Mohon tunggu...
Fandi Sido
Fandi Sido Mohon Tunggu... swasta/hobi -

Humaniora dan Fiksiana mestinya dua hal yang bergumul, bercinta, dan kawin. | @FandiSido

Selanjutnya

Tutup

Money

"Bonsai People", Lanjutan Misi Sosial Muhammad Yunus

30 September 2011   12:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:28 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

[caption id="attachment_134263" align="aligncenter" width="630" caption="Profesor Muhammad Yunus dalam "Bonsai People" (bonsaimovie.com)"][/caption] Baru-baru ini Yayasan Muhammad Yunus memperkenalkan "Bonsai People", sebuah film dokumenter yang mengangkat kisah sukses beberapa perempuan Bangladesh yang berhasil bangkit dari kemiskinannya dengan memberdayakan mikrokredit. Peraih nobel Perdamaian pada tahun 2006 yang juga pendiri Grameen Bank itu terus berjuang untuk menyampaikan ide-idenya seputar misi menghilangkan kemiskinan dunia. Dalam sebuah wawancara dengan majalah Guernica, Kamis (29/9/2011), ia mengatakan bahwa cara terbaik saat ini untuk mengangkat ekonomi kaum lemah adalah dengan membiarkan mereka menikmati langsung hasil usahanya. Film "Bonsai People" menggambarkan bagaimana mikrokredit bekerja, dan peluang membangun bisnis lebih besar bagi masyarakat miskin secara luas. Film berdurasi kurang lebih 1 jam ini menceritakan upaya dua tokoh utamanya, Ayesha dan Aroti, perempuan yang sekaligus ibu rumah tangga miskin di pedesaan Bangladesh. Ayesha yang bekerja sebagai penambal jalanan ini sehari-hari harus mengurusi rumah tangganya sambil bekerja. Ia bahkan rela membawa anaknya ke tempat kerja. Dalam video trailer digambarkan Ayesha yang baru saja meratakan semen dengan telapak tangannya harus memberi makan siang untuk anak kecilnya dengan campuran nasi beras dan air. Kemudian bekerja lagi untuk gaji beberapa Taka. Setelah mengikuti program mikrokredit Grameen Bank, ia mulai bisa berdagang keliling buah dan sayuran dan menyisakan sedikit uang untuk tabungan dan pengembangan bisnisnya. Tokoh lain yang diceritakan adalah Aroti, seorang perempuan paruh baya yang juga adalah anggota dewan desa. Ia bertugas melayani masyarakat yang ingin mengatur pinjamannya, di samping menggeluti bisnisnya sendiri. Aroti, dengan berbekal pinjaman mikrokredit Grameen, berhasil mengembangkan usaha pertaniannya sendiri yang menghasilkan komoditi beras untuk lebih dari setengah penduduk desa bersama anggota-anggota kelompoknya. Film ini banyak bercerita tentang  bagaimana mikrokredit bekerja dan berhasil. Ide Yunus untuk meminjamkan 7$ AS dari kantongnya sendiri kepada 42 perempuan miskin di desanya menjadi awal mula terciptanya program mikrokredit. Kini, Grameen Bank telah meminjamkan lebih dari 8 miliar dolar Amerika kepada sektiar 8 juta perempuan miskin di Bangladesh. Memperkenalkan Bisnis Sosial Saat ini fokus Yunus beralih, dengan memperkenalkan ide yang disebutnya sebagai "bisnis sosial". Bisnis sosial ini adalah bentuk usaha dengan skala lebih besar, dimana sebuah perusahaan membuat program usaha riil yang melibatkan secara langsung masyarakat bisnis sebagai pemasok bahan, karyawan sekaligus target pasar/pembeli produk perusahaan itu. Sosial bisnis mengadopsi prinsip bahwa tidak boleh sepeserpun dari omzet perusahaan masuk ke kantong-kantong pribadi pemilik atau direksinya. Tugas pemilik hanya menjalankan sistem aliran modal, melancarkan produksi yang bahan-bahannya dari masyarakat, lalu menjualnya dengan murah untuk masyarakat yang paling membutuhkan. Konsep contoh yang diangkat dalam film ini adalah Grameen Danone, sebuah joint venture antara Kelompok Grameen dengan Danone Corp, yang memproduksi produk yogurt untuk jutaan warga dan anak miskin setempat. Bahan baku perusahaan diambil dari susu-susu murni hasil usaha mikro para penduduk setempat. Dalam konsep, para warga ini berposisi sebagai pemasok tetap. Kemudian setelah menjalani proses produksi, produk yogurt langsung didistribusikan oleh dan kepada masyarakat yang membutuhkan produk. Dimensi pekerjaan dalam konsep ini terlingkup mulai dari pemasok, distributor susu, distributor produk, sampai tenaga pelatihan gizi. "Bisnis sosial berorientasi membuat kebaikan untuk orang-orang," kata Yunus menggambarkan inovasi ini. Ia menjelaskan, para pelaku bisnis sosial tidak akan memiliki niat sedikitpun untuk mengambil keuntungan pribadi. Semua difokuskan bagi kelangsungan bisnis bersama. Sebagai tindak lanjut, bisnis sosial ia harapkan bisa sekaligus berfungsi sebagai wajah baru program tanggung jawab sosial dari berbagai industri yang berbasis produk rakyat, sesuai tujuan pembangunan milenium (MDGs). Film "Bonsai People" diperkenalkan bulan ini oleh Yunus mulai dari Amerika hingga Eropa. Dalam beberapa kesempatan, ia mengatakan bahwa keputusan pemerintah Bangladesh memecatnya dari posisi direktur Grameen Bank tidak akan menjadi batu sandungan yang berarti bagi misi-misinya dengan msyarakat miskin. Holly Mosher, sang sutradara, menilai film ini akan menjadi respon bagi film sebelumnya yang mendiskreditkan ide mikrokredit. Film "Cought in Microdebt" yang dibuat oleh Tom Heinemann pada 2010 lalu menceritakan  horor yang menganggap mikrokredit sejatinya tidak benar-benar membantu dan menuduh Grameen Bank menerima kucuran dana segar dari pihak Norwegia. Tak lama setelah film itu diluncurkan, Yunus dipecat dari Grameen. Sebagaimana diketahui, Grameen Bank atas dukungan pemerintah Bangladesh pada Maret 2011 lalu memecat Muhammad Yunus dari posisi direktur Grameen Bank. Baru-baru ini gugatan petisi yang diajukan Yunus untuk meninjau kembali keputusan itu ditolak Mahkamah Agung. Hakim Agung menilai keputusan pemerintah dan bank itu telah legal dengan alasan usia Yunus melampaui usia rata-rata pejabat ataupun pekerja di Bangladesh yakni 60 tahun. Saat itu, Yunus sudah berusia 70 tahun. Namun, Yunus menengarai keputusan itu bermotif politik. Dirinya menilai keputusan ini sebagai balasan yang dilancarkan PM Bangladesh Syeikh Hasina Wajed lantaran pada 2007 lalu Yunus sempat mengajukan niatnya membentuk partai politik yang diduga akan menjadi saingan pemerintah.

"Terkadang saya menggambarkan orang-orang miskin sebagai pohon bonsai. Jika Anda mengambil benih dari pohon paling tinggi di hutan dan menempatkannya di dalam pot bunga, pohon itu akan tubuh hanya sebesar pot itu menampungnya. Tidak ada yang salah dengan benihnya; hanya saja secara sederhana kita tidak memberikan ruang cukup untuknya bertumbuh. Orang-orang miskin ibarat bonsai. Tidak ada yang salah dengan asal usul mereka, lingkungan sekitarlah yang tidak pernah memberikan mereka ruang untuk tumbuh seperti orang-orang lain. – Dr. Muhammad Yunus, Grameen Bank

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun