntungan dan modal mereka, kemudian berhenti dan mulai menumpuk dalam bentuk tunai. Proses provide help pun terhenti.

Dalam waktu satu tahun sejak aksi ini dimulai, dan isu eksekutif tersebar, memicu penghentian PH besar-besaran secara diam-diam. Uang fractional reserve akan berkurang drastis, dan berpengaruh pada jaring laba-laba transaksi di kelas umum, yang jumlahnya ditaksir 1 juta akun di seluruh dunia. Bisa dibayangkan, apa yang terjadi jika total perputaran uang di MMM berkurang 50% saja, maka ada sekitar 500 ribu anggota yang tidak akan mendapatkan hak bunganya.

Dengan besaran bunga 30% atau sekitar 1/3, maka hitung-hitungan jaring penjaminan keamanan MMM bisa dirunut sebagai berikut:

Setoran minimum Rp100.000 per anggota. Dengan acuan bunga 1/3, maka MMM harus mencari setidaknya 3 orang untuk melunasi 1 anggota.

Dengan batasan hingga Rp10.000.000 (=100 x Rp100.000), berarti MMM punya sumber dana talangan sebesar 300 orang untuk dibagi ke setiap anggota yang memerlukan sejumlah uang, dalam kisaran 10 juta tersebut. Belum jika menghitung kisaran penyetoran uang di dalam rentang ini, total "penolong" bisa mencapai ratusan ribu orang. Cukup aman, bukan?

Jika para pendana Rp10 juta-an ini bermain 3-4 tahun, kemudian berhenti dan kabur. Berapa bunga yang akan tersedot?

Kegagalan Sistem lain bisa terjadi ketika banyak anggota MMM tidak melakukan get help atau mengklaim uangnya dalam waktu tertentu. Kasus MMM dipidanakan di Mumbai, India bermula dari ratusan anggotanya yang tidak mengambil jatah bunga dan uang modal, sehingga sistem menjadi lebih rumit menghitung kemungkinan memperoleh provide help. Sistem runtuh dan sepasang suami-istri pengelolanya dipenjarakan.

Mengapa MMM bisa bertahan hingga 2 tahun lebih?

Cerdiknya Mavrodi, ia belajar dari kegagalan sistem Ponzi yang ia adaptasi. Kelemahan Charles Ponzi seperti digambarkan di atas adalah karena ia menggunakan jasa penampungan uang, yang oleh Mavrodi ditiadakan guna memuluskan kepercayaan para nasabah. Dalam perkembangannya, rupa-rupanya Mavrodi menggunakan metode lain untuk membentuk jatidiri MMM yang seolah-lah orisinil. Apa itu? MLM.

Ya, Mavrodi sepertinya yakin bahwa di banyak negara, sistem MULTILEVEL MARKETING (MLM) mulai diterima dengan prospek pertumbuhan anggota yang begitu dahsyat. Karena itu mulailah dia menggabungkan sistem rapuh Ponzi, dengan pola perekrutan ala MLM yang dalam praktiknya, mengandalkan apa yang disebut komisi.

Di MMM Indonesia, hadiah perekrutan ini disebut komisi referal (referral commission).

Ketika Anggota A tadi sudah stabil dengan investasi Rp1.000.000 dengan bunga Rp300.000 per bulan, ia bisa memperoleh bonus sebagai penambah penghasilan, jika ia merekrut anggota baru untuk bergabung dalam sistem. Dalam MMM, anggota A yang berhasil merekrut berhak atas komisi referal sebesar 10% dari besaran investasi anggota C (yang ia rekrut).

Dan jika proses Provide Help dan Get help yang dilakukan anggota C juga berlanjut, dan juga melakukan perekrutan di bawahnya dan ikut mendapatkan bonus referal (katakanlah anggota D bergabung), maka anggota A ikut mendapatkan bonus referal juga, dan nominalnya semakin kecil dari 5% hingga berlapis-lapis mendekati 0.1%. Begitu seterusnya hingga anggota A yang membawahi puluhan atau ratusan anggota referal, bisa memasuki ‘masa panen’ selagi menikmati puncak piramida.

