Mohon tunggu...
Fandi Sido
Fandi Sido Mohon Tunggu... swasta/hobi -

Humaniora dan Fiksiana mestinya dua hal yang bergumul, bercinta, dan kawin. | @FandiSido

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Menghilangnya Arza Basyahril (7)

6 Mei 2012   06:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:38 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13351511641779713661

(Sebelumnya ....) “Arza Basyahril. Atau …, harusnya kusebut namamu lebih tepat, Nona Marlistya Afriani Usman?” Sosok berjubah itu akhirnya mengangkat wajahnya. Kulit putih bersih dengan bentuk oval melengkung rapi sampai ke bentuk kepala yang tegak menyerupai seorang prajurit kerajaan Jawa. Senyum itu terangkat juga pada akhirnya. Well, harus saya akui butuh kejelian dalam melihat masalah ini dari awal, Mba Mar. Meski saya sendiri tidak menyangka akhirnya akan seaneh ini, tapi pikiran saya, setelah berbagai insiden yang terjadi di rumah megah itu, tersadarkan begitu saja begitu muncul kecocokan antara satu keanehan dengan keanehan lainnya. Anda boleh saja berdiri di situ jika tidak keberatan saya mengurai penjelasan bagaimana kesimpulan ini bisa terambil. Saya yakin juga, Anda tidak akan melakukan hal ceroboh yang bisa membongkar semua rahasia ini lebih besar. Karena saya yakin, Anda tidak mau orang tahu soal ini. Iya kan.” Adam bangkit dari kursinya. “Jam dua belas tadi, saya sudah dalam perjalanan menuju terminal Bungurasih, ketika akhirnya sesuatu di jalanan menyadarkan bahwa saya harus kembali ke rumah tempat awal diundang oleh sebuah keluarga berada. Jadi, saya putuskan untuk kembali.” Nada suara Adam ia atur sedemikian rupa sampai terdengar lirih meski kata-katanya terdengar jelas dan runut. Ia memandangi beberapa buku yang tergeletak di atas meja. Beberapa buku mencantumkan judul-judul berbahasa medis dan kimia, sebagian lainnya berisi cerita-cerita humor dan beberapa yang bergambar pemain sulap. “Ya. Ini tak lebih dari trik sulap sejak awal, saya kira,” kata Adam melanjutkan. “Seseorang bernama Abdul Malik Usman, atas nama sebuah keluarga berada, menawarkan pekerjaan kepada saya guna menemukan seorang calon mempelai laki-laki yang hilang dua hari menjelang pernikahannya. Tentu saja sebuah kabar buruk bagi calon mempelai perempuan. Bagi sebagian besar orang itu tragis, memang. Tapi pikiran saya kemudian diarahkan untuk menimbang, mengapa sebuah keluarga kaya raya mengundang seorang investigator pribadi yang miskin pengalaman, alih-alih membayar komisaris polisi untuk mengerahkan pasukan pencari. Tentunya pilihan kedua ini lebih mudah. Hingga akhirnya, aku menyadari kalau ternyata ini hanyalah trik untuk memancing saya, dan sayangnya juga rekan saya, ke dalam sebuah permainan berbahaya yang di mata Anda mungkin akan terlihat menyenangkan. Anda berperan ganda sebagai calon mempelai perempuan, dan juga calon mempelai laki-laki. Jauh sebelum keluarga ini pindah, saya yakin Anda sudah tinggal di sini lebih dulu, dengan menyamar sebagai seorang laki-laki yang tertutup dari lingkungan. Hanya mampir beberapa jam di rumah ini kemudian menghilang lagi. Itu  yang membuat saya hanya mendapatkan petunjuk yang samar dari beberapa warga asli di sini yang mengatakan jarang melihat seorang Arza Basyahril. Mereka juga hanya bisa memberi gambaran sosok kasar seperti tinggi badan sedang, pendiam, dan selalu menggunakan topi hitam dan jas tertutup. Sangat kontras dengan foto  yang pernah ditunjukkan oleh ayah Anda saat jamuan makan malam. Foto itu, Anda juga yang memberikannya kan? Saya mengira-ngira bagaimana trik Anda melakukan pertemuan orang tua saat prosesi lamaran. Salah seorang anak buah Anda yang berwajah dan berpostur sama, mungkin? Dengan orang itulah Anda bisa melenggangkan modus Arza Basyahril yang sebetulnya tak pernah ada.” Adam menghela napas. Matanya diarahkan ramah kepada Marlistya. “Setelah tiba kembali di rumah ayah Anda lewat tengah malam tadi, saya menemukan fakta yang mengejutkan. Saya menyadari kemudian, bahwa sesungguhnya saya bisa saja jadi mangsa puluhan macan ketika saya berada di dalam sarang mereka tanpa