[caption id="" align="aligncenter" width="630" caption="Ilustrasi (Business Insider/Jhaneel Lockhart)"][/caption] Pekerja atau karyawan yang bekerja di Indonesia disebut-sebut paling tidak bahagia di dunia. Indonesia berada di urutan pertama negara tempat orang-orang memiliki tingkat kepuasan dan kebahagiaan terendah di dunia. Di bawahnya, Singapura dan Malaysia. Masalah insentif dan keseimbangan karir dan kehidupan personal dianggap menjadi penyebab utama indeks ini. Tapi mengapa? Accenture, sebuah lembaga konsultasi bisnis dan manajemen asal Amerika Serikat  mengeluarkan hasil studi terbaru mereka pada 8 Maret lalu. Studi yang mempelajari tingkat kepuasan kerja pada karyawan itu menunjukkan, hanya 18 persen dari kelompok responden karyawan di Indonesia yang mengatakan puas dengan kualitas kehidupan serta kebahagiaannya di tempat kerja. Ini menempatkan Indonesia di posisi paling bawah tingkat kepuasan para pekerja. Sementara di Singapura, sebesar 76 persen responden mengaku tidak bahagia di tempat kerja. Tiga masalah yang paling dikeluhkan adalah keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, besaran gaji dan tunjangan, serta ketersediaan jenjang karir. Dalam garis gender, para pekerja laki-laki lebih banyak mengeluhkan keseimbangan kehidupan pribadi dengan pekerjaan. Orang-orang yang bekerja di kantor ingin pihak perusahaan menyadari bahwa tiap karyawan memiliki keluarga di rumah, memerlukan jam berkualitas bersama pasangan dan anak, serta kesempatan untuk mengaktualisasi diri lewat komunitas. Sementara itu, para pekerja perempuan lebih meminta penyesuaian preferensi mereka dalam hal gaji, tunjangan, serta bonus. Meski demikian, hampir separuh dari total responden mengeluhkan hal yang sama, yaitu keseimbangan waktu antara bekerja dan menikmati waktu bersama keluarga. Temuan Accenture ini tentunya bukanlah hal baru. Paling tidak, fakta ini diamini oleh banyak pekerja di Indonesia. Berbagai faktor eksternal pekerjaan ikut andil dalam menentukan puas atau tidaknya seseorang dalam bekerja. Buruknya kualitas transportasi, pelayanan kesehatan, ketakutan-ketakutan terhadap keadaan rumah, serta beberapa masalah terkait rutinitas lainnya sering menjadi penghalang aktualitas dalam bekerja. Apalagi, di Indonesia isu berkembang dengan cepat. Ketika terdengar rencana pemerintah menyesuaikan harga bahan bakar, industri akan menggeliat menyesuaikan kenaikan harga-harga. Di internal perusahaan, terjadi kekhawatiran yang terdengar sampai ke telinga karyawan. "Apakah kita akan di-PHK?" Masalah manajemen pribadi di tempat kerja ini yang akhir-akhir ini banyak diperhatikan peneliti. Survey yang sama telah menemukan bahwa para pekerja di Asia cenderung lebih sulit mengatur diri di tempat kerja, dibandingkan dengan para pekerja di Amerika dan Eropa. Temuan bahwa tekanan pekerjaan yang lebih tinggi bisa memicu produktivitas lebih tinggi pula belum banyak dipahami oleh orang-orang di negara berkembang. Akibatnya, kurangnya passion, kemalasan, rendahnya etika, serta kurangnya inisiatif membuat orang-orang di Asia tertinggal dengan para pekerja di Eropa. Faktor Internal Meski sebelumnya Ipsos Global mengeluarkan hasil poling yang menyebutkan 8 dari 10 orang di Indonesia bahagia dengan kehidupan mereka, tidak ada jaminan kebahagiaan yang dimaksud juga dominan di tempat kerja. Bisa jadi,variabel "bahagia" dan "sangat bahagia" yang dipatok IG tidak menghitung banyak indikator kepuasan di lingkungan kerja. Jika memang benar, bisa terjadi kesenjangan fakta mengingat masih seringnya ditemukan demonstrasi buruh yang menuntut gaji minimum di beberapa daerah di Indonesia. Dalam daftar Accenture negara Swiss ditempatkan sebagai tempat di mana orang-orang bekerja dengan lebih puas dan bahagia. Sebanyak lebih dari 80% orang di Eropa mengaku tidak merasa mengorbankan keluarganya ketika harus mengejar produktivitas yang tinggai di tempat kerja. Orang Indonesia? Tentunya preferensinya jauh berbeda. Sisi internal setiap karyawan yang paling berpengaruh dalam perbaikan kepuasan di tempat kerja ini. Memang faktor eksternal tak boleh dilewatkan. Akan tetapi jika mampu melakukan manajemen diri secara lebih baik, besar kemungkinan terjadi perbaikan dalam hal kepuasan bekerja, yang tentunya berbanding lurus dengan kinerja di tempat kerja. Para pekerja di Indonesia tentunya bisa mengejar lebih. Jika mengikuti standar yang lebih  baik dalam hal menghadapi tantangan kerja, memiliki etos dan etika kerja yang lebih baik, serta menyadari hak-hak atas jenjang karir yang lebih baik, tentu akan ada perbaikan di masa depan. Dan ini pula yang akan memicu para pencari kerja untuk menyiapkan diri mereka secara lebih baik. Jadi, Anda termasuk orang yang puas dan bahagia atas pekerjaan? ================ Sumber: businessinsider.com, business.asiaone.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H