[caption id="" align="alignnone" width="600" caption="Poster film Olympus Has Fallen (entertainmentwallpaper.com)"][/caption] Opa Morgan Freeman kembali menjadi karakter presidensial di film terbarunya Olympus Has Fallen (Maret 2013). Freeman bukan yang pertama kali berperan sebagai pemangku jabatan tertinggi di Negeri Paman Sam, setelah dalam film 1998 Deep Impact nampak lebih berkesan sebagai tokoh sentral bertangan dingin. Di Olympus Has Fallen, Freeman lebih banyak diam, pemikir dan tetap dalam balutan karisma ketuaannya yang misterius. Saya tetap suka gaya riasnya yang rambut dibuat lebih mirip tokoh Cross dalam Wanted (2008) dikombinasikan dengan kedewasaan berpikir seperti Carter Chambers dalam The Bucket List. Tapi Morgan Freeman bukanlah tokoh sentral dalam film Olympus Has Fallen. Jelas ia bukanlah aktor utama untuk jenis film aksi-thriller semacam ini. Ia memang digambarkan sebagai juru bicara Buttler ditunjuk sebagai presiden, tetapi sekadar pelaksana tugas. Ini lantaran presiden petahana Benjamin Asher (diperankan oleh Aaron Eckhart) beserta wakil presiden dan staf pentingnya diculik di dalam Gedung Putih. Sikap dingin, penuh kehati-hatian serta penuh misteri tetap beralasan mengapa tokoh pejabat Afrika-Amerika berkarisma harus diperankan oleh seorang Freeman. Namun di atas dua pemeran di atas, adalah Gerard Butler yang berhasil, dengan begitu brilian, memerankan tokoh utama dalam ritme yang begitu intens. Butler memerankan Mike Banning, mantan Pengawal Kepresidenan yang akhirnya dipindah-tugaskan ke belakang meja atas kesalahan di masa lalu. Banning kemudian terjebak di dalam penyerangan Gedung Putih yang dilakukan oleh sekelompok orang Korea. Adegan-adegan saling tembak dengan efek khusus yang menawan mendominasi jalannya film ini hingga selesai. Sementara untuk pemeran antagonis, aktor Korea Rick Yune berhasil melakukan tugasnya memerankan Kang, otak penyerangan sekaligus tokoh muda yang menakutkan. Di tangannya ia mengesankan bahwa jabatan penting dunia tidak akan berkutik di bawah todongan pistol Glock ataupun ancaman verbal. Sisi humanis dan sentimentil juga berhasil digambarkan oleh sutradara Antoine Fuqua. Sebagai sutradara kawakan yang pernah berhasil lewatTears of The Sun, Fuqua berhasil membawa penonton ke tidak hanya momen-momen split-seconds aksi laga dan kelebat dialog sistematis,, tetapi juga sisi emosional dan strategis lewat beberapa adegan pendek. Ide cerita yang ditulis oleh Katrin Benedikt dan Creighton Rothenberger berhasil diramu ke dalam gambar-gambar berteknologi tinggi yang membuat Anda tidak akan bosan atau monoton sebagaimana jika menonton Good Day to Die Hard. Orang mungkin akan menerka-nerka bagaimana rahasia-rahasia di dalam Gedung Putih akan dibongkar dalam film, tetapi  nyatanya tidak. Bersiap-siaplah kecewa jika Anda bermaksud mencari tahu hal-hal serba-rahasia dari "Gedung Paling Aman di Dunia" yang belum pernah digambarkan dalam film. Hampir setiap bagian Gedung Putih yang digambarkan dalamOlympus Has Fallen sudah cukup banyak diketahui khalayak film: bentuk Oval Office, Ruang Rapat Kabiner, dan Bunker Kepresidenan sudah terlalu sering dilukis di beberapa film terdahulu. Tapi tetap saja, ada sesuatu yang baru. Film ini juga berhasil menyelipkan beberapa informasi penambah wawasan yang membuatnya jauh dari kesan hambar dengan rating R. Secara taktis film ini berhasil memberitahukan secara kamuflasif tentang bagaimana hubungan AS dengan negara-negara di Semenanjung Korea dan kebijakan-kebijakan apa yang bisa berpengaruh di dalam peta politik ini. Menarik juga karena film ini menyinggung Zona Non-Militer (disebutkan sebagai DMZ), sebuah bagian dari perselisihan Korea Utara-Selatan yang sering kali jadi perdebatan politik. Akting ketiga aktor utama film ini saya akui jempol. Eckhart berhasil menggambarkan sosok presiden termuda Amerika; Freeman dengan karisma yang kuatnya sebagai orang yang dimintai nasihat; Butler dengan kekuatan primanya yang mengimbangi kecerdasan intelektual. Yune juga berhasil memberi kesan bahwa Orang Korea bisa sedekat itu dengan anak tangga Washington. Meski demikian tetap ada beberapa hal yang saya catat sebagai minus untuk Olympus Has Fallen. Pertama, ada beberapa bagian yang sebenarnya tidak perlu, atau kesannya sekadar pemanis dari film ini. Ada adegan-adegan yang masuk sepertinya agak dipaksakan --meskipun cukup membantu untuk memahami alur cerita-- dan konfliknya tersentral hanya di dua latar: Gedung Putih dan Pentagon. Ya meskipun ini film tentang penyerangan satu gedung, tetapi mestinya beberapa bagian lain bisa lebih dieksplor. Keputusan Fuqua menampilkan potongan-potongan adegan interim berupa tayangan berita juga membuat skema alur sedikit riuh. Kedua, ada beberapa logika yang meleset dan sulit dipahami. Saya mengambil contoh adegan pesawat sejenis Antonov yang menyerang Gedung Putih dengan begitu dekat sampai menewaskan banyak orang. Di dalam realitanya, setiap pesawat asing yang tidak memiliki izin terbang di wilayah Amerika sudah langsung dicegat atau diburu sebelum memasuki kota-kota vital. Apalagi ini Washington dan Gedung Putih. Beberapa dokumenter yang pernah saya tonton pasca-peristiwa 11/9 menggambarkan bahwa pertahanan AS tak semudah itu ditembus secara telanjang. Dugaan saya, ini sengaja dijadikan bagian penting pembangun teror di awal cerita film, yang memang berhasil. Untuk ukuran film aksi-thriller, saya rekomendasikan film ini. Khususnya bagi Anda penggemar Morgan Freeman, tentu Anda tidak akan kecewa menyaksikan betapa masih karismatiknya sang aktor di usia gaek. Anda yang tidak begitu nyaman dengan cipratan-cipratan darah mungkin bisa menyesuaikan momen saja, karena sepanjang adegan ini jadi bumbu juga. Film ini berhasil memasang standar tinggi untuk film menghadang film bertema sama White House Down yang akan dirilis Juni. Oke, sekian saja resensinya. Oh iya, jika ada yang bertanya mengapa film ini diberi judul Olympus Has Fallen, pasang mata dan telinga. Ada beberapa adegan yang menyebut beragam kode panggil (call sign) yang membuat Anda akan mengangguk-ngangguk. :) Selamat menonton.
---KOMiK---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H