Sekitar 1998-1999, cara bernuansa MLM ini dinamakan Pentagono, karena hanya menggunakan faksimili, dan komputer yang waktu itu tidak secanggih sekarang. Pentagono menjadikan “produk” yang wajib ada dalam perniagaan MLM (waktu itu berupa T-Shirt, CD-ROM, dan  barang-barang sederhana lain) sekadar sebagai pemanis, semata-mata agar mendapatkan izin pemerintah. Dalam perputaran uangnya, produk-produk ini tidak berpengaruh signifikan.

Robertus Julyanto, seorang leader MMM di Indonesia, lapor Kompas.com telah mengumpulkan setidaknya 685.000 anggota di bawahnya (downline), dan tercatat sebagai manajer paling besar sejak awal 2013 ketika anggota MMM baru berkisar 50 orang saja. Silakan hitung sendiri berapa uang bulanan masuk ke rekeningnya.

Alasan kedua mengapa MMM bisa bertahan lama di Indonesia adalah strategi pemasaran ala money game yang dipakai. Dalam strategi ini, adalah penting memahami segmentasi dan positioning calon nasabah.

Segmentasi menurut Singgih umumnya berbicara soal demografi, aspek-aspek tingkat penghasilan, dan preferensi terhadap perbankan. Sementara positioning MMM sengaja menyasar kalangan menengah ke bawah yang:

  • Tertarik untuk kaya dalam waktu singkat
  • Ingin menikmati hidup di saat muda,
  • Mencari solusi di masa krisis keuangan

Ditambah, apabila membawa semboyan-semboyan “beramal untuk sesama”, atau “saling bantu”, maka motivasi di kalangan ini cepat meningkat seiring bertambahnya nilai investasi di banyak wilayah. Pemanfaatan nilai-nilai psikografis seperti ini sebetulnya sudah banyak dipraktikkan oleh pengelola money game sebelum MMM, katakan saja beberapa selebaran yang mengatasnamakan Ust. Yusuf Mansur, beberapa waktu lalu. Di Indonesia, jumlah kalangan menengah dengan motivasi keuangan besar ini justru melebihi 180 juta orang. Dari jumlah inipun, tidak banyak dari mereka yang bergabung investasi berjejaring seperti ini benar-benar membutuhkan uang.

Apalagi, strategi pemasaran komisi referal ala MLM/Pentagono yang diterapkan Mavrodi rupanya cukup kuat menahan motivasi orang-orang, termasuk yang trauma dengan pengalaman investasi bodong.

Lewat forum Kaskus dan beberapa media warga lain, banyak anggota MMM yang justru menyarankan calon anggota agar memakai bukan uang kebutuhan sehari-harinya, melainkan uang mengendap yang tidak terpakai. Artinya, motif kemiskinan atau “butuh bantuan” sebenarnya hanya lip service yang memanfaatkan simpati dasar manusia, sementara mereka bermain profit semata.

Dalam sejarah Indonesia, praktik money game ataupun MLM tidak pernah mendapat simpati yang benar-benar baik, dan selalu menimbulkan kontra. Waktu-waktu krisis moneter 1997-1999 merupakan masa tumbuh suburnya aneka penggandaan uang, bank gelap dan MLM karena motivasi masyarakat waktu itu memang adalah memulihkan ekonomi yang rontok. Kemudian ketika perusahaan-perusahaan seperti New Era 21 di Medan, Kospin di Pinrang, sampai Banyumas Mulia Abadi (BMA) di Surabaya akhirnya didemo dan ditutup pemerintah, kepercayaan masyarakat umumnya sulit pulih.

Baik Mavrodi maupun Ponzi pada akhirnya masuk penjara karena dianggap menyebarkan skema keuangan yang belum teratur dan berisiko tinggi. Akan tetapi kepercayaan masyarakat Indonesia pada peruntungan dan keengganan mempelajari hukum high risk-high return mencegahnya menelusuri dari mana dan ke mana uang bisa mengalir.

Dan jika memahami jatidiri asli yang berjalan di dalam roh dan tubuh Mavrodi Mondial Moneybook atau Manusia Membantu Manusia, maka tidak sulit bagi Otoritas Jasa Keuangan untuk menindak atau setidak-tidaknya menggolongkan MMM ke dalam kelompok permainan uang apa. Yang jelas dalam hemat saya, tidak pantas MMM disebut sebagai “sedekah berjamaah” atau “membantu sesama” selama tidak ada akad, tidak ada identitas, dan tidak ada barang. Ini murni bisnis demi profit, berasas angan-angan untuk kaya dalam waktu singkat.

*

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun