[caption id="attachment_311079" align="alignnone" width="600" caption="Spanduk berisi penolakan rencana relokasi terpasang di satu lapak pedagang pasar tiban sunmor, UGM, Minggu (9/2/2014) - dok.pri."][/caption]
YOGYAKARTA - Setelah upaya demonstrasi menolak relokasi tidak membuahkan hasil pada Kamis (6/2/2014) lalu, Hari Minggu ini para pedagang pasar ‘Sunday Morning’ atau ‘Sunmor’ UGM tetap beroperasi sebagaimana biasa.
Sempat terjadi ketegangan antara pihak Satuan Keamanan Kampus dengan perwakilan pedagang subuh tadi, tapi kesepakatan sementara akhirnya memberi izin para pedagang mengisi tempat mereka pekan ini.
Sebelumnya, pihak Direktorat Pemeliharaan Aset Universitas Gadjah Mada mengaku keputusan untuk memindahkan aktivitas para pedagang sudah bulat. Rencananya, lokasi ‘sunmor’ saat ini di Jalan Notonagoro dan Jalan Olahraga akan dijadikan jalur olahraga yang bisa ditempati mahasiswa, dosen dan umum. Selain itu, masterplan pembangunan UGM terlanjur menjadwalkan rencana pembangunan taman yang diberi nama ‘Wisdom Park’, ditujukan sebagai ruang terbuka publik.
Para pedagang menilai alasan yang digunakan pihak UGM untuk merelokasi pasar ‘sunmor’ ke jalan lingkar timur Karangmalang masih belum jelas. Sebagian pedagang produk nonkuliner yang sempat menempati lokasi baru ini selama beberapa jam bahkan diminta kembali ke lokasi lapak mereka semula.
Handoko, salah seorang pedagang kuliner mengatakan, alasan para pedagang bertahan di lokasi semula sebetulnya sederhana.
“Konsep yang UGM sodorkan kepada kita masih sumir, kurang jelas begitu,” ujarnya saya temui di Minggu (9/2) pagi. Handoko menjelaskan, rencana menjadikan Jalan Notonagoro –lokasi ‘sunmor’ saat ini hingga ke Kampus Pertanian di sebelah utara sebagai lajur olahraga bukan alasan tepat untuk menggusur ratusan pedagang yang jadi favorit warga Jogja.
“Lajur olahraga kalau untuk lari itu butuh berapa meter sih? Di depan Grha Sabha saja tiap Minggu selalu ramai orang olahraga, tapi tidak pernah penuh itu,” ujar pedagang yang mengaku sudah lebih hampir sepuluh tahun menempati ‘sunmor’ setiap minggu.
Handoko mengaku, dirinya baru tahu rencana relokasi itu lewat surat edaran minggu sebelumnya, yang berisi instruksi untuk tidak lagi menempati lokasi semula. “Kan kaget, ini kok belum ada kesepakatan apa-apa, sudah nyuruh kami pindah. Nyuwun sewu ya, harusnya orang-orang kampus kampus itu kan punya pemikiran terdidik, ada studi kelayakan, segala macam. Tidak bisa serta merta begitu saja.”
[caption id="attachment_311083" align="alignnone" width="450" caption="dok.pri."]
Koordinator Himpunan Paguyuban Pedagang (HIMPA) ‘Sunmor’ Riko Afrianto sebagaimana dilaporkan Tribun Jogja mengaku, pihaknya dan UGM telah melalui setidaknya dua kali mediasi, yang diinisiasi oleh Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Namun, mediasi yang dimulai Desember lalu itu belum membuahkan kata sepakat.
Pihak UGM bersikukuh membangun Taman Kearifan (Wisdom Park), sementara pedagang merasa lokasi baru yang disediakan sama sekali tidak memenuhi kebutuhan pasar.
Paguyuban menyayangkan pihak UGM ambil keputusan sepihak sebelum memberi penjelasan memuaskan soal hal-hal yang terkait kebutuhan mereka seperti seperti akses jalan yang cukup, kantong parkir, dan masih bersinggungan dengan kepentingan warga kelurahan setempat. Kesediaan UGM menyediakan fasilitas MCK bergerak pun dianggap bukan jalan keluar.
[caption id="attachment_311085" align="alignnone" width="580" caption="Puluhan penanda batas lapak sudah dipasang pihak UGM di pagar dekat trotoar Jalan Lingkar Timur Karangmalang ini, tempat yang dijadikan lokasi baru . Para pedagang menolak rencana relokasi karena mengaku belum melihat alasan yang tepat untuk pindah ke lokasi baru pasar tiban sunmor. (dok.pri.)"]
Pasar ‘Sunmor’ UGM mulai ada pasca-krisis moneter 1997. Warga yang sebagian besar mengalami kesulitan ekonomi saat itu mengambil inisiasi untuk menyediakan jajanan dan aneka barang bagi warga Yogyakarta yang gemar berolahraga di sekitar UGM. Sambutan warga yang cukup baik membuat pasar tiban yang beroperasi dari jam 5 pagi hingga 11 siang ini makin berkembang, melibatkan para pedagang umum, luar kota, bahkan mahasiswa.
Saat ini, ‘Sunmor’ menempati wilayah seluas kurang lebih 2.400 meter persegi di sepanjang Jalan Notonagoro sampai Jalan Olahraga dan sebagian Jalan Selokan Mataram sebelah timur. Lokasi ini sebetulnya sudah hasil relokasi yang pada sampai 2009 menempati kawasan taman utama bulevar Auditorium Grha Sabha Pramana.
Waktu itu, pihak PPA menganggap para pedagang menghalangi aktivitas pagi warga yang sebagian besar menggunakan halaman Grha Sabha Pramana (GSP) untuk berolahraga, dan akan menghambat penerapan masterplan pembangunan wilayah UGM. Pasca relokasi itu, empat paguyuban pedagang 'sunmor' UGM kian sering menerima peringatan dan pemberitahuan rencana pemindahan ke lokasi baru, hingga akhirnya kawasan para pedagang bergeser makin ke timur, berbatasan langsung dengan wilayah kampus Universitas Negeri Yogyakarta di kelurahan Karangmalang.
[caption id="attachment_311084" align="alignnone" width="288" caption="Handoko: kalau alasannya jelas, sebenarnya kami bersedia, Harus win-win. (dok.pri)"]
-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H