GERIMIS menguap ke udara ketika jalan-jalan Yogyakarta mulai kering. Adam Yafrizal membuka pintunya kemudian tersenyum. Aroma sate bakar yang dibayangi bau khas soto Kudus menyeruak melewati banyak celah dari jalan seketika membuat hidungnya bergerak-gerak. Cahaya lampu jalan yang berpendar malam hari menerpa wajahnya, memperlihatkan rambut-rambut jenggotnya yang belum dicukur. Matanya terang meski nampak sisa mengantuk di bagian bawah kelopaknya. Tubuhnya tegap ketika menjabat tangan tamu itu.
"Eno! Senang kamu kemari lagi."
Polisi itu, dengan mengangkat alisnya, lalu ikut tersenyum. Sambutan yang tak biasa. "Terima kasih. Kamu kelihatan lelah."
"Ya. Ada beberapa pekerjaan yang membuatku harus mengurangi jam tidur tiga hari ini. Masuklah. Cuaca Jogja kurang bersahabat akhir-akhir ini."
Eno kemudian masuk seperti sudah sering berkunjung ke kamar itu sebelumnya. Meski pada kenyataannya, mereka baru terlibat dalam komunikasi intens setelah kasus kematian Greisa Putri dan tuduhan selingkuh yang dilayangkan kepada Kepala Kecamatan Depok. Tentu saja polisi muda itu selalu rapih dan menjaga penampilan. Rambutnya tetap  mengkilap, kemejanya berwarna kehitaman terbalut rapi dengan tersisa satu kancing paling atas yang tidak terpasang. Begitu masuk ke ruangan, dia langsung duduk di kursi empuk menghadap ke televisi.
"Besok libur?" Adam kemudian bertanya. Ia sambil membereskan sisa makan malam di dapur dan mengangkat panci berisi air hingga ke atas kompor.
"Ya. Day-off," jawab Eno singkat. Bahkan pandangannya tak melihat ke lawan bicara.
"Itu berarti libur. Pakai Bahasa Indonesia saja. Lebih elegan."Â Tapi kalimat itu hanya membuat Eno semakin menajamkan pandangannya.
"Aduh! Maaf. Sepertinya hatimu sedang tidak baik. Ini, minumlah dulu." Kemudian segelas kopi hangat yang nyaris dingin diteguk cepat oleh tamu itu. Adam lalu duduk di kursi satunya sambil merapikan beberapa kertas dan amplop yang berserakan di karpet. Televisi menyala dengan bunyi volume rendah. Adam memperhatikan wajah sahabatnya, menerka-nerka ada masalah apa gerangan sampai polisi setampan Eno bisa bermuka masam bak bayi yang diingkari janji mainan.
"Habis bertengkar dengan Maya." Eno berkata pada akhirnya. Nampak dari matanya perasaan mengalah, dan pembenaran bahwa seorang Maya butuh perlakuan khusus jika tidak ingin dapat masalah baru. Sebagaimana kebanyakan pria yang menghindari masalah lebih berat setelah pertengkaran dengan istri, Eno memilih keluar sesaat.