sadar. Bagaimanapun, saya masih yakin ada beberapa kelinci di dalam sarang itu yang bisa saya ajak untuk bermain dan membocorkan sedikit rahasia. Di rumah itu pula, saya berhasil melihat seorang yang bentuknya dengan gambaran foto di jamuan makan malam, tentu saja sebelum dipoles penyamaran. Aneh, karena tak satupun dari para pembantu di rumah itu menyadarinya. Tapi bagiku, kamu harus sadari, Mar. Bahwa mengatur sebegitu banyak orang tidak semudah yang dibayangkan. Orang-orang ini tidak tahu apa-apa, dan karena itu pulalah, mereka dengan gegabahnya bisa berpindah ke pihak lain tanpa sepengetahuanmu.” Marlistya akhirnya berbicara. “Apa maksudmu?” “Orang-orang kampung itu, Mar. Sebagian dari mereka kamu bayar kan? Awalnya untuk sekadar membuat latar panggung yang sempurna, dan membentuk kesan yang meyakinkan tentang sebuah acara pernikahan yang sebetulnya tak pernah ada. Aku tadi harus memilih yang mentalnya paling lemah di antara mereka agar mau bekerja sama. Aku periksa kamar tempatmu dianggap menghilang atau diculik, memeriksa coretan noda darah di tembok itu, yang aku yakin adalah noda hewan malang yang mudah didapatkan di pasaran. Dengan orang-orang bayaranmu di rumah itu, jelas sangat mudah untuk meloloskanmu keluar dari rumah itu melalui pintu belakang kemudian mengunci pintu itu kembali. Noda darah di tembok itu hanya pengalih perhatian agar aku mengira telah terjadi sesuatu dan si penculik memang mengincar putri terbaik di rumah itu, kamu sendiri.” Telunjuk yang mengarah ke wajah gadis itu lekas diturunkan kembali ketika Adam melanjutkan penjelasannya. “Tentu saja, sebelum keluar dari rumah itu bersama beberapa orang yang kamu bayar sendiri guna penyetingan, kamu berada di kamar ayahmu. Abdul Malik Usman terkejut begitu kamu mengatakan fakta bahwa hidupnya akan hancur, dan kamu yang akan menghancurkannya sendiri. Di mataku, perkataan seperti itu akan terdengar lebih kejam jika keluar dari anak cantik kesayangan seperti kamu ini. Ayahmu dikenal sebagai rentenir ulung yang banyak membuat warga sengsara. Itulah mengapa keluarga kalian pindah dari satu kota ke kota lain, dan selalu tak pernah akrab dengan warga sekitar. Aku yakin, dari awal kamu memanfaatkan situasi itu untuk merencanakan “pelarian” sekaligus memberi pelajaran kepada ayah yang kamu benci. Kurasa hanya karena menjadi seorang lintah darat tidak pantas bagi ayahmu untuk dibenci oleh anaknya sendiri sampai separah itu, mungkin ada alasan lain, aku belum tahu.” Tangan Marlistya mulai mengepal. Lututnya ditegakkan setelah sempat tertekuk. “Merasa terancam dan hidupnya terkhianati, ayahmu memutuskan bunuh diri. Untung saja salah seorang pembantu yang tak menyangka rencana itu membocorkan semuanya.” Adam kemudian kembali duduk di kursi dengan posisi kaki menyilang dan tangannya saling memegang. “Sekarang, teka-teki nomor dua.” Ia kemudian menghela napas lagi, lalu menerawang ke arah cahaya di luar jendela. “Aku tanya, Mar. Untuk apa kamu pakai nama Lady Papyrus sebagai nama sandi? Oh, tentu saja untuk penyamaran. Kamu yang sejak awal merencakan kedatanganku lalu mengirim dua pesan atas nama Lady Papyrus. Pesan itu, aku yakin, sebagai petunjuk yang mungkin difungsikan untuk mengukur sejauh mana aku bisa ikut bermain dalam teka-teki jahilmu ini. Sulit dipercaya aku betul-betul memperhatikannya dan ikut bermain tanpa sadar.” Dua gulungan kertas itu kemudian Adam lemparkan ke lantai, memantul sampai ke kaki Mar. “Satu petunjuk kecil yang kudapatkan ketika dibangunkan oleh seorang anak kecil bernama Dimas, anak malang yang tak diakui di rumah itu. Anak yang berniat balas dendam kepadamu dan juga keluargamu, lalu dengan bodohnya aku kira sebagai ancaman. Memang anak itu sempat melukai lenganku sampai berdarah. Ini saja rasanya masih kadang nyeri dari luka sabetan. Tapi itu sepadan setelah aku tahu fakta bahwa sejak awal anak itu hanya coba memperingatkanku tentang bahaya gerakan-gerakanmu.” Pintu tergedor seketika. Kepalan tangan Mar masih menempel di bidang itu, giginya seperti gemeletuk saling beradu. (Selanjutnya ...)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun