*
Aku bertanya kebahagiaan pada segelas air asin.
Jawabannya menyakitkan hati.
Kemudian aku bertanya dari tepian danau Turin.
Sekuali garam pun tak menggugat kesegaran air ini, jawab seorang pemimpi bertongkat yang kutemui.
**
Kemudian aku kembali.
Menghitung ulang siapa saja yang kuhadapi.
Menimbang ulang apa saja yang kucari.
Menulis ulang apa-apa yang kupelajari.
Hingga pada suatu titik aku merasa digurui
… bahwa ada saatnya manusia berhenti.
**
Apakah bonanza terbaik?
Apakah melihat segala sesuatu secara terbalik?
Atau menyerahkan diri pada timbangan yang terputar?
… memisahkan perasaan dari logika yang memudar.
Siapa yang terbaik, adalah ia yang belajar.
Semuanya jelas hanya gambar-gambar. Tak pernah benar-benar jujur menampik.
**
Apa bonanza terbaik?
Seorang bijak kini telah pergi.
Konon, kebijakan seseorang bisa didapatkan saat ia duduk sendiri.
Melihat sekeliling justru saat matanya tertutup dan kupingnya berbisik.
Apa bonanza terbaik?
Danau yang segar adalah yang bersahabat dengan riuhnya riam.
Mengapa seseorang menjadi baik,
… adalah hal lain lagi untuk dikenyam.
Bagaimanapun bonanza seperti emas.
Yang diam yang berkelas.
*
============
Ilustrasi: eastoregonian.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H